Headline
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
MENTERI Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala BKKBN Wihaji menyatakan sebanyak 20% remaja di Indonesia mengalami kesepian hingga membahayakan kesehatan mental mereka. Menanggapi hal itu, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi atau akrab disapa Kak Seto mengingatkan adanya bahaya kesepian yang mengintai kesehatan mental remaja Indonesia. Fenomena ini, menurutnya, tak lepas dari lemahnya interaksi sosial di dunia nyata, yang semakin tergeser oleh aktivitas di dunia maya.
“Saya sudah cukup lama melihat ini. Salah satunya karena orangtua dan guru kurang memposisikan diri sebagai sahabat anak atau sahabat remaja,” ujarnya saat dihubungi, Kamis (14/8).
Seto menilai, remaja pada dasarnya kritis dan dinamis, namun ketika dihadapkan dengan pendekatan yang tidak ramah anak, mereka cenderung melarikan diri ke gawai. “Memang ada sisi positif dari gadget, tapi perkembangan psikososial remaja jadi tidak terlatih. Akhirnya banyak yang sulit bergaul di lingkungan sekitar, bahkan mudah mengalami gangguan mental,” katanya.
Ia menambahkan, isolasi sosial dapat memicu perilaku agresif, pemberontakan terhadap orang tua, hingga tindakan menyimpang. “Kalau sedikit saja tersulut, emosinya bisa terbakar,” imbuhnya.
Kondisi ini, menurut Seto, membuat remaja kehilangan kesempatan mengasah kepemimpinan dan kecerdasan emosional yang penting bagi masa depan. Untuk mencegah hal tersebut, Seto menekankan pentingnya peran pemerintah dalam memberdayakan organisasi masyarakat di tingkat paling dekat, yakni rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW).
“RT dan RW itu seringkali tidak ada kerukunan. Padahal, dulu ada upaya menghidupkan komunikasi antarwarga, seperti acara tujuh belasan atau panggung gembira yang menampilkan potensi remaja. Itu perlu dihidupkan kembali,” ungkapnya.
Selain dukungan lingkungan, peran keluarga tak kalah penting. Seto mendorong orangtua untuk menjadi sahabat bagi anak dan remaja mereka. “Biasakan berdiskusi, mengerti perasaan, bertanya ‘bagaimana perasaanmu hari ini’ atau ‘apa cita-citamu nanti’, tanpa menghakimi dan membanding-bandingkan,” tuturnya.
Menurutnya, apresiasi terhadap remaja tidak boleh hanya diberikan kepada mereka yang unggul di bidang akademis. “Setiap remaja itu unik dan otentik. Yang pintar menyanyi, menari, menggambar, atau olahraga juga perlu dihargai".(M-2)
Ketika anak mengalami kecemasan saat dijauhkan dari gawainya, itu menjadi salah satu gejala adiksi atau kecanduan.
KEHIDUPAN masyarakat modern semakin tergantung dengan sejumlah gawai seperti telepon seluler (ponsel) tetapi juga ramah lingkungan.
Balita berumur kurang dari dua tahun menjadi kelompok paling berisiko terhadap dampak dari screen time (paparan waktu layar).
Kebiasaan bermain dan melihat konten menggunakan gawai bisa membuat anak susah memusatkan perhatian dan menyebabkan penurunan kemampuan sensorik anak.
Melatonin merupakan hormon yang bikin mengantuk hingga seseorang akhirnya bisa tertidur.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved