Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Dua puluh dua tahun mendatang atau tahun 2045, Indonesia merdeka akan memasuki usia emas karena genap berusia 100 tahun.
Pada tahun tersebut generasi saat ini yang tengah mengenyam pendidikan sekolah menengah dan pendidikan tinggi sekaligus sebagai bonus demografi Indonesia, akan menjadi pengambil keputusan strategis di berbagai level kepemimpinan dan berbagai sektor.
Mereka adalah generasi emas yang tengah dipersiapkan memimpin Indonesia Emas 2045.
Baca juga: Pasca-COP28, Kadin Indonesia Dorong Peluang Pengembangan Industri Hijau
“Indonesia harus dapat memastikan pada usia emas Indonesia Merdeka pada 2045 lingkungan di Indonesia masih berkualitas untuk dihuni generasi mendatang meskipun terjadi perubahan iklim," jelas Prof.Emil Salim dalam keterangan, Sabtu (16/12).
"Dengan demikian generasi saat ini harus total football untuk bergerak mencegah dan beradaptasi dengan perubahan iklim melalui kolaborasi dengan berbagai bidang keahlian dan sektor kegiatan,” kata Prof Emil Salim.
Emil Salim, menyampaikan agar generasi saat ini untuk menjaga keberlanjutan Indonesia pada 2045 dan seterusnya.
Mantan Menteri Lingkungan Hidup ini mengajak seluruh elemen untuk berkontribusi signifikan dalam komitmen Indonesia menjalankan program mitigasi dan adaptasi dengan berkolaborasi bersama pemerintah, dunia usaha, pendidikan dan civil society lainnya.
Baca juga: COP 28 Tak Hasilkan Sikap Tegas untuk Atasi Krisis Iklim Global
Ia meminta Indonesia mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) untuk dapat melakukan mitigasi dan adaptasi di tengah perubahan iklim menjadi tugas besar yang harus diselesaikan.
Amelia Farina Salim, Ketua Yayasan Emil Salim Institute, menyampaikan fenomena perubahan iklim semakin menunjukkan bertambahnya tingkat keparahan dan perluasan kejadian ekstrem sebagai akibat dari pemanasan global.
"Perubahan iklim yang terjadi saat ini merupakan suatu fenomena baru yang belum pernah terjadi sebelumnya," katanya.
“Selain itu, pada masa mendatang diprediksi bahwa fenomena perubahan iklim seperti gelombang panas, curah hujan yang berlebihan, kekeringan, dan badai akan semakin meningkat frekuensinya dan semakin meluas seiring dengan berjalannya waktu. Dunia dihadapkan pada tantangan untuk dapat mengurangi tingkat keparahan dan risiko perubahan iklim oleh berbagai sektor,” ujar Amelia.
Baca juga: SR Asia Indonesia Mengampanyekan Net Zero Emission
President Director Emil Salim Institute, E Kurniawan Padma menambahkan energi sendiri memiliki peran yang sangat signifikan dalam mengurangi emisi GRK sebagai penyebab perubahan iklim tersebut.
International Energy Agency (2020) melaporkan bahwa pada tahun 2019, sektor energi menyumbang emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sekitar 37 GtCO2e secara global.
Dari jumlah tersebut, kata dia pembakaran bahan bakar menghasilkan sebesar 34 GtCO2e atau 40% dari total emisi GRK di seluruh dunia. Gangguan terhadap sektor energi tersebut tentu saja akan menurunkan tingkat ketahanan energi suatu negara.
Baca juga: Menko Airlangga: Generasi Mendatang Berhak Menikmati Lingkungan Aman dari Bencana
“Di sisi lain, ketahanan energi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan perwujudan Sustainable Development Goals (SDG) Tujuan 7 yaitu energi yang terjangkau dan bersih untuk semua generasi baik saat ini maupun akan datang," jelas Kurniawan.
"Pemanfaatan energi bersih berbasis sumber daya alam setempat akan menciptakan ketahanan ekonomi melalui ketersediaan energi yang berkelanjutan,” terangnya.
Rosdinal Salim, selaku Panitia Pengarah ICCF #1 2024, mengungkapkan forum ini menjadi ruang yang strategis untuk memberikan pemahaman terkait isu-isu perubahan iklim dan akhirnya dari pemahaman bersama yang dimiliki akan dihasilkan kesepakatan bersama sebagai upaya nyata dalam melakukan pengurangan resiko perubahan iklim.
“Dalam tindakan pembangunan baik bersifat lokal maupun global, termasuk tentunya tindakan Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim yang saat ini dampaknya sudah sama-sama dirasakan,” pungkas Rosdinal. (RO/S-4)
Studi terbaru mengungkap populasi burung tropis turun hingga 38% sejak 1950 akibat panas ekstrem dan pemanasan global.
Dengan cara mengurangi emisi gas rumah kaca, beradaptasi perubahan iklim, dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Perubahan iklim ditandai dengan naiknya suhu rata-rata, pola hujan tidak menentu, serta kelembaban tinggi memicu ledakan populasi hama seperti Helopeltis spp (serangga penghisap/kepik)
PEMERINTAH Indonesia menegaskan komitmennya dalam mempercepat mitigasi perubahan iklim melalui dukungan pendanaan dari Green Climate Fund (GCF).
Indonesia, dengan proposal bertajuk REDD+ Results-Based Payment (RBP) untuk Periode 2014-2016 telah menerima dana dari Green Climate Fund (GCF) sebesar US$103,8 juta.
Periset Pusat Riset Hortikultura BRIN Fahminuddin Agus menyatakan lahan gambut merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar, terutama jika tidak dikelola dengan baik.
Studi terbaru mengungkap populasi burung tropis turun hingga 38% sejak 1950 akibat panas ekstrem dan pemanasan global.
Studi Nature ungkap pemanasan global tingkatkan fotosintesis darat, tapi lemahkan produktivitas laut. Hal itu berdampak pada iklim dan rantai makanan global.
Komitmen terhadap pengelolaan lingkungan berkelanjutan harus ditegakkan secara konsisten demi menjawab ancaman serius akibat pemanasan global.
Riset terbaru mengungkap pemanasan global membuat ribuan meteorit tenggelam di bawah es Antartika setiap tahun.
Mencairnya gletser memuci letusan gunung api yang lebih sering dan eksplosof, yang memperparah krisis iklim.
Penelitian terbaru mengungkap hilangnya hutan tropis menyebabkan pemanasan global berkepanjangan setelah peristiwa Great Dying 252 juta tahun lalu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved