Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Kementerian PPPA Bangun Peta Lintas Perlindungan Anak di Dunia Maya

Siti Yona Hukmana
01/12/2021 11:20
Kementerian PPPA Bangun Peta Lintas Perlindungan Anak di Dunia Maya
Ilustrasi. Seorang pria memainkan game online PlayerUnknown's Battlegrounds (PUBG) di Jakarta, Minggu (31/5/2020).(ANTARA /Dhemas Reviyanto)

KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) tengah membuat peta lintas perlindungan bagi anak di dunia maya. Hal itu menyikapi kasus pelecehan seksual terhadap 11 anak perempuan melalui game online free fire.

"Kita tidak bisa membiarkan hal-hal seperti ini, kita sedang membangun peta lintas perlindungan online anak dengan melibatkan semua kementerian, semua lembaga, akademisi," kata Asisten Deputi Pelayanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus Kemen PPPA, Robert Parlindungan Sitinjak saat dikonfirmasi, Rabu, (1/12).

Robert mengatakan upaya itu dilakukan untuk menutup celah pelaku melancarkan aksi pelecehan terhadap anak. Menurut dia, saat ini kasus pelecehan seksual di dunia maya meningkat.

Baca juga: Covid-19 Melemahkan Respon Terhadap AIDS, Ancaman Kematian Mengintai

"Tentu kepolisian kewalahan kalau seperti ini dilakukan. Sehingga, kita harus melakukan suatu regulasi," ujar Robert.

Robert mengatakan peta lintas perlindungan itu akan menjadi acuan untuk dipatuhi dan dipedomani seluruh stakeholder. Terutama bagi pemilik aplikasi, salah satunya game online free fire.

Game online free fire itu dibatasi usia 12 tahun ke atas. Namun, nyatanya masih bisa dimainkan anak usia 9 tahun, yang akhirnya menjadi korban pelecehan seksual.

Robert meminta orang tua juga berperan dalam mencegah pelecehan seksual terhadap anak. Regulasi itu tidak akan maksimal apabila orang tua tidak mengambil peran.

Robert mengaku selalu mengingatkan masyarakat untuk tidak meninggalkan anak seorang diri. Anak, kata dia, harus diawasi orang dewasa dan paling penting menghindari pengasuhan alternatif, seperti kakek dan tetangga.

"Jadi, ini menjadi konsern kita karena memang dengan bendungan online, playstore dengan juga beberapa aplikasi yang tidak perlu saya sebutkan namanya berulang-ulang terjadi," ucap Robert.

Sebanyak 11 anak perempuan menjadi korban pelecehan seksual melalui game online free fire. Sebanyak empat korban telah diperiksa, sedangkan tujuh lainnya masih dicari.

Pelaku berinisial S alias Reza mengiming-iming korban naik peringkat menjadi diamond untuk mengirimkan video porno diri. Pelaku menjanjikan 500-600 diamond, yang satu diamond itu seharga Rp100 ribu.

Pelaku mengancam korban menghilangkan akun game apabila menolak tawaran tersebut. Korban dipaksa mengirimkan video call sex (VCS) melalui WhatsApp (WA) setelah bertukar nomor telepon.

Pelaku ditangkap di Kecamatan Berau, Kalimantan Timur pada 9 Oktober 2021. Dia dijerat Pasal 82 Jo Pasal 76E Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan atau Membujuk Anak Melakukan Perbuatan Cabul. Dengan hukuman paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun penjara dan denda Rp5 miliar.

Kemudian, Pasal 29 Jo Pasal 4 ayat 1 dan/atau Pasal 37 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan/atau Melibatkan Anak dalam Objek Pornografi. Dengan ancaman hukuman paling lama 12 tahun penjara dan denda Rp250 juta dan paling banyak Rp6 miliar.

Lalu, Pasal 45 ayat 1 Jo Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : HUMANIORA
Berita Lainnya