Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

YLKI Desak Penindakan Tegas Kasus Pemalsuan Beras di Riau

Media Indonesia
27/7/2025 15:56
YLKI Desak Penindakan Tegas Kasus Pemalsuan Beras di Riau
Karo Penmas Divhumas Polri Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko (ketiga kanan), Dirtipideksus Bareskrim Polri sekaligus Kasatgas Pangan Polri Brigjen Pol. Helfi Assegaf (ketiga kiri) memberikan keterangan pers pengungkapan kasus beras premium oplosan di Ged(MI/Usman Iskandar)

KETUA Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Niti Emiliana, menyatakan bahwa dugaan pemalsuan beras murah menjadi beras subsidi SPHP dan premium di Riau berdampak besar terhadap kerugian negara, petani, dan masyarakat.

"YLKI mendukung penuh langkah pemerintah untuk menyelidiki kasus ini secara menyeluruh di seluruh rantai distribusi beras. Tindakan tegas terhadap pelaku harus dilakukan tanpa diskriminasi, serta memberantas praktik mafia beras yang merugikan banyak pihak," ujar Niti pada Minggu (27/7).

Ia juga menekankan pentingnya transparansi atas hasil penyelidikan dan penegakan hukum agar publik mengetahui perkembangan kasus tersebut.

"Kasus ini merupakan bentuk penipuan dan penyalahgunaan anggaran negara. Mengoplos beras kualitas rendah menjadi SPHP adalah pelanggaran serius," tambahnya.

Menurutnya, praktik ini melanggar hak dasar konsumen, karena beras merupakan kebutuhan pokok yang wajib dijamin kualitasnya.

"Ini menyangkut hak konsumen yang sangat mendasar, yakni memperoleh produk pangan sesuai standar," jelas Niti.

Ia memperingatkan bahwa pelanggaran ini dapat dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman maksimal lima tahun penjara dan denda hingga Rp2 miliar.

Lebih lanjut, Niti menjelaskan bahwa tindakan pengoplosan ini berisiko menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap mutu beras di pasaran. Konsumen pun dirugikan karena tidak mendapatkan produk sesuai kualitas yang dijanjikan.

"Secara hukum, konsumen punya hak untuk menuntut ganti rugi baik secara materiil maupun non-materiil," katanya.

YLKI mendorong penguatan sistem pengawasan di seluruh rantai distribusi, mulai dari produksi hingga ke pasar. Pengawasan pra-pasar (pre-market) seperti pemeriksaan administratif, fasilitas produksi, hingga uji laboratorium sangat penting dilakukan.

"Setelah beras beredar di pasaran, pengawasan berkala juga perlu dilakukan untuk menjamin kualitas tetap terjaga," jelasnya lagi.

Niti juga menyoroti peran penting konsumen dalam mengawasi praktik-praktik curang di lapangan. Konsumen diharapkan bisa menjadi pengawas aktif yang melaporkan kecurangan kepada pihak berwenang, menciptakan tekanan publik untuk mendorong tindakan pemerintah.

"UU Perlindungan Konsumen memberikan mandat bagi lembaga konsumen untuk terlibat aktif dalam pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat," ujarnya.

Sebelumnya, Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan mengungkap bahwa penggerebekan gudang pengoplosan beras merupakan tindak lanjut dari instruksi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Operasi yang dipimpin Direktur Reskrimsus Polda Riau Kombes Ade Kuncoro pada Kamis (24/7) berhasil mengungkap dua modus pelaku berinisial R. Pertama, mencampur beras medium dengan kualitas rendah (reject) dan dikemas ulang sebagai beras SPHP. Kedua, membeli beras murah dari daerah Pelalawan lalu dikemas ulang dengan merek premium seperti Aira, Family, Anak Dara Merah, dan Kuriak Kusuik.

Polisi menyita sejumlah barang bukti, antara lain 79 karung beras SPHP palsu, 4 karung bermerek premium berisi beras murahan, 18 karung SPHP kosong, timbangan digital, mesin jahit, dan perlengkapan lainnya.

"Negara sudah memberikan subsidi, tapi malah disalahgunakan oleh oknum untuk keuntungan pribadi. Ini bukan sekadar penipuan dagang, tapi kejahatan yang membahayakan pemenuhan gizi anak-anak kita," ujar Irjen Herry.

Tersangka dikenai pasal berlapis, termasuk Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf e dan f, serta Pasal 9 ayat (1) huruf d dan h Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman maksimal lima tahun penjara dan denda hingga Rp2 miliar. (Ant/E-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri yuliani
Berita Lainnya