Headline
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
PEMERINTAH telah mengesahkan salah satu peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), yaitu Peraturan Pemerintah tentang Koordinasi dan Pemantauan, Pelaksanaan, Pencegahan dan Penanganan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) berkoordinasi dengan berbagai pihak, salah satunya memberi pelatihan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) dengan menyiapkan modul materi TPKS agar pemberian sanksi dan proses persidangan dapat berspektif gender.
“PP nomor 27 tahun 2024 Koordinasi dan Pemantauan, Pelaksanaan, Pencegahan dan Penanganan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual baru saja disahkan dan ditandatangani Presiden pada hari Selasa, 2 Juli 2024,” jelas Plt. Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian PPPA, Rini Handayani kepada Media Indonesia di Gedung Kementerian PPPA pada Jum’at (5/7).
Baca juga : Kekerasan Seksual Kerap Terjadi di Lingkup Keluarga Sendiri
Menurut Rini, Perpres Nomor 27 Tahun 2024 akan meneguhkan proses koordinasi dari implementasi UU TPKS dalam menyelenggarakan penanganan, perlindungan, dan pemulihan korban, keluarga korban, dan atau saksi. Kini pihaknya terus mendorong istana untuk segera menerbitkan 4 aturan yang masih tersisa.
“Semua konsep sudah jadi dan ada di sekretariat negara, tapi kita juga terus memantau dan saat ini sudah turun 2 aturan yaitu satu berkaitan dengan Pengesahan UU KIA dan satu berkenaan dengan aturan turunan UU TPKS, percepatan ini sudah sangat luar biasa. Untuk aturan turunan lainnya pasti akan kami terus dorong sebelum pemerintahan berganti,” ujarnya.
Kemen PPPA juga akan memberi pelatihan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) dengan menyiapkan modul materi TPKS agar pemberian sanksi dan proses persidangan dapat berspektif gender.
Baca juga : Pahami UU TPKS untuk Lawan Kekerasan Seksual
“Tinggal implementasinya bagaimana, khususnya pelatihan untuk APH bisa cepat dilakukan karena itu sangat penting, melihat UU TPKS mengamanatkan putusan pemberian hukuman korban ada di tangan hakim dan APH, maka ini menjadi lead dari Kementerian Kemenkumham, tapi kami Kementerian PPA menyiapkan modul dan mengkoordinasikan materi-materi yang ada di dalam,” jelasnya.
Lebih lanjut, Rini mengatakan bahwa pihaknya juga berupaya mengoptimalisasikan fungsi implementasi 3 aturan pelaksana UU TPKS yang telah terbit, terutama pembentukan UPTD PPA di setiap provinsi dan kab/kota.
“Secara kedeputian, kami akan terus memantau dan menanyakan serta berkoordinasi dengan K/L yang menjadi penanggung jawab dari PP tersebut. Kita terus koordinasi dengan setneg. Misalnya beberapa aturan terkait aturan pembentukan UPTD PPA dan Pelatihan yang juga sudah turun, dapat dipercepat implementasi dan kita akan awasi,” jelasnya.
Sementara itu, saat ini masih terdapat empat peraturan pelaksana yang belum disahkan, yaitu Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Dana Bantuan Korban TPKS, RPP Pencegahan, Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RPP 4PTPKS), Rancangan Perpres (RPerpres) Kebijakan Nasional Pemberantasan TPKS dan RPerpres Pelayanan Terpadu dalam Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan di Pusat. (H-2)
EKOSISTEM perlindungan menyeluruh terhadap perempuan dan anak harus diwujudkan. Diperlukan peran aktif semua pihak untuk bisa merealisasikan hal tersebut.
KORBAN kekerasan dan kekerasan seksual hingga saat ini masih belum memperoleh jaminan pasti dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
WARTAWAN Senior Usman Kansong menilai bahwa pendekatan hukum dalam implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) hingga kini masih tersendat.
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menyoroti lambannya implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) meski telah disahkan sejak 2022
POLRI menegaskan komitmennya dalam mengimplementasikan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) secara komprehensif. Selain menjalankan fungsi penegakan hukum,
PEMBENAHAN mutlak diperlukan di sejumlah sektor untuk mendorong efektivitas penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
UPAYA yang terukur untuk mewujudkan gerakan mengatasi kondisi darurat kekerasan terhadap perempuan dan anak harus segera direalisasikan.
Kasus ini bermula dari laporan seorang perempuan berusia 24 tahun yang mengaku menjadi korban kekerasan seksual oleh Achraf Hakimi di kediaman pribadi sang pemain di Paris.
Pendanaan pemulihan melalui peraturan ini hanya dapat diberikan setelah mekanisme restitusi dijalani, tetapi tidak ada batasan waktu yang tegas.
Dengan PP 29/2025 maka pengobatan korban kekerasan dan kekerasan seksual yang tidak tercover oleh program jaminan kesehatan nasional (JKN), bisa mendapatkan dana bantuan.
Iffa Rosita menegaskan pentingnya implementasi pedoman ini sebagai bentuk komitmen kelembagaan dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved