Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Banyak Kasus Bunuh Diri, Kesehatan Mental Jangan Dianggap Enteng

Atalya Puspa
16/12/2023 17:51
Banyak Kasus Bunuh Diri, Kesehatan Mental Jangan Dianggap Enteng
Ilustrasi bunuh diri(Freepik.com)

ORGANISASI Kesehatan Dunia (WHO) mencatat setiap tahun, 703 ribu orang mengakhiri hidup mereka sendiri, dan masih banyak orang lain yang mencoba bunuh diri.

Pada 2019, WHO mencatat bunuh diri terjadi sepanjang rentang usia dan merupakan penyebab kematian keempat terbanyak di kalangan individu berusia 15–29 tahun.

Bunuh diri tidak hanya terjadi di negara-negara berpendapatan tinggi, tetapi merupakan fenomena global di semua wilayah dunia. Bahkan, lebih dari 77% dari bunuh diri global terjadi di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah.

Baca juga : Marak Kasus Bunuh Diri, Masyarakat Perlu Lebih Peka

Berkaitan dengan itu, Psikolog Novita Tandry mengungkapkan bunuh diri yang memiliki kaitan erat dengan kesehatan mental tidak bisa dianggap masalah sepele. 

“Kesehatan mental jangan dianggap enteng, sama seriusnya dengan kesehatan fisik. Seperti kita terkena diabetes, kanker, tumor, apapun harus diobati, dicari pertolongan,” kata Novita saat dihubungi, Sabtu (16/12).

Baca juga : Terjerat Utang Pinjol jadi Motif Ayah di Malang Bunuh Diri Setelah Racuni Istri dan Anak

Menurut dia, ada berbagai faktor yang memicu orang melakukan bunuh diri. Selain masalah ekonomi dan sosial seperti terlilit utang atau masalah keluarga, masalah lainnya yang dapat memicu bunuh diri ialah gangguan mental.

Novita menyebut, ada berbagai macam tanda akan bunuh diri yang bisa terlihat dari orang terdekat. Di antaranya gangguan makan, gangguan tidur dan fantasi yang berulang. 

“Dalam kepala dia, saya akan mengakhiri nyawa dan hidup saya dengan cara seperti apa. Jadi sebenarnya bukan tidak ada gejala, pasti akan terlihat dari orang terdekat, kecuali orang yang gak serumah,” bebernya.

Tanda-tanda itu bisa berlangsung selama beberapa tahun. Kemudian, akan meningkat menjadi mood disorder atau suasana hati yang cukup membingungkan. Dari situ, perlu dilakukan diagnosis, apa yang telah dilaluinya.

“Bisa jadi dia baru kehilangan pekerjaan, gak lulus kuliah. Semua akumulasi datang dalam waktu yang bersamaan, dan itu akan membuatnya nekat melakukan hal yang dianggap dia sebagai jalan keluar,” ucapnya.

Menurut Novita, kasus bunuh dirii dapat dicegah dengan intervensi yang tepat waktu, berbasis bukti, dan seringkali berbiaya rendah. Agar respons nasional efektif, diperlukan strategi pencegahan bunuh diri yang komprehensif dan melibatkan berbagai sektor.

“Budaya kita kadang memang tabu untuk menceritakan kalau ada masalah dan dianggap menjadi rahasia. Padahal setiap orang sebagai makhluk sosial butuh orang lain,” pungkas Novita.

Tulisan berikut bukan dimaksudkan menginspirasi siapa pun untuk melakukan tindakan serupa. Jika Anda merasa depresi, berpikir untuk bunuh diri, segera konsultasikan segala masalah Anda ke tenaga profesional seperti psikolog, klinik kesehatan mental, psikiater, dan pihak lain yang bisa membantu. (Z-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya