Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Hapus Diskriminasi terhadap Orang dengan HIV

Despian Nurhidayat
23/7/2024 20:32
Hapus Diskriminasi terhadap Orang dengan HIV
Kampanye penanggulangan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) di Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (1/12/2022).(ANTARA/BASRI MARZUKI)

DISKRIMINASI di Indonesia masih menjadi persoalan yang belum mampu ditangani. Terlebih untuk orang dengan HIV yang masih mendapatkan stigma dari masyarakat. Padahal jumlah orang dengan HIV di Indonesia tercatat cukup banyak.

Peniliti dan Program Officer Inti Muda Indonesia, Vincentius Azvian menjelaskan bahwa berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada 2022, estimasi di Indonesia ada sebanyak 576 ribu orang dengan HIV.

“Tapi yang tahu status baru 429 ribu atau 81%. Dari jumlah tersebut yang melakukan pengobatan hanya 41,85%. Kemudian yang melakukan tes lagi untuk mengetahui apakah virusnya masih terdeteksi hanya 20%,” ungkapnya dalam Diskusi Hukum dan HAM ke-39 bertajuk Urgensi RUU Penghapusan Diskriminasi: Akselerasi Penanggulangan HIV-AIDS di Indonesia, Selasa (23/7).

Baca juga : Indonesia Terima Dana Hibah Kesehatan Rp4,6 Triliun

“Padahal kalau sudah melakukan pengobatan secara rutin dan virusnya tidak terdeteksi, itu bisa untuk melakukan pernikahan. Jadi tidak bisa menularkan kalau HIV tidak terdeteksi walaupun harus konsumsi obat,” sambung Azvian.

Dari ketimpangan tersebut, jika spesifik membahas mengenai orang muda, di Indonesia pada 2021 lalu tercatat 51% angka infeksi baru HIV ada pada orang muda usia 15-24 tahun dan berdasarkan jenis kelamin 60% adalah laki-laki dan 40% perempuan.

“Hanya 45% orang muda di Indonesia yang mengetahui status HIV mereka dan 26% dari mereka yang mengakses obat. Lalu ada 44% orang muda yang merasa tidak membutuhkan isu HIV. Akses kepada layanan pencegahan kepada HIV juga masih terdapat ketimpangan antara orang muda dan dewasa,” tuturnya.

Baca juga : Indonesia Termasuk 20 Negara dengan Angka Hepatitis yang Tertinggi Global

Untuk itu, menurutnya peran Inti Muda Indonesia di sini adalah sebagai orang muda yang fokus dalam isu HIV untuk orang muda. Inti Muda Indonesia saat ini juga sudah ada di 10 provinsi seluruh Indonesia dengan anggota di kisaran 150-200 orang.

“Kita pengen orang muda dengan HIV atau yang rentan bisa terpenuhi haknya dan berdaya,” ujar Azvian.

Di tempat yang sama, Ketua Tim HIV Penyakit Infeksi Menular Seksual, Direktorat P2PM, Kemenkes, Endang Lukitosari menambahkan bahwa saat ini seluruh pihak perlu melakukan upaya penerunan bahkan menghentikan terkait stigma diskriminasi utamanya untuk mengerem laju infeksi HIV di Indonesia.

Baca juga : Stigma Negatif Masih Melekat pada ODHIV

“Upaya pemerintah perlu didukung segala aspek termasuk dari komunitas, lembaga private sector, akademisi, pemerhati hukum dan lainnya,” ucap Endang.

Dalam penanggulangan HIV di Indonesia, menurut dia tujuannya sudah sejalan dengan global dan Indonesia juga sudah sepakat di 2030 untuk menghentikan laju infeksi baru dan kematian terkait HIV dan menghentikan stigma diskriminasi.

“Upayanya kita harus masif dalam menemukan kasus, mengobati, mempertahankan bahkan tidak menularkan kembali,” urainya.

Baca juga : Banyak ODHIV belum Menjalani Terapi ARV

Endang menekankan bahwa tantangan untuk HIV di Indoneisa masih banyak, tapi sebagai bangsa yang optimistis, Indonesia harus selalu melihat kesempatan dalam setiap kesulitan.

Salah satu upaya pemerintah yang nyata yaitu melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2024 tentang Penanggulangan HIV sudah menekankan bahwa kita mau tidak mau mengondisikan ketiadaan stigma diskriminasi agar testing HIV lancar dan tidak ada ketakutan baik dari orang dengan HIV maupun dari tenaga kesehatan.

“Kadang-kadang yang jadi hambatan itu ketidaktahuan atau keterbatasan pengetahuan yang harus diluruskan. Hal ini dilakukan dengan cara advokasi yang tidak boleh berhenti. Kita tidak boleh bosan melakukan kampanye baik kepada tenaga kesehatan dan masyarakat. Tujuannya agar pengetahuannya benar. Karena dengan pengetahuan yang tidak tepat akan muncul stigma diskriminasi,” tegas Endang.

Sementara itu, Peneliti IJRS, Saffah Salisa Az-zahro menekankan bahwa diskriminasi ini memiliki banyak permasalahannya. Jadi ada pembedaan terhadap satu orang dengan lainnya karena sesuatu hal yang melekat pada orang itu dan sulit dilepaskan itulah yang dinamakan diskriminasi.

“Misalnya warna kulit, ras, etnis, agama, penyakit, dan lainnya. Adanya pembedaan terhadap orang tersebut yang disebut diskriminasi,” ucap Saffah.

“Kalau ada masalah diskriminasi dalam implementasi yang kita lihat, solusinya perbaikan pada penegakan hukum. Misalnya polisi tidak menindaklanjuti kasus diskriminasi. Berarti hal yang perlu perbaikan adalah polisinya bukan regulasinya,” sambungnya.

Menurutnya ketika Indonesia dibandingkan negara lain seperti Australia dan Belanda, aturan di Indonesia dikatakan masih minim atau masih banyak hal yang belum diatur sehingga butuh aturan lebih lanjut terkait diskriminasi.

“Diskriminasi ini terjadi di sekitar kita dan sangat dekat. Bisa soal kewarganegaraan, perkawinan, pendidikan, dan lain sebagainya. Ada 421 kebijakan yang diskriminatif di Indonesia. 56% di antaranya berbentuk peraturan daerah dan 333 di antaranya menyasar perempuan,” pungkas Saffah.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya