Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
Pantai Gambut mencatat adanya lonjakan titik panas yang memicu meluasnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada bulan September 2023 dibanding bulan-bulan sebelumnya. Terhitung dari 1 sampai 12 September 2023 saja, titik panas di satuan hidrologis gambut (KHG) tercatat sebanyak 15.302. Angka itu meningkat dibanding Agustus 2023 yang hanya 14.437 titik dan Juli sebanyak 3.309 titik.
Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sumatra selatan dan Papua Selatan menjadi empat provinsi yang terlihat mendominasi sebaran titik panas.
Juru Kampanye Pantau Gambut Abil Salsabila mengungkapkan, tren kenaikan jumlah titik panas yang sering terjadi setiap bulan September harus menjadi peringatan nyata bagi pemerintah untuk melakukan mitigasi jangka panjang.
“Berbagai pernyataan pemerintah sering menyuguhkan penurunan angka karhutla saat ini dibanding 2015 dan 2019 yang mengalami karhutla besar. Padahal, penting untuk melihat bahwa pola peningkatan karhutla yang tidak berubah setiap tahunnya menjadi indikasi tidak tepatnya priroitas kebijakan,” kata Abil dalam keterangan resmi, Selasa (19/9).
Baca juga: Ekosistem Gambut di Kalsel Kian Terancam
Menurut dia, saat ini pemerintah hanya berfokus pada upaya tanggap darurat dan kasussitik dibandingkan mitigasi jangka panjang seperti memastikan kepatuhan konsesi terhadap perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut.
Menurut dia, penegakan hukum pada perusahaan yang membuka lahan dengan cara bakar juga menjadi masalah lain yang tidak kunjung dianggap serius oleh pemerintah. Kajian Pantau Gambut pada Juli 2023 menyebutkan bahwa 666 perusahaan yang beroperasi di atas lahan gambut memiliki tingkat kerentanan karhutla yang tinggi.
“Fakta ini memperpanjang catatan pada lemahnya komitmen pemerintah dalam menanggulangi rusaknya ekosistem gambut. Tidak kompetennya pemerintah dapat dilihat dari lemahnya penegakan hukum pada perusahaan yang terbukti mengalami karhutla di area kerjanya, pemutihan perusahaan perkebunan sawit yang beroperasi dalam kawasan hutan hingga kelonggaran bagi konsesi pada area kubah gambut,” tegas dia.
Baca juga: Penegakan Hukum Jadi Kunci Kesuksesan Pengendalian Karhutla
Terpisah, Koordinator Lab TMC BRIN Budi Harsoyo mengungkapkan, pihaknya kini tengah melakukan upaya teknologi modifikasi cuaca di wilayah Riau untuk mencegah terjadinya karhutla. Budi mengakui, TMC yang dilakukan di musim kemarau tentu akan menemui sejumlah tantangan.
“Kendala jelas ada. Saat sudah musim kemarau, potensi hujan tidak selalul ada setiap hari. Kelembaban udara yang relatif kering biasanya jadi kendala utama, dan ini wajar karena musim kemarau,” ucap Budi.
Namun, pihaknya terus berkoordinasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk melihat awan-awan potensial hujan di berbagai wilayah.
“Selama sepekan ke depan potensi hujan di wilayah Riau agak membaik karena faktor cuaca skala regional seperti medden julian oscillation (MJO) yang sedang aktif,” ungkapnya.
Rencananya, TMC Riau akan dilakukan selama 12 hari dengan menyiapkan sebanyak 15 ton bahan semai. Sebelumnya, operasi TMC pencegahan karhutla juga telah dilakukan di berbagai wilayah, seperti Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Jambi, Sumatra Selatan dan NTT.
Bahaya Laten
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Laksmi Dhewanthi mengungkapkan, dengan banyaknya ekosistem seperti gambut, karhutla merupakan bahaya laten yang terus mengintai Indonesia. Karenanya, Indonesia terus melakukan upaya jangka panjang.
Pemerintah, kata dia, telah menerapkan solusi permanen yang dilakukan secara terus-menerus. Dimusim hujan, pihaknya melakukan upaya pencegahan penataan lahan gambut. Lalu di musim-musim rawan seperti kemarau, pihaknya juga melakukan upaya teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk mencegah terjadinya kebakaran hebat.
“Intinya pengendalian karhutla tidak hanya bicara pemadaman api saja. Tapi sejak perencanaan sampai mudah-mudahan apinya tidak terjadi. Nanti kalau apinya sudah tidak terjadi, programnya kita ganti, bukan pengendalian karhutla tapi pengendalian pelestarian hutan dan lahan,” pungkas Laksmi.
(Z-9)
Camat dan Lurah diminta melakukan sosialisasi kepada RT dan RW agar mengingatkan warga tidak membuka lahan dengan cara membakar.
Pada 2 Juni 2025, Gubernur Riau, Abdul Wahid, menyampaikan rencana program 100 hari kerja.
Usulan ini didasarkan pada data BMKG yang memprediksi puncak musim kemarau akan berlangsung pada Juli-Agustus mendatang
Penurunan luas karhutla dimulai sejak 2015 seluas 2,6 juta hektare, menjadi 1,6 juta hektar (2019), 1,1 juta hektare (2023), dan 24.154 hektare pada 2024.
Selain kebakaran hutan dan lahan (karhutla), ancaman kekeringan juga menjadi perhatian serius.
Agustan Saining mengatakan persemaian ini dibangun oleh Pemprov Kalteng melalui Dinas Kehutanan
Berdasarkan data BMKG pada periode Januari hingga akhir Mei 2025, terdeteksi 28 titik api kategori rendah, 529 titik api kategori sedang dan 1 titik api kategori besar.
TITIK panas atau hotspot yang diduga merupakan titik kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kembali bertebaran di sejumlah kabupaten di Bangka Belitung (Babel).
Ratusan titik panas atau hotspot indikator kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) semakin banyak di Pulau Sumatera. Dari pantauan terakhir satelit, terdeteksi sebanyak 179 titik panas.
KEBAKARAN hutan dan lahan (karhutla) di Gunung Agung, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali, terus meluas. Imbasnya, 145 hektare lahan hangus terbakar.
JUMLAH titik panas atau hotspot Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Provinsi Bangka Belitung (Babel) terus berkurang karena sudah di gugur hujan.
RATUSAN titik panas atau hotspot indikator kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kembali membara di Pulau Sumatra.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved