Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Musim Kemarau di Indonesia akan Lebih Kering dari Biasanya

Atalya Puspa
11/8/2024 21:16
Musim Kemarau di Indonesia akan Lebih Kering dari Biasanya
Sejumlah warga berada di kawasaan Sungai Madiun yang mengering karena musim kemarau(Antara)


DEPUTY Director Centre Climate Research Singapore (CCRS) Aurel Moise mengungkapkan, wilayah Indonesia, khususnya di selatan khatulistiwa, pada musim kemarau diperkirakan akan terjadi peningkatan nilai maksimum dari Consecutive Dry Days (CDD), atau jumlah hari tanpa hujan berturut-turut dalam satu tahun.

Lokasi dengan peningkatan CDD terbesar berada di wilayah yang rentan terhadap kebakaran hutan, seperti Sumatera Selatan, Riau, dan sebagian besar Kalimantan.

Baca juga : Perubahan Iklim Perparah Intensitas Cuaca Ekstrem

“Di masa depan, kemungkinan besar akan terjadi peningkatan kejadian kebakaran hutan dan asap kabut saat musim kemarau,” kata Aurel dalam keterangan resmi, Minggu (11/8).

Aurel menjelaskan, hal itu disebabkan oleh fenomena Indian Ocean Dipole (IOD), yaitu perbedaan suhu hangat di bagian timur dan barat Samudra Hindia yang memengaruhi curah hujan di seluruh Benua Maritim. Selain itu, El Nino Southern Oscillation (ENSO), yang merupakan anomali suhu permukaan laut di Samudra Pasifik, juga berdampak signifikan terhadap curah hujan di wilayah ini.

"Perbedaan kondisi hangat dan dingin yang disebut La Nina dan El Nino ini sangat berdampak pada curah hujan di seluruh Benua Maritim," tegas Aurel.

Baca juga : Kekeringan Berdampak pada Puluhan Ribu Jiwa di Kabupaten Cirebon

Melalui laporan studi Singapore’s Third National Climate Change Study (V3) yang berisi hasil penelitian tentang perubahan dampak iklim di Singapura dan Asia Tenggara, Aurel memproyeksikan bahwa permukaan air laut akan meningkat di seluruh kawasan Asia Tenggara dengan tingkat yang berbeda-beda hingga akhir abad ini.

Selain itu, tren curah hujan yang bervariasi dan peningkatan suhu udara yang signifikan, terutama di bulan Juni, Juli, dan Agustus, menjadi kunci utama dalam studinya.

Aurel memperkirakan, permukaan air laut di sekitar Singapura akan naik lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya, karena pemahaman yang lebih baik mengenai proses-proses utama yang memengaruhi permukaan laut pada skala global, regional, dan lokal.

Baca juga : BPBD Padang Distribusikan 96 Ton Air  Bersih kepada Warga Korban Kekeringan

“Proyeksi kenaikan permukaan air laut di sekitar Singapura sebanding dengan kenaikan Rata-rata Permukaan Laut Global (GMSL),” jelasnya.

Sementara itu, perubahan suhu udara permukaan di Asia Tenggara diperkirakan akan meningkat antara 2 hingga 5,5 derajat celcius hingga akhir abad ini.

“Peningkatan suhu yang lebih tinggi terjadi di Myanmar, Thailand, Laos, dan Kamboja, dengan kemungkinan mencapai enam derajat celcius selama musim panas,” sebut Aurel.

Baca juga : 15 Hektare Sawah di Tasikmalaya Terancam Kekeringan

Sementara itu, Kepala Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Albertus Sulaiman mengemukakan, pemahaman yang mendalam tentang iklim di kawasan Benua Maritim sangat diperlukan untuk memahami dan memproyeksikan perubahan iklim di masa depan.

“Apa saja yang menjadi faktor penggerak utama dari iklim yang terjadi di kawasan ini harus diselidiki,” tegasnya. (Ata_Deputy Director Centre Climate Research Singapore (CCRS) Aurel Moise mengungkapkan, wilayah Indonesia, khususnya di selatan khatulistiwa, pada musim kemarau diperkirakan akan terjadi peningkatan nilai maksimum dari Consecutive Dry Days (CDD), atau jumlah hari tanpa hujan berturut-turut dalam satu tahun.

Lokasi dengan peningkatan CDD terbesar berada di wilayah yang rentan terhadap kebakaran hutan, seperti Sumatera Selatan, Riau, dan sebagian besar Kalimantan.

“Di masa depan, kemungkinan besar akan terjadi peningkatan kejadian kebakaran hutan dan asap kabut saat musim kemarau,” kata Aurel, dalam webinar PRIMA's Talk bertajuk “High-resolution Climate Change Projections for Singapore and the Wider Southeast Asia Region in Support of Climate Impacts Research”, yang dihelat Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kamis (8/8).

Aurel menjelaskan, fenomena Indian Ocean Dipole (IOD), yaitu perbedaan suhu hangat di bagian timur dan barat Samudra Hindia yang memengaruhi curah hujan di seluruh Benua Maritim. Selain itu, El Nino Southern Oscillation (ENSO), yang merupakan anomali suhu permukaan laut di Samudra Pasifik, juga berdampak signifikan terhadap curah hujan di wilayah ini.

"Perbedaan kondisi hangat dan dingin yang disebut La Nina dan El Nino ini sangat berdampak pada curah hujan di seluruh Benua Maritim," tegas Aurel.

Melalui laporan studi Singapore’s Third National Climate Change Study (V3) yang berisi hasil penelitian tentang perubahan dampak iklim di Singapura dan Asia Tenggara, Aurel memproyeksikan bahwa permukaan air laut akan meningkat di seluruh kawasan Asia Tenggara dengan tingkat yang berbeda-beda hingga akhir abad ini.

Selain itu, tren curah hujan yang bervariasi dan peningkatan suhu udara yang signifikan, terutama di bulan Juni, Juli, dan Agustus, menjadi kunci utama dalam studinya.

Aurel memperkirakan, permukaan air laut di sekitar Singapura akan naik lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya, karena pemahaman yang lebih baik mengenai proses-proses utama yang memengaruhi permukaan laut pada skala global, regional, dan lokal.

“Proyeksi kenaikan permukaan air laut di sekitar Singapura sebanding dengan kenaikan Rata-rata Permukaan Laut Global (GMSL),” jelasnya.

Sementara itu, perubahan suhu udara permukaan di Asia Tenggara diperkirakan akan meningkat antara 2 hingga 5,5 derajat celcius hingga akhir abad ini.

“Peningkatan suhu yang lebih tinggi terjadi di Myanmar, Thailand, Laos, dan Kamboja, dengan kemungkinan mencapai enam derajat celcius selama musim panas,” sebut Aurel.

Sementara itu, Kepala Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Albertus Sulaiman mengemukakan, pemahaman yang mendalam tentang iklim di kawasan Benua Maritim sangat diperlukan untuk memahami dan memproyeksikan perubahan iklim di masa depan.

“Apa saja yang menjadi faktor penggerak utama dari iklim yang terjadi di kawasan ini harus diselidiki,” tegasnya. (Z-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda
Berita Lainnya