Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
BADAN Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan kepada masyarakat untuk mewaspadai cuaca ekstrem di masa pancaroba, atau peralihan dari musim kemarau ke musim hujan ini.
Berkaitan dengan itu, Peneliti Klimatologi Pusat Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin mengungkapkan, berdasarkan pengamatan BRIN, di Oktober hingga November memang ada cuaca ekstrem yang melanda sejumlah wilayah. Di antaranya Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra dan Kalimantan.
“Ada dua hal yang mengemuka. Di satu sisi ada hujan ekstrem, dan di sisi lain ada kekeringan ekstrem. Dan ini terjadi di berbagai wilayah di saat yang bersamaan,” kata Erma saat dihubungi, Jumat (3/11).
Baca juga : BNPB Lakukan Modifikasi Cuaca Redam Bencana Hidrometeorologi di Awal 2024
Ia menjelaskan, wilayah-wilayah yang terdampak kekeringan ekstrem di antaranya Surabaya, Lamongan, Gresik, dan kota-kota lainnya di Jawa Timur. Wilayah-wilayah itu mengalami kemarau panjang efek dari el nino.
Di sisi lain, hujan-hujan ekstrem yang turun dalam waktu sekitar satu sampai dua minggu terakhir itu terjadi di sekitar Bogor, Bandung dan sekitarnya.
“Lalu sampai kapan cuaca ekstrem ini terjadi? Ya, sampa Monsun Asia benar-benar masuk ke wilayah-wilayah tersebut dan berdampak pada peningkatan kelembaban dan aktivitas yang menimbulkan musim hujan. Hanya saja kita belum melihat tanda-tanda itu di bulan November akan ada peningkatan secara konsisten terhadap hujan ini, yang tidak hanya terjadi di spot-spot berskala lokal di wilayah-wilayah yang terbatas, tapi kalau sudah masuk musim hujan kan harusnya sudah merata,” beber dia.
Baca juga : BNPB Telah Prediksi Dampak El Nino dari Akhir 2022
Menurut Erma, cuaca ekstrem yang terjadi di tahun ini memang lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Hal itu disebabkan karena dampak dari perubahan ikim.
“Ini tanda dari semakin nyatanya perubahan iklim ini sehingga sesuatu yang ekstrem yang ada kaitannya dengan cuaca dan iklim bisa terjadi pada lokasi yang berdampingan bahkan terjadi pada satu pulau sekarang ini,” ucapnya.
Karenanya, lanjut dia, ke depan perlu ada penelitian yang lebih jauh tentang dampak perubahan iklim yang mengancam setiap daerah di Indonesia. Hal itu dilakukan guna melindungi masyarakat dari dampak bencana akibat cuaca ekstrem.
Baca juga : BMKG Prediksi Puncak Musim Kemarau pada Juli hingga Agustus 2023
“Berbagai kota membutuhkan penelitian yang lebih lanjut tentang ancaman perubahan iklim ini bentuknya seperti apa. Dan ini harus menjadi dasar pengambilan kebijakan bagi pemerintah dalam membangun kota-kota supaya tetap layak huni di tengah suhu bumi yang semakin panas,” pungkas Erma.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mewanti-wanti seluruh masyarakat untuk mewaspadai potensi cuaca ekstrem di masa peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. Menurut dia, cuaca ekstrem yang berpotensi terjadi ialah hujan lebat diserta petir dan angin kencang serta hujan es.
Ia menjelaskan, arah angin bertiup sangat bervariasi, sehingga mengakibatkan kondisi cuaca bisa dengan tiba-tiba berubah dari panas ke hujan atau sebaliknya. Namun, secara umum biasanya cuaca di pagi hari cerah, kemudian siang hari mulai tumbuh awan, dan hujan menjelang sore hari atau malam.
Baca juga : Prediksi BMKG, Intensitas Cuaca Ekstrem Semakin Meningkat
Dwikorita menyebut awan Cumulonimbus (CB) biasanya tumbuh disaat pagi menjelang siang, bentuknya seperti bunga kol, warnanya keabu-abuan dengan tepian yang jelas. Namun, menjelang sore hari, lanjut Dwikorita, awan ini akan berubah menjadi gelap yang kemudian dapat menyebabkan hujan, petir dan angin.
"Curah hujan dapat menjadi salah satu pemicu bencana hidrometeorologi basah, seperti banjir bandang dan tanah longsor. Karenanya, kepada masyarakat yang tinggal di daerah perbukitan yang rawan longsor, kami mengimbau untuk waspada dan berhati-hati," tuturnya.
Dwikorita mengatakan, BMKG memprediksi, sebanyak 68,2% wilayah Indonesia akan memasuki musim penghujan pada Oktober-Desember 2023. Sementara itu, puncak musim penghujan diperkirakan akan masuk pada Januari hingga Februari 2024.
Baca juga : Indonesia Perlu Bentuk Komite Cuaca Ekstrem
Untuk mengantisipasi dampak cuaca ekstrem, Dwikorita meminta kementerian/lembaga, pemeritah daerah, dan institusi terkait untuk melakukan langkah mitigasi terhadap kemungkinan terjadinya bencana hidrometeorologis selama musim hujan, terutama di wilayah yang mengalami Sifat Musim Hujan Atas Normal (lebih basah dibanding biasanya). Wilayah tersebut diprediksi mengalami peningkatan risiko bencana banjir dan tanah longsor.
Selain itu, tambah Dwikorita, Pemerintah Daerah diharapkan dapat lebih optimal dalam mengedukasi masyarakat tentang cara menghadapi risiko bencana yang mungkin terjadi selama musim hujan serta pentingnya memperhatikan peringatan dini.
"Pemerintah daerah dan sektor terkait juga diharapkan dapat menjadikan informasi Prakiraan Musim Hujan 2023/2024 ini sebagai acuan untuk menyusun rencana aksi dini dalam rangka menekan kerugian yang dapat ditimbulkan adanya bencana hidrometeorologis," pungkasnya. (Z-5)
BMKG membuat sistem peringatan dini tsunami Indonesia (InaTEWS) yang resmi beroperasi sejak 11 November 2008.
BMKG memprakirakan hujan lebat hingga sangat lebat akan melanda beberapa wilayah Indonesia pada Sabtu, 16 Agustus 2025.
Untuk kota-kota besar di Indonesia, akan mengalami potensi berawan, berawan tebal, cerah berawan, hujan ringan, hujan sedang, hingga hujan disertai petir
BMKG kini menempatkan diri sebagai lembaga strategis berbasis sains dan teknologi yang menjadi salah satu ujung tombak pembangunan dan kebijakan nasional.
Warga DKI Jakarta hari ini, Kamis 14 Agustus 2025, bisa menyiapkan agenda luar ruang tanpa khawatir hujan.
Berdasarkan BMKG, gempa bumi tektonik magnitudo 4.7 terjadi Rabu (13/8) sekitar pukul 08.32 WIB terletak di koordinat 7.66 LS dan 107.15 BT.
Pernyataan Presiden Prabowo Subianto tentang distorsi ekonomi dinilai merupakan realita yang ada.
Kemdiktisaintek menegaskan komitmennya untuk memperkuat perlindungan dan pemanfaatan kekayaan intelektual (KI) dari hasil riset dan inovasi perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
SEJAK tsunami Pangandaran pada 2006, tim peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN menyimpulkan bahwa tsunami raksasa di selatan Jawa memang pernah terjadi berulang. R
Sesar di Semarang ini sudah pasti ada dan sudah pasti aktif karena ditemukan batuan ataupun endapan yang jadi indikatornya.
Periset Pusat Riset Hortikultura BRIN Fahminuddin Agus menyatakan lahan gambut merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar, terutama jika tidak dikelola dengan baik.
Menurut Hanarko Djodi Pamungkas, ketahanan pangan harus dibarengi dengan tanggung jawab menjaga laut dari pencemaran.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved