Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
KRISIS iklim yang terjadi di dunia semakin nyata. Hal itu terlihat dari cuaca ekstrem yang menyebabkan bencana alam di berbagai belahan dunia.
Senior Campaign Strategist Greenpeace International Tata Mustasya menilai, secara global, negara-negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia belum menunjukkan komitmen real untuk mengatasi krisis iklim dalam tiga hal penting, yakni mitigasi krisis iklim, transisi energi, adaptasi dan loss and damage.
"Negara-negara maju belum memberikan dukungan yang konkret dalam bentuk pendanaan untuk transisi energi yang berkeadilan, adaptasi, dan loss and damage," kata Tata saat dihubungi, Senin (17/7).
Baca juga: Setengah Lautan di Dunia Berubah Warna Akibat Perubahan Iklim
Seperti diketahui, negara-negara di dunia telah berkomitmen untuk melakukan upaya bersama dalam pengendalian perubahan iklim. Salah satunya tertuang dalam Perjanjian Paris. Perjanjian itu adalah perjanjian internasional yang mengikat secara hukum tentang perubahan iklim . Itu diadopsi oleh 196 Pihak pada Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP21) di Paris, Prancis, pada 12 Desember 2015. Ini mulai berlaku pada 4 November 2016.
Tujuan utamanya adalah untuk menjaga peningkatan suhu rata-rata global agar tetap baik. di bawah 2°C di atas tingkat pra-industri dan mengejar upaya untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5°C di atas tingkat pra-industri. Untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5°C, emisi gas rumah kaca harus mencapai puncaknya paling lambat sebelum tahun 2025 dan turun 43% pada tahun 2030.
Baca juga: Keliling Eropa, Joe Biden Fokus pada Isu Ukraina, Swedia Hingga Perubahan Iklim
Tata melanjutkan, dalam hal ini ia melihat Indonesia juga masih bergantung pada batu bara dan tidak memberikan insentif memadai untuk percepatan pengembangan energi bersih dan terbarukan.
"Jika ingin menghentikan krisis iklim maka pencemar (polluters) harus dikenakan disinsentif dgn membayar pajak yang tinggi yang nantinya digunakan untuk pendanaan transisi energi, adaptasi, dan loss and damage," pungkas dia. (Ata/Z-7)
Studi terbaru mengungkap populasi burung tropis turun hingga 38% sejak 1950 akibat panas ekstrem dan pemanasan global.
Dengan cara mengurangi emisi gas rumah kaca, beradaptasi perubahan iklim, dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Perubahan iklim ditandai dengan naiknya suhu rata-rata, pola hujan tidak menentu, serta kelembaban tinggi memicu ledakan populasi hama seperti Helopeltis spp (serangga penghisap/kepik)
PEMERINTAH Indonesia menegaskan komitmennya dalam mempercepat mitigasi perubahan iklim melalui dukungan pendanaan dari Green Climate Fund (GCF).
Indonesia, dengan proposal bertajuk REDD+ Results-Based Payment (RBP) untuk Periode 2014-2016 telah menerima dana dari Green Climate Fund (GCF) sebesar US$103,8 juta.
Periset Pusat Riset Hortikultura BRIN Fahminuddin Agus menyatakan lahan gambut merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar, terutama jika tidak dikelola dengan baik.
COP-28 belum menghasilkan kesepakatan yang positif untuk penanggulangan perubahan iklim secara nyata.
Norwegia membayarkan kontribusi tambahan senilai US$100 juta kepada Indonesia sebagai hasil pengurangan laju deforestasi Indonesia dari periode 2017-2018, dan 2018/2019.
COP28, yang merujuk pada sesi ke-28 Konferensi Para Pihak Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Perubahan Iklim, dimulai di Dubai, Uni Emirat Arab, Kamis (30/11).
Banyak pakar meyebut krisis iklim adalah penyebab tren pemanasan global dan perubahan iklim yang menyebabkan gelombang panas akan terjadi lebih sering.
PARA pemimpin dunia hadir mendengarkan pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) untuk Pakta Pendanaan Global Baru di Paris pada Kamis, (22/6).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved