Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
EPR (Extended Producer Responsibility) atau Tanggung Jawab Produsen yang di perluas adalah program yang bertujuan untuk membuat produsen bertanggung jawab atas dampak lingkungan dari produk mereka diseluruh rantai produk, dari mulai desain sampai dengan pembuangan produk oleh konsumen.
Awalnya, prinsip dan ketentuan EPR diperkenalkan pada pertemuan World Summit Sustainable Development pada 2002 di Johannesburg. Afrika Selatan.Walaupun tidak menyebut istilah EPR, pertemuan tersebut merekomendasikan upaya produksi dan konsumsi yang berkelanjutan.
Baru pada pertemuan Negara G8 pada tahun 2003 hingga 2005, EPR yang temasuk dalam komponen 3R (reduce, reuse, recycle) dirumuskan. Pertemuan 3R selanjutnya dilaksanakan di Tokyo pada 2005 dan 2006 secara lebih spesifik tentang EPR.
Baca juga: Kebiasaan Kelola Sampah Harus Dimulai Sejak Kecil
UU No 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah merupakan acuan hukum pelaksanaan pengelolaan sampah di Indonesia. Undang Undang ini sudah menetapkan sebuah aturan yang memandang pengelolaan sampah dengan paradigma baru yaitu pendekatan proses 3R (Reuse, Reduce, Recycle) serta sudah melibatkan beberapa pihak, terutama masyarakat dan pelaku industri untuk berperan serta dalam masalah pengelolaan sampah.
Peraturan Presiden No. 97/2017 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Jakstranas adalah arah kebijakan dan strategi dalam pengurangan dan penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga tingkat nasional yang terpadu dan berkelanjutan” dan menetapkan target pemenuhan 30% pengurangan sampah dan 70% penanganan sampah hingga tahun 2025.
Baca juga: Masyarakat Harus Beri Sanksi Produsen yang Tak Peduli atas Limbah Produknya
Pemerintah pusat dan Pemda diharapkan dapat menyelenggarakan pengelolaan sampah melalui konsep Pengelolaan Sampah Berkelanjutan melalui tiga pilar pendekatan yakni: (1) Pengurangan sampah di hulu (masyarakat dan produsen), (2) penerapan Sirkular Ekonomi, dan (3) penanganan sampah oleh Pemda dan mitra bisnis (End of pipe solutions).
PermenLHK P.75/201
Untuk memberikan pedoman pelaksanaan kewajiban produsen dalam pengurangan sampah tersebut, Kementerian LHK telah menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.
Bentuk pengaturan tanggung jawab Produsen secara konkret tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.75/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen dimana Produsen wajib membatasi timbulan sampah, mendaur ulang sampah melalui penarikan kembali (takeback), dan memanfaatkan kembali sampah.
Baca juga: PSEL Wujudkan Bekasi Menuju Bebas Sampah
Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen ini disusun untuk waktu 10 tahun dimulai sejak 2020 sampai dengan 2029 dengan target pengurangan sampah barang dan kemasan barang serta wadah berbahan plastik, kertas, kaca, dan aluminium sebesar 30% dari jumlah produk dan/atau kemasan produk yang dihasilkan dan dipasarkan di tahun 2029.
Permen LHK No. P.75/2019 mewajibkan produsen sektor bidang usaha manufaktur pemegang merek, bidang usaha ritel, dan bidang usaha jasa makanan dan minuman untuk mengurangi sampah yang berasal dari produk dan kemasan produk yang mereka hasilkan dan pasarkan dengan cara membatasi timbulan sampah, mendaur ulang sampah melalui penarikan kembali, dan memanfaatkan kembali sampahnya.
Selain itu, Permen LHK tersebut mengatur pelarangan penggunaan secara bertahap (phase out) beberapa jenis plastik sekali pakai sampai 31 Desember 2029. Permen LHK No. P.75/2019 merupakan platform untuk menerapkan Circular Economy dalam pengelolaan sampah di Indonesia.
Circular Economy
Model circular economy ini menggantikan prinsip linear economy yang saat ini banyak dijalankan dimana produk dan material dirancang sekali pakai setelah itu dibakar atau dibuang ke lingkungan (make-take-dispose).
Inti dari circular economy adalah menyeimbangkan aspek lingkungan dan ekonomi sehingga dapat dijalankan bersamaan secara berkelanjutan (environmentally and economically sustainable).
Permen LHK P.75/2019 secara utuh memuat kerangka hukum dan kerangka teknis penerapan circular economy dalam pengelolaan sampah.
Secara operasional, Permen LHK P.75/2019 mewajibkan para produsen untuk melaksanakan praktik circular economy dalam bisnisnya dengan menjalankan prinsip pembatasan timbulan sampah (R1), pendauran ulang sampah (R2), dan pemanfaatan kembali sampah (R3).
Skema eliminasi produk dan kemasan yang tidak dapat masuk sistem economy circular terpenuhi oleh prinsip R1 (design out of waste and pollution), skema close/open loop recycling terpenuhi oleh prinsip R2, dan skema kemasan guna ulang, repair, refurbish, dan remanufacture terpenuhi oleh prinsip R3.
Hambatan, Peluang, Tantangaan EPR
Walaupun telah didukung dengan instrumen peraturan yang telah mengadopsi sistem EPR dan pendekatan prinsip-prinsip Sirkular Ekonomi, namun dalam kenyataannya penerapan EPR/P.75 Tahun 2019 masih belum optimal.
Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yaitu: 1) Masih kurang massif-nya promosi atau propaganda melalui sosialisasi atau diseminasi yang dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah kepada para pihak pelaku usaha produsen yang menjangkau semua wilayah administrasi baik provinsi maupun kab/kota.
Baca juga: OCS Menggandeng World Cleanup Day Indonesia Bersihkan Sampah di Sungai Ciliwung
Saat ini jangkauan diseminasi pemerintah mengenai penerapan Permen LHK P.75/2019 kepada Produsen relative masih kurang jika dibandingkan dengan jumlah Produsen yang dikenakan kewajiban peraturan ini,
2) Masih kurangnya dukungan gerakan kolaborasi dan sinergitas para pihak terkait termasuk para asosiasi dalam penerapan EPR di Indonesia,
3) Belum optimalnya fungsi kelembagaan pusat dan daerah dalam penerapan EPR, 4) Belum efektifnya penerapan skema insentif dan dis-insentif yang diberikan kepada pelaku usaha produsen dalam penerapan EPR.
5) Belum tersedianya instrumen pengawasan dan penegakan hukum yang efektif dan terintegrasi melibatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha serta para pihak asosiasi dan masyarakat.
Kewajiban pengurangan oleh produsen telah melahirkan tantangan dan juga peluang bisnis baru di Indonesia. dengan model bisnis yang sama sekali baru, unik, dan tidak pernah terpikirkan sebelumnya atau melakukan perubahan model bisnis lama dengan sentuhan modern melalui penerapan socio-entrepreneurship dan ekosistem digital.
Contoh beberapa pelaku usaha yang berkaitan dengan pengurangan dan penanganan sampah di Indonesia dalam pelbagai bentuk model bisnis yang mendorong gaya hidup minim sampah, antara lain toko curah (bulkstore), bisnis isi ulang produk (refill), bisnis penyewaan wadah makanan (reuse), pengumpul sampah (waste collector), dan bisnis upcycle.
Tumbuh pula bisnis yang fokus dalam inovasi produk alternatif pengganti plastik hingga bisnis karangan Bunga Digital untuk mencegah timbulan pada saat acara pernikahan.
Baca juga: Prof Kosuke Mizuno: Perbanyak Peraturan yang Mengikat Soal Sampah
Peluang dan tantangan lainnya adalah P.75/2019 saat ini belum mengakomodir jenis kegiatan usaha produsen untuk sektor e-waste, otomotif dan sektor pertanian yang berpotensi kontribusi terhadap kebocoran sampah ke media lingkungan.
Kebijakan EPR merupakan langkah positif untuk mendorong praktik daur ulang, tetapi sendirinya tidak dapat mengatasi sepenuhnya masalah sampah. Diperlukan kesadaran masyarakat dalam memilah dan menggunakan produk daur ulang. Di samping itu, produsen juga harus menghasilkan produk yang ramah lingkungan, karena tanpa itu, sistem daur ulang tidak akan berfungsi secara efektif.
Program EPR harus dirancang untuk memberikan insentif kepada produsen dengan memasukkan perubahan di bagian hulu pada tahap desain agar lebih ramah lingkungan.
Kebijakan harus mendorong terciptanya inovasi dengan lebih fokus pada pendekatan siklus hidup produk sehingga dampak lingkungan dapat dikendalikan atau dialihkan kebagian lain dalam rantai produk.
Diharapkan semua para pelaku produsen sektor bidang usaha manufaktur pemegang merek, pelaku usaha ritel (pusat perniagaan, pasar) dan bidang usaha jasa makanan dan minuman (hotel, café) mulai saat ini disiapkan untuk dapat mengenal, memahami dan menerapkan Permen LHK P.75/2019..(RO/S-4)
Dari 63 burung yang sudah mati, hasilnya, ditemukan hampir 1.200 potongan plastik dalam sistem pencernaan semua burung, yang umumnya jenis mikrofiber.
Bahkan partikel plastik yang sangat kecil itu mendorong pembentukan biofilm, komunitas mikroba, termasuk patogen, yang membentuk lapisan berlendir di permukaan
KLHK meminta pemerintah daerah melakukana antisipasi dengan menyiapkan tempat-tempat sampah yang memadai di daerah ramai pemudik.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meminta masyarakat, terutama para pemudik, tidak menggunakan barang-barang sekali pakai seperti plastik atau styrofoam.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bakal melarang tempat-tempat perbelanjaan menggunakan kantong plastik sekali pakai. Aturan tersebut berlaku efektif 1 Juli 2020.
Jika tidak ada perubahan, pergub akan melarang seluruh bentuk penggunaan plastik belanja sekali pakai baik di retailer modern hingga pasar tradisional.
Upaya tampil glowing idealnya disertai dengan langkah-langkah menjaga kelestarian bumi. Berikut kiat untuk mewujudkannya.
Amorepacific berkomitmen dan merasa bertanggung jawab atas dampak plastik terhadap lingkungan.
Semua pihak harus serius menangani sampah khususnya sampah plastik, bisa dimulai dengan wisatawan tidak membawa botol minuman dan tempat makan plastik sekali pakai
Menteri Siti turun langsung memungut sampah dan memasukannya ke dalam karung untuk kemudian dilakukan penimbangan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved