Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
KEBEBASAN berekspresi di dunia digital adalah hak setiap orang. Kebebasan itu mencakup aktivitas mencari, menerima, dan menyebarkan informasi serta gagasan dalam bentuk apa pun, dengan cara apa pun.
Hal ini termasuk ekspresi lisan, tercetak maupun melalui materi audiovisual, serta ekspresi budaya, artistik maupun politik.
Pengajar Ilmu Komunikasi Institut Agama Islam (IAI) Hamzanwadi NW, Lombok Timur, Rizky Wulandari, mengungkap hal tersebut pada webinar literasi digital ”Indonesia Makin Cakap Digital” yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk komunitas digital di wilayah Bali – Nusa Tenggara, Selasa (16/8).
Baca juga : Menebar Kebaikan Lewat Aktivitas Dakwah di Ruang Digital
Dalam diskusi virtual bertajuk ”Menjadi Netizen yang Bijak Dalam Bermedia Sosial” itu, perempuan yang akrab disapa Kiky itu menyatakan, meskipun menjadi hak setiap orang, namun dalam beberapa keadaan, kebebasan berekspresi juga bisa menjadi ancaman ke hak untuk menghormati privasi.
”Mengutip Anne Weber, ada risiko konflik antara kebebasan berekspresi dan larangan dari segala bentuk kebebasan ekspresi yang mengandung unsur kebencian,” ujar Kiky di hadapan peserta webinar yang juga diikuti secara nobar oleh komunitas digital di Lombok Tengah.
Sementara itu, menurut Kiky, fakta menunjukkan bahwa ujaran kebencian dan kebebasan berekspresi telah mewarnai kehidupan manusia. Sedangkan media sosial telah menjadi saluran komunikasi bagi setiap individu untuk melaksanakan hasrat kebebasan berekspresi. ”Untuk itu, penting berlaku santun di media sosial,” tegasnya.
Baca juga : Etika Perlu Dijunjung di Media Sosial, Begini Caranya
Webinar #MakinCakapDigital 2022 yang merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital ini diselenggarakan oleh Kemenkominfo bekerja sama dengan Siberkreasi dan mitra jejaring lainnya.
Kegiatan yang diagendakan digelar hingga awal Desember nanti ini diharapkan mampu memberikan panduan kepada masyarakat dalam melakukan aktivitas digital.
Kiky menambahkan, ada lima cara mudah untuk menjaga etika di ruang digital. Di antaranya: gunakan bahasa yang sopan, hindari informasi yang sensitif (SARA), hargai hasil karya orang lain (cantumkan sumber), bijak dalam meneruskan informasi (tidak langsung share), dan meminimalisir informasi pribadi.
Baca juga : Buat Pemasaran Digital Makin Efektif dengan Etika Digital, Begini Caranya
Kegiatan webinar yang merupakan bagian dari program literasi digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten itu selalu membahas setiap tema dari sudut pandang empat pilar utama. Yakni, kecakapan digital, etika digital, keamanan digital, dan budaya digital untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.
Dari kacamata kecakapan digital (digital skills), Ketua Umum Ikatan Doktor Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung Pitoyo menegaskan pentingnya sikap hati-hati saat berbicara di media sosial. Sikap hati-hati tersebut utamanya terkait dengan masalah seks, agama, dan politik.
”Isu seks, agama, dan politik, ketiganya masuk kategori tema yang sensitif dan multitafsir untuk dibicarakan di media sosial. Ketiganya juga paling banyak menimbulkan pro-kontra yang menyulut emosi. Tak jarang persoalan tersebut berujung pada ujaran kebencian dan pelanggaran UU ITE,” jelas pengajar Pascasarjana Universitas Gunadharma Jakarta itu.
Baca juga : Literasi Digital Mengajak Siswa Kenali dan Hentikan Cyberbullying
Untuk itu, Pitoyo berpesan agar netizen mampu membedakan antara sesuatu yang bersifat privasi dengan yang pribadi.
”Privasi itu seperti persoalan pekerjaan dan rumah tangga. Sedangkan pribadi, misalnya status dan keluarga. Jaga percakapan pribadi tetap pribadi,” tandasnya.
Sejak dilaksanakan pada 2017, Gerakan Nasional Literasi Digital telah menjangkau 12,6 juta warga masyarakat.
Pada tahun 2022, Kominfo menargetkan pemberian pelatihan literasi digital kepada 5,5 juta warga masyarakat.
Dipandu oleh moderator Anissa Rilia, webinar kali ini juga menghadirkan influencer Ana Livian selaku key opinion leader. Informasi lebih lanjut silakan akses info.literasidigital.id atau akun Instagram @siberkreasi. (RO/OL-09)
Melalui platform online seperti Shopee, brand kecantikan lokal semakin berkembang dan memperluas pasar dengan berbagai fitur dan program yang ditawarkan.
Kehadiran anak-anak sebagai kidsfluencer ini rupanya memicu kekhawatiran akan potensi eksploitasi anak
Studi menunjukkan semakin banyak waktu yang dihabiskan remaja di media sosial, semakin besar kemungkinan mereka mengalami perundungan terkait berat badan.
Perubahan ini tidak hanya mencakup penggunaan kata-kata, tetapi juga pada pola komunikasi secara keseluruhan
Slogan pick me mengarah kepada perilaku atau sikap seseorang yang berusaha mendapatkan perhatian dan penerimaan dengan cara menonjolkan diri sebagai pribadi yang berbeda.
BUDAYAWAN Banten Uday Suhada mengecam eksploitasi perempuan Badui yang kini marak dilakukan oleh para konten kreator ke media sosial (medsos).
HARI-HARI ini, Indonesia dan dunia internasional dihadapkan pada situasi krisis yang luar biasa.
MARAH karena ditantang hal etika dalam debat para capres, beliau yang ditantang meledak: "Ndasmu etik." Ledakan itu tak perlu dilebih-lebihkan.
Presiden Donald Trump mencopot David Huitema sebagai Direktur Kantor Etika Pemerintah (OGE), langkah yang dianggap sebagai upaya menghindari pengawasan independen terhadap pemerintahan.
Menurut Aristoteles, pengertian etika dibagi menjadi dua yaitu terminius technikus dan manner and custom.
Etika dibutuhkan ketika memasuki dunia digital. Interaksi antar budaya di ruang digital pun dapat menciptakan standar baru mengenai etika.
Sekarang setiap orang selalu menggenggam gawai, tak terkecuali anak-anak.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved