Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
MENTERI Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga menyambut baik komitmen dan gagasan pemerintah dalam percepatan pembentukan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) untuk segera dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
“Apresiasi setinggi-tingginya saya sampaikan kepada Gugus Tugas Percepatan RUU PPRT beserta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) yang telah mengoordinasikan dan bekerja keras menyelesaikan pembahasan DIM RUU PPRT. Di dalam DIM RUU PPRT ini juga telah mengakomodasi berbagai catatan penting dalam upaya memberikan perlindungan dan pemenuhan hak bagi PPRT, khususnya PPRT perempuan,” ujar Menteri PPPA di Jakarta, (15/5).
Menteri PPPA mengungkapkan RUU PPRT merupakan rancangan undang-undang yang sederhana dan jelas peruntukannya, yakni memberikan pengakuan dan jaminan perlindungan atas pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan harkat, martabat, dan hak asasi manusia.
Baca juga: Anak Disabilitas di Jakarta Jadi Korban Rudapaksa, Kenal Pelaku lewat Medsos
RUU PPRT tidak hanya melindungi PRT, namun juga melindungi pemberi kerja, Lembaga Penempatan Pekerja Rumah Tangga (LPPRT), dan segala hal yang meliputi klausul usia minimum PRT sebagai upaya pencegahan pekerja anak, pengaturan dan mekanisme hubungan kerja, pengakuan hak-hak PRT, seperti upah sesuai dan cuti, serta pengawasan dalam proses penempatan dan perlindungan PRT.
“Harapannya keberadaan RUU PPRT ini saling melengkapi dan tidak tumpang tindih dengan peraturan perundang-undangan terkait perempuan dan anak yang sudah ada sebelumnya seperti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women/CEDAW), Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), dan demikian juga undang-undang lainnya,” jelas Menteri PPPA.
Baca juga: KSP Tekankan Pentingnya Percepatan UU PPRT
Dalam kesempatan tersebut, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko menekankan pentingnya komunikasi politik dan publik, baik secara formal maupun non formal terkait finalisasi DIM RUU PPRT. Perjalanan panjang perjuangan dua dekade RUU PPRT sejak 2004 ini merupakan penantian bersama sehingga dibutuhkan komunikasi intens dengan DPR RI agar pembahasan RUU PPRT dapat berjalan mulus dan melakukan pendekatan khusus kepada simpul-simpul masyarakat sipil agar bersama-sama turut mengawal RUU PPRT.
“Komunikasi intens ini menjadi kunci agar pembahasan RUU PPRT ini dapat berjalan lancar dan publik pun tahu bahwa RUU PPRT ini lahir berkat andil dan peran masyarakat sipil yang sama-sama mengawal dari penyusunan DIM hingga nanti disahkan oleh DPR RI,” ungkap Kepala Staf Kepresidenan.
Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah menegaskan pihaknya akan terus bergerak cepat dan memastikan finalisasi DIM RUU PPRT segera masuk ke tahap pembahasan di DPR RI. Sejak diamanatkan oleh Presiden Joko Widodo untuk mengoordinasikan pembahasan DIM RUU PPRT, Kemenaker telah melakukan berbagai pertemuan pembahasan dimulai dari konsolidasi internal, serap aspirasi dengan sejumlah stakeholders terkait, hingga Pembahasan Antar Kementerian/Lembaga (PAK) dalam penyusunan DIM RUU PPRT.
“Penyusunan DIM RUU PPRT ini terhitung cepat dan lancar karena masukan dari berbagai stakeholders dan Kementerian/Lembaga terkait. Saat ini DIM RUU PPRT telah selesai dan targetnya segera mungkin dibahas di tingkat Badan Legislasi DPR RI,” kata Menteri Ketenagakerjaan.
Sementara itu, Wakil Menteri Hukum dan HAM yang juga Ketua Pelaksana Percepatan Pembentukan RUU PPRT, Edward Omar Sharif Hiariej menyampaikan terdapat 367 DIM RUU PPRT dan 10 bab substansi yang telah selesai dibahas dan dihimpun oleh pemerintah.
“Dengan finalnya pembahasan DIM RUU PPRT ini, maka sudah siap untuk memasuki tahapan selanjutnya, yaitu penyampaian dan pembahasan di DPR RI. Supres 5 Menteri, dalam hal ini Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Sosial, Menteri PPPA, Menteri Hukum dan HAM, serta Menteri Dalam Negeri pun akan segera ditandatangani karena targetnya akhir bulan ini sudah masuk ke tahap pembahasan di DPR RI. Kami juga akan terus melakukan komunikasi intensif dengan DPR RI, khususnya Panitia Kerja (Panja) agar pembahasan dapat dilakukan sesuai target,” tandas Wakil Menteri Hukum dan HAM. (Dis/Z-7)
RNA telah menjalani visum untuk keperluan penyelidikan kasus penganiayaan yang ditangani Polda Metro Jaya di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto (RSPAD), Jakarta Pusat.
Sebelumnya, Riski Nur Askia mendatangi Kantor Staf Presiden, Selasa (25/10), didampingi pamannya, Ceceng, dan aktivis dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga.
Ratna menjelaskan kedelapan tersangka, yakni majikan korban berinisial SK, 69, MK, 68, dan JS, 22. Sedangkan lima tersangka lainnya ialah ART berinisial T, IN, O, dan P, dan E.
R diduga turut menganiaya korban. Hal tersebut diperkuat dengan keterangan korban dan delapan tersangka lainnya yang lebih dulu diamankan.
Hasil pemeriksaan kepolisian, korban dihabisi saat seorang diri dan jenazahnya diletakkan di atas meja tamu yang dikelilingi kursi-kursi.
Pelaku bernama Muhammad Mardha Dzakwan alias Mardha, 27, ditangkap di wilayah hukum Polsek Brangsong (Pontang), Serang, Banten.
Dengan disahkannya RUU PPRT, perempuan Indonesia, khususnya mereka yang bekerja sebagai PRT, memiliki kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang aman dan terhormat.
Pekerjaan rumah tangga merupakan pekerjaan yang rawan dan rentan dalam perlindungan hukum karena masih ada ditemukan kekerasan,
Wilayah kerja PRT di ranah domestik dan privat sehingga kontrol pemerintah tidak ada, padahal rawan eksploitasi, diskriminasi, pelecehan, bahkan kekerasan.
Penting bagi PRT untuk menghindari eksploitasi hingga standar gaji yang tidak jelas. Kondisi ini sejalan dengan tidak jelasnya standar kompetensi.
PRAKTIK perbudakan rupanya masih berlangsung di Indonesia seperti ditampakkan dari para pekerja rumah tangga (PRT) yang belum mendapatkan keadilan dan kerap diperlakukan tidak manusiawi.
Penyebutan PRT juga secara tidak langsung menyetarakan derajat para pekerja rumah tangga dengan pekerja-pekerja profesional lainnya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved