Headline
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.
DI tengah meningkatnya polusi plastik, seorang guru di SDN 003 Bontang Utara, Bontang, menunjukkan bahwa perubahan dapat dimulai dari ruang kelas. Siti Mahmudah, guru yang mengabdi sejak 2005 dan beralih ke pendidikan dasar pada 2009, menjadi pelopor pendidikan lingkungan hidup di sekolah dasar.
Melalui pendekatan kreatif dan semangat tinggi, Bu Siti membuka wawasan siswa tentang polusi plastik dan mengajarkan mereka cara mengelolanya menjadi sesuatu yang bermanfaat, yaitu ecobrick. Proses ini dimulai dengan diskusi di kelas mengenai dampak sampah plastik terhadap lingkungan. Siswa kemudian mengumpulkan plastik bekas makanan, bungkus jajanan, dan sedotan untuk diolah menjadi ecobrick.
Ecobrick adalah botol plastik yang diisi padat dengan limbah plastik bersih, yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan alternatif. Dari botol-botol ini, siswa menciptakan berbagai karya, seperti kursi kecil, meja, hingga bangku panjang. "Anak-anak lebih bangga ketika tahu mereka bisa menciptakan sesuatu yang berguna dari sampah yang sebelumnya hanya dibuang," ujar Bu Siti.
Berkat proyek ini, siswa SDN 003 Bontang Utara tidak hanya memahami prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle), tetapi juga mulai menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Mereka membawa pouch sampah kecil yang digantung di tas untuk menampung sampah pribadi sebelum dibuang pada tempatnya. Kebiasaan kecil ini memberi dampak besar pada kebersihan dan kesadaran lingkungan.
Proyek ini tidak hanya menjadi bagian dari kurikulum sekolah, tetapi juga mengarah pada gaya hidup berkelanjutan di kalangan siswa. Inisiatif Bu Siti melibatkan kader Adiwiyata dan alumni sekolah untuk memberikan pelatihan mengenai pengolahan sampah dan pembuatan ecobrick. Ini menciptakan keterampilan praktis serta mempererat kerjasama antara siswa dan komunitas sekolah.
Metode pengajaran Bu Siti tentang keberlanjutan terintegrasi dalam mata pelajaran IPA. Siswa tidak hanya belajar tentang daur ulang secara teori, tetapi langsung mempraktikkannya. Proyek ini juga mendukung Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dengan tema Gaya Hidup Berkelanjutan. "Saat praktik langsung, anak-anak lebih antusias. Mereka belajar bukan hanya dengan kepala, tetapi juga dengan hati dan tangan," kata Bu Siti. Hasilnya, bukan hanya kesadaran yang tumbuh, tetapi juga kreativitas siswa.
Meskipun mengubah kebiasaan membutuhkan waktu, kemajuan terlihat di SDN 003 Bontang Utara. Siswa kini lebih tertib dalam membuang sampah, aktif mengumpulkan limbah plastik, dan bangga memamerkan karya ecobrick mereka. Inisiatif Bu Siti menjadi angin segar di tengah tantangan lingkungan Kalimantan Timur. Pendidikan lingkungan hidup tidak harus mahal atau rumit—dimulai dengan kepedulian dan kreativitas.
Memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia pada 5 Juni, kisah Bu Siti dan siswa-siswa SDN 003 Bontang Utara mengingatkan kita bahwa pendidikan bisa menjadi alat perubahan yang kuat. Dari ruang kelas sederhana di Bontang, tumbuh generasi yang mencintai dan menjaga bumi. Pendidikan lingkungan bukan hanya tugas segelintir orang, tetapi tanggung jawab bersama. Jika siswa SDN 003 Bontang Utara bisa, kita juga pasti bisa. (RO/Z-10)
Jika tidak ada upaya luar biasa mengatasi polusi sampah plastik, seluruh tempat pemrosesan akhir (TPA) di Indonesia akan penuh pada 2028.
UPAYA pencegahan polusi plastik harus menjadi gerakan kolektif berkelanjutan dalam pelestarian lingkungan hidup sebagai wujud cinta tanah air.
Lulusan perguruan tinggi kini menjadi kelompok dengan angka pengangguran tertinggi, mencerminkan krisis kesiapan menghadapi dunia kerja.
Di Tenggarong, Kalimantan Timur, tepatnya di Desa Ponoragan, berdiri Rumah Anak SIGAP—sebuah ruang aman dan ramah anak yang mendukung tumbuh kembang anak
Belajar bersama anak menjadi wujud cinta seorang ayah di Hari Anak Nasional, menciptakan momen hangat, penuh makna, dan ikatan yang semakin erat.
Pemaparan ini dilakukan dalam Konferensi Regional Jaringan Asia-Pasifik untuk Anak Usia Dini (Asia-Pacific Regional Network for Early Childhood/ARNEC) 2025 yang baru saja diselenggarakan.
Nitya Ade Santi, doktor termuda IPB University, kembangkan metode deteksi dampak kebakaran hutan menggunakan citra satelit dan analisis multi-waktu.
Dengan peningkatan kebijakan yang tepat, Indonesia dapat terus meningkatkan angka partisipasi sekolah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved