Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KETUA Pengurus Harian Yayasan Layanan Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan masih ada beberapa masalah krusial yang belum ditangani pemerintah terkait konsumsi rokok.
"Arah kebijakan pemerintah belum jelas, untuk mengendalikan konsumsi rokok, khususnya di kalangan rumah tangga miskin dan anak anak remaja. Hal ini terbukti secara politis justru terjadi turbulensi dalam pengendalian tembakau oleh pemerintah, dalam 3-4 tahun terakhir ini," ungkapnya kepada Media Indonesia dalam rangka Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Jumat (2/6).
Menurut Tulus, janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akan mengamandemen Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan gagal total.
Baca juga: Waspada! Menghirup Asap Rokok Memicu Kanker Paru-Paru
"Padahal upaya untuk amandemen sudah dituangkan dalam sebuah Perpres dan juga Keppres 25/2022. Hingga kini upaya mengamandemen PP mangkrak, sekalipun Menkes telah berganti, dari Menkes Terawan ke Menkes Budi Gunadi Sadikin. Apalagi memasuki tahun politik, maka upaya untuk mengamandemen PP 109/2012 akan makin muskil, bak sebuah mimpi di siang bolong," kata Tulus.
Dia menegaskan, amandemen PP 109/2012 menjadi kebutuhan mendesak, mengingat konsumsi tembakau atau rokok makin eskalatif di Indonesia. Jumlah perokok dewasa mencapai 35% dari total populasi, dan prevalensi merokok pada anak anak mencapai 9,1%. Angka ini akan terus bertambah, jika pemerintah terus melakukan pembiaran dalam pengendalian konsumsi rokok.
Baca juga: Begini Perbandingan Rokok Elektrik dan Rokok Tembakau
Tulus juga merasa ada upaya penghilangan pasal tembakau sebagai zat adiktif pada Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan.
"Sejarah seperti berulang, manakala pada 2009/2010 ada upaya konkret untuk menghapus Pasal 113 di UU 36/2009 tentang Kesehatan. Pasal 113 ini mengatur tembakau sebagai zat adiktif. Namun upaya itu gagal," kata Tulus.
"Jika RUU Kesesehatan mengamputasi pasal zat adiktif untuk tembakau, maka akan terjadi kekosongan hukum di level UU yang berdimensi pengendalian tembakau. Hal ini merupakan lonceng kematian bagi pengendalian tembakau di Indonesia," sambungnya.
Tulus mendorong keberpihakan pemerintah dalam pengendalian tembakau. Dia meminta pemerintah untuk tidak merenggut masa depan remaja dan anak-anak dan digadaikan untuk kepentingan industri rokok serta kepentingan jangka pendek lainnya dalam hal ini pemilu.
Dia menegaskan, keuntungan yang diperoleh dari industri rokok tak seberapa ketimbang nilai investasi bagi kepentingan dan masa depan generasi muda, yang diimpikan sebagai generasi emas.
"Mengingat konsumsi rokok yang makin masif, berkelindan dengan masalah ekonomi, sosial dan berbagai penyakit tidak menular lainnya. Bukan generasi emas yang akan dicapai, tapi justru generasi cemas, karena digelayuti berbagai penyakit degeneratif yang sangat serius," tegas Tulus.
Selain itu, menurutnya persoalan stunting juga tak bisa dipisahkan dari pola konsumsi rokok pada rumah tangga miskin. Dia menekankan bahwa prevalensi stunting yang masih bertengger pada 24,5% tak akan menurun jika pola konsumsi rumah tangga miskin masih disandera oleh dominannya konsumsi rokok.
"Mereka butuh makanan pokok, bukan rokok! Demikian, Pak Presiden Jokowi," tandasnya. (Z-3)
YLKI menyatakan pemerintah harus memastikan jemaah haji furoda bisa mendapatkan kepastian perihal refund akibat Arab Saudi yang tidak mengeluarkan visa haji furoda.
Rini, perwakilan Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta, mengaku senang dengan adanya kanal pengaduan perumahan.
Pemerintah seharusnya melakukan inspeksi sidak dan pengawasan post market secara berkala, bukan hanya ketika timbul suatu kasus.
YLKI menyatakan sangat prihatin dan mengecam keras praktik curang yang dilakukan oleh PT Navyta Nabati Indonesia (NNI) dalam distribusi Minyakita
YLKI meminta Pertamina harus bertanggung jawab dan juga memberikan ganti rugi kepada konsumen atas dugaan pengoplosan Pertalite menjadi Pertamax.
KETUA harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mendukung keputusan pemerintah yang melarang pengecer menjual gas elpiji 3 kilogram mulai 1 Februrari 2025.
tidak ada bukti yang mendukung secara jelas bahwa produk rokok bebas asap merupakan alternatif yang lebih baik, bahkan terhadap rokok konvensional.
Produk seperti rokok elektronik atau tembakau yang dipanaskan memiliki profil risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan rokok konvensional.
Pelatihan ini dilaksanakan untuk menegakkan Keputusan Wali Kota Padang Nomor 560 Tahun 2024 tentang Satgas Pengawasan KTR.
Kemenkes mengimbau masyarakat untuk mulai berhenti kebiasaan merokok konvensional maupun elektrik, karena rokok dapat meningkatkan risiko penyakit tidak menular.
Penelitian terbaru dari University College London mengungkapkan setiap batang rokok dapat mengurangi harapan hidup sekitar 20 menit.
KETUA Centre for ASEAN Autism Studies (CAAS), Institut Komunikasi dan Bisnis LSPR Hersinta mengungkapkan ada kelompok disabilitas yang sangat rentan terkena paparan rokok.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved