UNDANG-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah resmi disahkan. Namun, efektivitas penerapan beleid itu perlu didukung dengan pemahaman para penegak hukum.
"Efektivitas beleid yang diharapkan mampu melindungi setiap warga negara dari tindak kekerasan seksual ini, ke depan sangat bergantung pada pemahaman para penegak hukum dan masyarakat dalam penerapannya," kata Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (Rerie) melalui keterangan tertulis, Rabu, (13/4).
Rerie mengatakan pasal-pasal dalam undang-undang tersebut perlu dipahami secara utuh. Hal ini diperlukan langkah sosialisasi secara menyeluruh.
Baca juga: Kemenkes Siagakan Pos Vaksinasi Booster di Jalur Mudik
"Upaya menyosialisasikan UU TPKS harus segera dilakukan agar efek pencegahan dan perlindungan yang diharapkan bisa segera dirasakan secara luas," ucap Rerie.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu juga mendorong pemangku kepentingan segera memanfaatkan UU TPKS dalam proses penegakan hukum. Sehingga, menciptakan efek jera bagi pelakunya.
"Penuntasan kasus kekerasan seksual dengan efek jera bagi pelakunya, diharapkan mampu segera menekan potensi meningkatnya kasus-kasus tindak kekerasan seksual di masyarakat," ucap Rerie.
Gagasan untuk membuat rancangan undang-undang (RUU) terkait tindak pidana kekerasan seksual disuarakan oleh Komnas Perempuan. Mereka mengeklaim usulan itu ada pertama kali pada 2012.
Pada Mei 2016, gagasan Komnas Perempuan itu baru dapat dibahas di DPR. Salah satu RUU yang diusulkan Partai NasDem itu akhirnya disepakati DPR untuk disahkan sebagai undang-undang pada Selasa, 12 April 2022. (H-3)