Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Turunkan Kasus KDRT dengan Pendekatan Hukum

Rahmatul Fajri
14/10/2022 23:03
Turunkan Kasus KDRT dengan Pendekatan Hukum
Ilustrasi(DOK MI)

KASUS kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Indonesia perlu diturunkan dengan pendekatan secara hukum. Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, hingga Oktober 2022, tercatat ada 18.261 kasus KDRT di Indonesia dengan 16.745 merupakan korban perempuan dan 2.948 merupakan korban laki-laki.

WAKIL Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka menilai dengan pendekatan hukum dapat memberikan efek jera bagi pelaku dan memberikan perlindungan kepada korban. "Kita di DPR mengupayakan dengan keras bahwa kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan rumah tangga itu bisa menurun angkanya dengan pendekatan hukum," kata Diah di program Hot Room Metro TV, Jumat (14/10).

Namun, ia menilai pendekatan hukum dalam kasus KDRT memiliki tantangan. Ia berkaca pada kasus yang menimpa penyanyi dangdut Lesti Kejora yang mencabut laporan terhadap suaminya Rizky Billar.

Ia mengatakan penyelesaian kasus KDRT melalui hukum pidana menemui tantangan dengan adanya pengaruh dari orang sekitar. Selain itu, dari pihak korban juga mengalami tekanan secara psikologis dalam menjalani proses hukum. Padahal, kata ia, produk hukum seperti Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga telah mengakomodasi korban untuk melanjutkan proses ke ranah hukum.

"Masalah budaya yang melingkupi itu butuh effort lebih misalnya bagaimana perempuan membawa kasusnya ke ranah hukum, ketidakpercayaan atau ketidakyakin dirinya utuk berjuang melalui hukum melalui hukum," katanya.

Selain itu, proses hukum yang panjang membuat korban juga akhirnya membuat korban menempuh jalur lain di luar proses hukum. "Ini kan prosesnya panjang, ini tidak satu-dua minggu, rata-rata kasus KDRT itu 6 bulan sampai 1 tahun. Ini secara psikologis membuat beban sendiri," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komnas Perempuan Mariana Amiruddin juga menanggapi soal adanya korban KDRT yang akhirnya tidak memilih jalur hukum. Ia mengatakan berdasarkan pengalaman korban, biasanya para korban KDRT memilih memaafkan pelaku.

Selain memaafkan, ia mengatakan korban juga memiliki rasa ketidakpercayaan dengan sistem hukum yang berjalan. "Ada persoalan rasa tidak percaya diri bagi istri Indonesia untuk melihat itu adalah suatu ketidakadilan yang dia alami dan mereka tidak bisa membela dirinya sendiri. Tidak yakin dengan hukum yang ada," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Kasi Humas Polres Jakarta Selatan Ajun Komisaris Nurma Dewi menjelaskan pihaknya siap memproses setiap kasus KDRT. Berkaca dari kasus Lesti Kejora, ia mengatakan kepolisian menerima laporan, melakukan penyelidikan dengan mengumpulkan bukti dan memeriksa saksi. Kemudian melakukan penyidikan dengan menetapkan Rizky Billar sebagai tersangka dan melakukan penahanan.

Ia mengatakan korban KDRT juga bisa melakukan hal serupa dengan segera melapor ke polisi. Ia mengatakan kepolisian akan menindaklanjuti laporan korban dan mengarahkan untuk melakukan visum et repertum yang bisa dijadikan sebagai barang bukti.

"Kita membuatkan surat pengantar untuk visum ke dokter ke rumah sakit yang kita rujuk. Kemudian kita mengantar ke rumah sakit," katanya.

Ia mengatakan jika korban KDRT tidak memiliki biaya, maka kepolisian akan tetap memproses secara hukum. "Memang semuanya menjadi tanggung jawab kepolisian," katanya. (OL-15)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso
Berita Lainnya