Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
MANAJER Kampanye Pelaksana Hutan dan Pertanian Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi), Uli Artha Siagian, mengaku kecewa dengan hasil Konferensi Perubahan Iklim (COP 28) yang berlangsung di Dubai pada November—Desember 2023. Menurut dia, hasil pertemuan itu sama sekali tidak memiliki sikap yang tegas terhadap situasi krisis iklim global yang semakin parah saat ini.
“Beberapa keputusan yang kita highlight dan kemudian itu akan semakin memperburuk situasi iklim dan rakyat di antaranya dorongan mengadopsi passed out kemudian tidak diambil atau tidak disepakati. Diadopsi itu malah penurunan bertahap atau passed down,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Kamis (14/12).
“Ini sama dengan keputusan Glasgow dua tahun lalu. Artinya selama dua tahun tidak ada keputusan yg lebih baik dan kita melewati dua tahun dengan sia-sia. Ini juga menunjukkan politik bisnis fosil masih sangat dominan dan kuat mempengaruhi putusan internasional,” sambung Uli Artha.
Baca juga: COP28 Sepakati Pengurangan Bahan Bakar Fosil
Lebih lanjut, Uli Artha juga menyoroti keputusan percepatan 3 kali transisi energi. Menurutnya, saat ini ada kekeliruan dalam memahami transisi energi bahkan sampai pada tahap implementasi. Transisi energi saat ini diimplementasikan dengan pembangunan ekosistem listrik yang justru ketika dipercepat 3 kali lipat akan memperbesar ekstraksi nikel, cobalt dan hasil tambang lainnya di wilayah yang berpotensi.
“Bisa dibayangkan akan sebesar apa daya rusaknya ketika eksploitasi nikel terjadi,” tegasnya.
Uli Artha juga menilai bahwa transisi energi melalui biodiesel juga menjadi permasalahan. Pasalnya, komoditas utama biodiesel adalah sawit. Ketika negara utara dan selatan mempercepat transisi dan dijawab dengan biodiesel, maka akan semakin besar hutan yang beralih menjadi sawit dan dikelola korporasi.
Baca juga: COP-28 Berakhir, Negara Maju Mangkir
“Dia menambahkan bahwa semua keputusan itu tidak diikuti dengan dukungan finansial dari negara utara ke negara berkembang. Jadi hal ini hanya akan terus memperpanjang dan memperlama proses kolonialisasi negara utara ke negara selatan. Karena tidak diikuti dukungan finansial. Itu juga jadi persoalan yang besar,” ujar Uli Artha.
Secara terpisah, Dekan Fakultas Kehutanan dan Lingkungan (Fahutan) IPB University Naresworo Nugroho mengatakan bahwa beberapa keputusan di COP 28 menunjukkan bahwa banyak negara masih mementingkan kepentingan sendiri dibandingkan kepentingan global.
“Seperti belum disepakatinya penghapusan bahan bakar fosil artinya banyak negara yang masih harus memperhatikan kepentingannya sendiri bukan untuk kepentingan global,” pungkas Naresworo.
(Z-9)
COP merupakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim bagi pemimpin dunia yang mendiskusikan langkah-langkah dalam mengatasi perubahan iklim di masa depan.
Operasional Kantor Wali Kota Melbourne telah 100% menggunakan energi terbarukan, terkait hal ini Jakarta dapat belajar dari Melbourne.
Jakarta terus mengembangkan kerja sama dengan berbagai kota global dunia, salah satunya Tokyo.
PARA menteri lingkungan hidup dari negara-negara G20 gagal menyepakati target pemangkasan emisi. Kondisi serupa juga menerpa isu penting lainnya untuk mengatasi perubahan iklim
Uni Eropa bersedia untuk mengambil "langkah-langkah tambahan" untuk membantu negara-negara berkembang, terutama dalam hal kerusakan iklim.
Sejak menjadi Paus pada 2013, pastor berusia 86 tahun itu telah menjadikan masalah lingkungan hidup sebagai perhatian utamanya.
BADAN Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi bahwa kondisi cuaca ekstrem berupa curah hujan sangat tinggi akan terus bertahan hingga Maret-April 2025.
Empat perempuan muda tersebut yakni Yola, asal Kota Kupang, Karmelita asal Kabupaten Nagekeo, Ina, asal Kabupaten Lembata dan Helda asal Kabupaten Timor Tengah Selatan.
Di tengah krisis iklim dan krisis pangan, peran petani milenial dan pemanfaatan teknologi menjadi kunci penting bagi Indonesia dalam menjaga ketahanan pangan nasional.
Workshop pemilahan sampah diharapkan dapat mengedukasi kalangan anak anak untuk peduli lingkungan sejak dini.
Mengawali rangkaian acara menyambut ulang tahun, Swiss-Belresort Dago Heritage dan Zest Sukajadi Bandung menggelar kegiatan penanaman 141 pohon di Taman Hutan Raya, Ir. H. Djuanda, Bandung.
Konsorsium SNAPFI, merupakan tim proyek penelitian kolaboratif antara Pusat Perubahan Iklim Institut Teknologi Bandung (PPI-ITB) dengan Deutsches Institut für Wirtschaftsforschun
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved