Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Keluarga Korban GGAPA Kecewa Nominal Uang Ganti Rugi tak Sepadan

M. Iqbal Al Machmudi
26/8/2024 18:03
Keluarga Korban GGAPA Kecewa Nominal Uang Ganti Rugi tak Sepadan
Ilustrasi gagal ginjal(MI)

KUASA Hukum dari Korban kasus GGAPA, Reza Zia Ulhaq menilai nominal ganti rugi pada keluarga korban Gugatan Class Action Gagal Ginjal Akut Pada Anak (GGAPA) masih jauh dari harapan.

Majelis hakim memutuskan untuk memberikan ganti rugi sebesar Rp50 juta bagi ahli waris yang meninggal dunia dan Rp60 juta bagi korban yang telah sembuh atau masih menjalani pengobatan dan rehabilitasi medis.

"Hal ini tentunya merupakan suatu penghinaan bagi korban GGAPA, perjuangan mereka untuk mendapatkan keadilan selama kurang lebih 2 tahun belakangan hanya dinilai dengan nominal yang tidak seberapa," kata Reza saat dihubungi, Senin (26/8).

Baca juga : Pemerintah Dinilai Mencla-mencle Terkait Ganti Rugi Korban Gagal Ginjal Akut

Putusan itu juga menunjukkan bahwa hakim dalam memutus perkara dinilai hanya sekadar formalitas karena hanya menerapkan Keputusan Menteri Sosial Nomor 185/HUK/2023.

Selain itu, di dalam putusan 771/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst tersebut masih menggunakan istilah santunan terhadap kewajiban yang harus dilaksanakan oleh para pihak tergugat kepada penggugat.

"Padahal istilah santunan tersebut tidak dikenal di dalam doktrin maupun hukum acara gugatan kelompok atau class action. Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 menggunakan istilah ganti rugi atas kelalaian atau kesalahan yang dilakukan oleh pihak tergugat," ujar Reza.

Baca juga : Ombusman: Penyelesaian Kasus GGAPA Harus Sistemik dan Kasuistik

Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) santunan didefinisikan sebagai bantuan uang yang diberikan sebagai pengganti kerugian kecelakaan, kematian dan sebagainya (biasanya berbentuk uang).

"Sejak awal gugatan kami meminta adanya ganti rugi sebagai bentuk pertanggungjawaban atas tindakan kelalaian dan kesalahan yang dilakukan oleh penggugat," tegasnya

Ganti rugi bukanlah suatu tindakan kedermawanan melainkan upaya paksa terakhir karena tidak adanya upaya dari para pihak tergugat untuk mengakui kelalaian dan kesalahan yang dilakukan dalam melakukan produksi dan distribusi obat.

Baca juga : Putusan Gugatan Gagal Ginjal Akut pada Anak Dinilai Jauh dari Harapan

"Sehingga kami menilai penggunaan istilah santunan oleh Majelis Hukum tidak sesuai dengan hukum acara dan tidak memiliki keberpihakan terhadap korban," paparnya.

Pada putusan tersebut juga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara hanya mengabulkan sebagian putusan dari para penggugat. Adapun Pihak yang dinyatakan bersalah dan dihukum melalui putusan tersebut hanya tergugat I dan III. Dengan kata lain Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan tidak dinyatakan bersalah dan tidak dihukum.

"Padahal secara terang benderang dalam fakta persidangan Kemenkes dan BPOM tidak memiliki standar yang mumpuni dan layak terkait dengan pengawasan terhadap produksi dan peredaran obat-obatan. Logisnya tidak mungkin ada produksi dan distribusi yang sebelumnya tanpa sepengetahuan dan izin daripada Kemenkes dan BPOM," jelasnya.

"Sehingga ke depan putusan ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum dan juga sistem pengawasan produksi dan distribusi obat di Indonesia," pungkasnya. (Z-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda
Berita Lainnya