Anemia pada Anak Juga Harus Ditangani Serius

Budi Ernanto
05/1/2022 18:00
Anemia pada Anak Juga Harus Ditangani Serius
Founder & Chairman Health Collaborative Center Dr dr Ray Wagiu Basrowi MKK.(DOK IST)

PENANGANAN covid-19 saat ini menjadi program yang diprioritaskan. Namun, jangan dilupakan juga ada masalah kesehatan lain yang juga harus tetap diperhatikan, khususnya kesehatan anak.

Salah satu kondisi kesehatan anak yang tidak boleh disepelekan selama masa pandemi ini adalah anemia, terutama anemia defisinesi besi (ADB). 

Menurut Founder & Chairman Health Collaborative Center, Dr dr Ray Wagiu Basrowi MKK, melalui program IG Talk HCC, masalah kesehatan anemia pada anak merupakan masalah kesehatan yang bersifat kronis, sehingga menjadi ancaman serius terhadap masa depan bangsa. 

“Kondisi ini sudah terjadi puluhan tahun pada anak Indonesia, jadi ancaman nya juga sangat nyata yaitu terkait kualitas sumber daya manusia Indonesia. Sudah banyak kajian ilmiah global dan nasional yang menunjukan bahwa bila angka kejadian stunting dan juga anemia pada anak Indonesia tidak membaik  maka akan ada ancaman terhadap bonus demografi bangsa Indonesia,” ujar Ray dalam keterangan resminya, Rabu (5/1).

Melalui artikel ilmiah yang dipublikasikan di jurnal Nutrient dari Ray bersama keempat rekannya yang berjudul 'Diet Determinan Anemia pada Anak Usia 6–36 Bulan: Studi Cross-Sectional di Indonesia', tercatat prevalensi anemia tertinggi ditemukan di antara mereka yang berusia 6-11 bulan (42,3%).

“Data tersebut diperoleh selama masa pandemi. Artinya mungkin saja adanya fokus pelayanan kesehatan selama pandemi untuk mengatasi covid-19, bisa berdampak terhadap kurang fokusnya aspek pencegahan hingga penanganan lewat intervensi nutrisi untuk anemia,” ungkapnya.

Secara garis besar, penyakit ini dapat dikatakan sebagai kondisi ketika jumlah sel darah merah lebih rendah dari kadar normal. Jumlah penderita anemia di seluruh dunia mencapai kurang lebih 2,3 miliar penduduk. Diperkirakan, 50% disebabkan oleh ADB. Sebanyak 85% dari para penderita anemia disinyalir menjangkiti populasi wanita dan anak-anak.

Baca juga: Indonesia Percepat Intervensi Pencegahan Anemia Remaja Putri

Temuan tersebut sejalan dengan tingkat pendidikan dan penghasilan rumah tangga di daerah perkotaan menengah kebawah Jakarta. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2021 sebesar 27,54 juta orang. Secara implisit, permasalahan itu mempengaruhi pemenuhan gizi seimbang anak-remaja yang berada di bawah garis kemiskinan.

Ray mengatakan, kondisi anemia dipengaruhi faktor kurangnya pemenuhan zat gizi utama yang secara signifikan berhubungan dengan produktivitas harian. Anemia pada anak berkontribusi pada perkembangan motorik dan kognitif yang buruk dan artinya bisa mengakibatkan menurunnya tingkat produktivitas di sekolah.

“Makanan pendamping kaya zat besi direkomendasikan pada bayi sekitar usia 6 bulan. Ini disebabkan simpanan zat besi natural sudah menipis sehingga penting untuk memperkenalkan makanan tambahan untuk meningkatkan penyerapan gizi seimbang. Asupan vitamin C juga penting karena bukti ilmiah menunjukkan perannya sangat dibutuhkan untuk memaksimalkan penyerapan zat besi,” ujar Ray yang sering membagikan edukasi daring lewat akun @ray.w.basrowi di Instagram.

Zat besi penting untuk pertumbuhan sistem saraf pusat terutama sepanjang tahun pertama. Anak kecil memiliki risiko kekurangan sel darah merah lebih tinggi karena mereka membutuhkan pemenuhan gizi yang seimbang untuk tumbuh.

“Konsumsi makanan kaya zat besi perlu diperhatikan. Kekurangan zat besi adalah penyebab umum anemia pada anak di bawah lima tahun,” imbuhnya.

Jika tidak diatasi sedini mungkin, anemia bisa berpotensi merenggut masa depan generasi muda. Dibutuhkan solusi jangka panjang untuk menuntaskan permasalahan tersebut dari akarnya. (R-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto
Berita Lainnya