Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PENELITI Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus mengatakan pengesahan RUU Kementerian Negara, RUU Wantimpres, dan RUU Imigrasi pada Kamis pekan ini memang telah direncanakan sejak awal untuk bisa segera dirampungkan. Namun, tidak demikian dengan RUU PPRT.
"Saya kira memang sudah direncanakan sejak awal ya. Sejak 3 RUU itu direncanakan satu hingga dua bulan terakhir, nampaknya fokus DPR memang hanya pada ketiganya saja," ujarnya, Selasa (17/9).
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menurutnya juga tidak mau lagi mengindahkan RUU lainnya yang sangat dinantikan publik bahkan menimbulkan tekanan publik yang besar. Padahal dengan waktu yang tersisa DPR bisa meninggalkan legacy positif yang akan diingat publik.
Baca juga : RUU PPRT Terlunta-Lunta, DPR Tidak Berpihak pada Perempuan
"Mereka nampaknya sudah mengucapkan selamat tinggal untuk RUU-RUU yang sudah nongkrong sejak awal tahun atau bahkan sejak awal periode di daftar RUU Prioritas.
"Ya dengan begitu, DPR nampaknya mau menegaskan diri mereka sesungguhnya di penghujung periode," paparnya.
Dia menilai DPR periode sekarang nyaris berakhir tanpa legacy. RUU-RUU Prioritas yang sangat diharapkan publik diabaikan agar 3 RUU yang diinginkan penguasa bisa disahkan.
"Jadi buat saya inilah identitas atau wajah asli DPR periode ini. DPR yang gagal menjadi penyalur aspirasi rakyat, DPR yang sibuk melayani kepentingan oligarki saja," tukasnya. (Z-9)
KETUA Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (PPNA) Ariati Dina Puspitasari mempertanyakan nasib RUU PPRT yang masih digantung selama lebih dari dua dekade.
Komnas Perempuan mengingatkan bahwa selain proses hukum pada pelaku, pemenuhan hak atas keadilan dan pemulihan bagi korban harus dilakukan.
Ketua Baleg DPR, Bob Hasan, memastikan bahwa Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) akan diselesaikan paling lambat pada Agustus 2025
Komnas HAM juga melakukan kajian yang mengungkap bahwa PRT masih hidup tanpa kepastian kerja, perlindungan hukum, dan jaminan kerja yang manusiawi.
PENGESAHAN UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang dinilai lambat membuat potensi ketimpangan gender di masyarakat semakin besar.
Komnas HAM mendesak DPR RI dan pemerintah selaku pembentuk undang-undang segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT)
ANGGOTA Baleg DPR RI, Muslim Ayub, mengapresiasi kehadiran dan perjuangan seluruh elemen masyarakat sipil yang terlibat dalam advokasi RUU PPRT.
RANCANGAN Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) penting disahkan DPR. Terlebih banyak pekerja yang menghadapi tantangan.
RANCANGAN Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) didesak kembali untuk disahkan. Khususnya di DPR periode saat ini.
SEJAK 2004 atau 21 tahun lalu, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) sudah sering masuk prolegnas namun pembahasannya masih terkesan sangat lambat.
Masih ada laporan PRT yang yang tidak diberi hari libur oleh pemberi kerja. Padahal upah yang tidak sesuai dan durasi jam kerja yang sangat panjang.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved