Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
STUDI terbaru dari Pusat Oseanografi Nasional Inggris dan Institut Teknologi Massachusetts di Amerika Serikat mengungkap adanya perubahan warna pada sebagian lautan di dunia selama 20 tahun terakhir. Hal ini merupakan dampak perubahan iklim yang disebabkan oleh perilaku manusia.
Para ilmuwan yang terlibat dalam penelitian itu telah mendeteksi pergeseran warna di lebih dari separuh lautan di dunia, jika ditinjau separuh wilayah tersebut lebih besar dari total luas daratan Bumi.
“Kondisi lautan di negara tropis khususnya dekat khatulistiwa telah berubah menjadi lebih hijau dalam dua dekade terakhir. Lebih dari 56% lautan dunia telah berubah warna ke tingkat yang tidak dapat dijelaskan oleh variabilitas alami,” ungkap tim peneliti seperti dilansir dari CNN pada Kamis (13/7).
Studi yang dipublikasikan di Jurnal Nature itu memaparkan perubahan ini disebabkan oleh kerusakan ekosistem, terutama pada plankton kecil yang memainkan peran penting dalam menstabilkan atmosfer bumi dan merupakan pusat dari jaringan makanan laut.
“Alasan kami meninjau perubahan warna laut adalah karena indikator tersebut mencerminkan keadaan ekosistem, ketika terjadi perubahan warna berarti ada perubahan terhadap ekosistem,” kata penulis utama B.B. Cael kepada AFP pada Kamis (13/7).
Baca juga: Penambangan Bawah Laut Lepas di Depan Mata Dikhawatirkan
Penelitian yang diterbitkan di jurnal Nature pada Rabu (12/7) itu didasarkan sebuah metode pengamatan dari luar angkasa dengan memperluas spektrum warna dan melihat tujuh rona warna lautan serta melacak jumlah cahaya hijau atau biru yang dipantulkan dari permukaan laut.
Mereka menggunakan data dari satelit MODIS-Aqua yang telah memantau perubahan warna laut selama lebih dari dua dekade dari tahun 2002 hingga 2022 dan mampu mengidentifikasi variasi yang tidak terlihat oleh mata manusia.
Mereka menganalisis data kontras warna dari tahun 2002 hingga 2022 dan kemudian menggunakan model perubahan iklim untuk menyimulasikan apa yang mungkin terjadi pada lautan dengan dan tanpa polusi tambahan dari planet yang dihadapkan pada global warming.
Perubahan warna tersebut hampir persis dengan prediksi peneliti dari Departemen Ilmu Bumi, Atmosfer, dan Planet MIT di Pusat Sains Perubahan Global, Stephanie Dutkiewicz, yang mengatakan perubahan terjadi karena adanya peningkatan gas rumah kaca ke atmosfer.
“Pemanasan global menyebabkan air laut menghangat sehingga memicu fluktuasi masif pada populasi plankton. Warna biru tua menunjukkan tidak banyak plankton, sementara jika airnya lebih hijau, kemungkinan besar ada lebih banyak aktivitas plankton berfotosintesis seperti tanaman yang mengandung pigmen hijau klorofil,” ungkapnya.
Para penulis menganalisis data pengamatan tersebut untuk mendeteksi tren di atas variabilitas dari tahun ke tahun dan kemudian membandingkannya dengan model komputer tentang apa yang akan terjadi dengan perubahan iklim.
Mereka menemukan bahwa pengamatan di dunia nyata sangat sesuai dengan perubahan yang diprediksi. Tentunya itu merupakan bagian penting dari siklus karbon global dan merupakan bagian dasar dari jaring makanan laut serta memengaruhi sejumlah besar oksigen yang dihirup manusia dan hewan.
“Namun, penelitian sebelumnya menunjukkan Anda membutuhkan pemantauan klorofil laut selama tiga dekade untuk mendeteksi tren karena adanya variasi tahunan,” jelas Dutkiewicz.
Meskipun para peneliti masih perlu penelitian lebih lanjut untuk mencari tahu apa arti dari perubahan warna tersebut, mereka mengatakan perubahan iklim sangat mungkin menjadi penyebabnya.
"Saya telah menjalankan simulasi yang telah menghasilkan data selama bertahun-tahun bahwa perubahan warna lautan ini akan terjadi,” tutur Dutkiewicz.
“Melihat hal ini terjadi secara nyata tidak mengejutkan, tapi menakutkan. Perubahan ini konsisten dengan perubahan yang disebabkan oleh manusia terhadap iklim kita".(M-4)
Tanah tak lagi dipandang sekadar media tanam, tapi sebagai fondasi keberlangsungan hidup dan benteng terakhir ketahanan pangan.
Sebanyak 73% sekolah di Indonesia berada di area rawan banjir.
"Karena Pulau Gag masuk dalam kategori pulau kecil, kegiatan penambangan bukan kegiatan yang diprioritaskan, serta dilarang sebagaimana Pasal 1 angka 3, Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf K,"
TANTANGAN dalam mengatasi dan melakukan mitigasi bencana di dunia saat ini disebut semakin kompleks. Berbagai isu global seperti perubahan iklim hingga tekanan urbanisasi menjadi pemicunya.
Salah satu penyebab utama banjir rob adalah kondisi geologi tanah di wilayah tersebut yang masih berupa aluvial muda dan dominan lempung, sehingga air pasang sulit meresap ke dalam tanah.
Pada 2024, Climate Hack mengangkat isu-isu iklim krusial seperti pengelolaan sumber daya alam, limbah, transportasi, hingga pertanian dan kehutanan.
Sebuah studi terbaru dari Jepang yang dipublikasikan di jurnal Nature mengungkap lautan Bumi di masa lalu kemungkinan berwarna hijau, bukan biru seperti sekarang.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved