Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Tekanan Akademis dan Tuntutan Sosial Berpotensi Membuat Mahasiswa Depresi

M.Iqbal Al Machmudi
03/10/2024 16:49
Tekanan Akademis dan Tuntutan Sosial Berpotensi Membuat Mahasiswa Depresi
Direktur Kesehatan Jiwa Kemenkes Imran Pambudi.(M.Iqbal Al Machmudi/MI)

 

 

Peringatan: Tulisan berikut bukan dimaksudkan menginspirasi siapa pun untuk melakukan tindakan serupa. Jika Anda merasa depresi, berpikir untuk bunuh diri, segera konsultasikan segala masalah Anda ke tenaga profesional, seperti psikolog, klinik kesehatan mental, psikiater, dan pihak lain yang bisa membantu.

Baca juga : Ini Dampak Masalah Kejiwaan pada Pekerja

DIREKTUR Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi mengatakan tekanan akademis, tuntutan sosial, serta ketidakpastian masa depan dapat berkontribusi pada meningkatnya risiko gangguan kesehatan jiwa, termasuk depresi dan bunuh diri. 

"Generasi saat ini menghadapi tantangan yang unik, baik dari aspek teknologi maupun sosial, yang memengaruhi kondisi mental mereka. Di tengah hiruk-pikuk informasi digital dan media sosial, ada peningkatan isolasi sosial dan tekanan psikologis," kata Imran saat dihubungi, Kamis (3/10).

Berdasarkan hasil survei Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) 2022, sekitar 1 dari 3 remaja Indonesia mengalami masalah kesehatan jiwa, dengan sebagian besar di antaranya tidak mencari bantuan karena takut stigma atau tidak tahu ke mana harus meminta bantuan. 

Baca juga : Hati-Hati, Narsisistik Bisa Berkomplikasi Depresi

Global School-based Student Health Survey (GSHS) Indonesia 2023 menunjukkan bahwa 8,3% siswa berusia 13-17 tahun di Indonesia pernah secara serius mempertimbangkan untuk bunuh diri dan 10 % siswa berusia 13-17 tahun di Indonesia pernah mencoba untuk bunuh diri satu kali atau lebih dalam 12 bulan terakhir. Jika dibandingkan dengan data GSHS tahun 2015 angka tersebut mengalami peningkatan.

Selain itu, Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan bahwa prevalensi masalah kesehatan jiwa pada penduduk berusia kurang lebih 15 tahun yang dinilai dengan Self Reporting Questionnaire (SRQ) mencapai 2%, dengan 0,25% di antaranya memiliki pikiran untuk mengakhiri hidup dalam satu bulan terakhir. 

"Pada kelompok usia 15-24 tahun, prevalensi depresi mencapai 2%, dan depresi merupakan salah satu faktor signifikan penyebab bunuh diri," ucapnya.

Baca juga : 3 Rekomendasi PB IDI untuk Cegah Gejala Depresi bagi Peserta PPDS

Menjelang Hari Kesehatan Jiwa Sedunia yang diperingati setiap tanggal 10 Oktober, penting untuk menekankan bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. 

"Kita perlu memperkuat upaya pencegahan melalui peningkatan akses ke layanan kesehatan jiwa, serta membuka ruang percakapan yang aman dan bebas stigma, agar setiap individu merasa didengar dan didukung. Kolaborasi antara keluarga, sekolah, dan komunitas sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kesejahteraan mental generasi muda," ungkapnya.

Diberitakan, terjadi 2 kasus bunuh diri di Surabaya Jawa Timur. Kedua kasus tersebut memiliki kesamaan yakni dengan cara yang sama dengan melompat dari gedung tinggi dan keduanya merupakan mahasiswa Universitas Ciputra (UC) dan Universitas Kristen Petra dengan jarak waktu satu bulan.

"Kita semua turut prihatin atas kasus-kasus bunuh diri yang melibatkan mahasiswa di Surabaya. Kasus ini menjadi pengingat betapa pentingnya perhatian kita terhadap kesehatan mental generasi muda saat ini," pungkasnya. (H-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indriyani Astuti
Berita Lainnya