Headline
RI-AS membuat protokol keamanan data lintas negara.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
KOMNAS Perlindungan Anak menerima 3.547 kasus pengaduan hak anak per Januari hingga Desember 2023. Angka tersebut naik 30% dibandingkan tahun lalu.
Pjs Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Lia Latifah, merinci kasus yang dilaporkan antara lain kasus kekerasan fisik sebanyak 958 kasus (27%), kekerasan psikis 674 kasus (19%) dan paling banyak yaitu kasus kekerasan seksual sebanyak 1.915 kasus (54%).
"Terdapat 213 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh keluarga korban (incest). Beberapa latar belakang kasus kekerasan seksual diantaranya karena menonton video porno," kata Lia dalam konferensi pers di Kantor Komnas Perlindungan Anak, Jakarta Timur, Kamis (28/12).
Baca juga : MPR: Pencegahan Perundungan di Lingkungan Pendidikan Harus Konsisten
Komnas Perlindungan Anak juga menemukan kasus kekerasan yang sedang marak saat ini dikalangan masyarakat yaitu, kasus perundungan atau bullying sebanyak 16.720 anak.
Kemudian anak yang menjadi korban pornografi sebanyak 10.314 anak dan anak yang memiliki konten pomografi sebanyak 9.721 anak.
Sebagai dampak dari perilaku perundungan ini, kata Lia, banyak anak yang akhirnya tidak percaya diri, tidak mau bersosialisasi, tidak mau pergi ke sekolah, mengalami depresi, sampai melakukan perilaku bunuh diri.
Baca juga : KPAI: Screen Time Gawai Pengaruhi Kepribadian Anak
"Sedangkan dampak dari anak yang kecanduan ponografi hingga kecanduan gadget, banyak anak yang menarik diri, terutup, sulit konsentrasi dan ada anak yang sampai mengalami gangguan jiwa," ujar Lia.
Menurutnya kasus-kasus kekerasan terhadap anak terjadi justru di lingkungan terdekat anak, yakni di rumah, di lembaga pendidikan dan lingkungan sosial anak. Sedangkan pelakunya adalah orang terdekat dari sang anak, seperti ayah, ibu kandung, paman, guru, maupun ayah tiri, hingga ibu tiri.
Berdasarkan tempat kejadian kekerasan terhadap anak ada di lingkungan keluarga terdapat 35%, lingkungan sekolah 30%, lingkungan sosial 23%, dan tidak disebutkan 12%.
Baca juga : Orangtua Berperan Penting untuk Cegah Perilaku Perundungan
Sebagaian besar kasus yang dilaporkan tentang tindakan kekerasan terhadap anak berasal dari keluarga yang hidup dalam keluarga kelas menengah. Tindakan kekerasan terhadap anak juga terjadi di keluarga bawah dan keluarga atas, tetapi tindakan yang dilaporkan lebih banyak di antara keluarga menengah.
Oleh karena itu sepanjang tahun 2023 Komnas Perlindungan Anak melakukan Sosialisasi dan Edukasi ke sekolah-sekolah Tingkat SD, SMP dan SMA serta melakukan parenting kepada orang tua.
Pemecahan masalah kekerasan terhadap anak yang harus menjadi prioritas bersama, kesadaran orang tua, guru, kepedulian masyarakat dan peran pemerintah. Komnas Perlindungan Anak sudah melakukan kegiatan preventif dan edukasi kepada 21.150 anak dan kegiatan parenting kepada orang tua 3.600 orang tua.
"Dalam hal itu, orang tua juga harusnya bisa menahan diri untuk tidak melampiaskan kekesalahannya terhadap anak. Masyarakat harus ikut mengawasi jika di lingkungannya terjadi kekerasan terhadap anak hendaknya berani melapor," pungkasnya. (Z-4)
Menurut ICJR, praktiknya penyediaan layanan aborsi aman tidak terlaksana di lapangan dikarenakan tidak ada realisasi konkret dari pemangku kepentingan untuk menyediakan layanan.
Dua lembaga internal, yakni Satgas PPKS dan Komisi Penegak Disiplin UMS telah melakukan investigasi, dan menemukan pelanggaran etik atas dua oknum.
Koordinasi penanganan kekerasan seksual tak hanya bisa mengandalkan lembaga negara yudisial.
Putusan DKPP ke Hasyim Asy'ari beri pelajaran kepada pejabat publik agar tidak menyalah gunakan kewenangan
Berikan pendidikan seks sesuai dengan usianya untuk bisa menetapkan batasan pada orang lain.
SEORANG ayah tiri di Ciamis, Jawa Barat (Jabar), tega melakukan kekerasan seksual kepada balita yang baru berumur dua tahun.
Peringatan Hari Anak Nasional merupakan bentuk nyata dari penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak anak sebagai generasi penerus bangsa yang memiliki peran strategis.
Pengawasan orangtua kepada anak saat mengakses gadget dibutuhkan agar anak bisa memahami batasan akses ke jenis-jenis konten yang sesuai untuk usia mereka.
Stimulasi sensorik sendiri melibatkan penggunaan panca indra anak mulai dari penglihatan hingga sentuhan sehingga anak bisa memahami dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Ternyata kebiasaan mengakses gadget ini malah membuat pola makan anak menjadi tidak teratur, anak cenderung tidak menyadari rasa lapar.
Anak yang terpapar lagu-lagu dari lingkungannya perlu bimbingan orangtua untuk mengarahkan referensi musik yang lebih sesuai kepada anak dan menikmatinya bersama.
Kesulitan meregulasi emosi dan impulsivitas bisa menjadi salah satu faktor seorang anak dalam kenakalan yang akhirnya berujung pada tindak kriminal.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved