Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Anak Terinfeksi Covid-19 Bisa Alami MIS-C, Sistem Imunnya Terganggu

Mohamad Farhan Zhuhri
14/7/2021 08:05
Anak Terinfeksi Covid-19 Bisa Alami MIS-C,  Sistem Imunnya Terganggu
Ilustrasi virus korona(CDC)

KASUS covid-19 anak di Indonesia terus bertambah seiring dengan melonjaknya kasus aktif. Pekan lalu, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), mencatat sebanyak 5.000 anak terpapar covid-19 dan sudah lebih dari 100 anak meninggal dunia.

Menurut Prof Aman Bhakti Pulungan, Ketua Umum IDAI, covid-19 pada anak umumnya seperti gejala penyakit biasa, namun ia bisa berkembang menjadi peradangan langka berupa MIS-C yang muncul akibat terganggunya sistem imun anak.

Diketahui, MIS-C (Multisystem inflammatory syndrome in children) merupakan suatu kondisi langka dan ekstrem dari respons sistem imun tubuh terhadap serangan Virus Corona. Hal itu bisa menyebabkan kerusakan jantung, paru-paru, ginjal, darah, dan otak. Anak-anak yang mengalami MIS-C perlu mendapat perawatan intensif di rumah sakit.

"Jadi itu komplikasi jangka panjang karena imun sistemnya terganggu, dan kalo misalnya terdeteksi terlambat itu bisa meninggal, terapinya mahal sekali," terangnya dalam diskusi webinar di IGTV official.primaku, pekan lalu.

Dengan risiko itu, Prof Aman pun menyoroti belum siapnya sistem kesehatan untuk menanganinya. Karena itu, anak harus dilindungi dari paparan virus.

"Semua orangtua wajib mengingatkan, dan yang terpenting karena minimnya kesiapan kita menghadapi pandemi saat ini, sekarang kita tidak siap dan diperparah dengan varian Delta ini yang tingkat penularannya cukup tinggi," terangnya

Tidak antisipatifnya layanan kesehatan terhadap kasus covid-19 pada anak ini, kata Aman, membuat orang tua harus juga lebih waspada ketika ada klaster keluarga. Anak harus dilibatkan dalam testing dan tracing selayaknya orang dewasa supaya penanganannya bisa dilakukan secara preventif.

"Sebetulnya interpretasi perawatan covid ini ada lab base dan clinical base, Jadi kita karena waktu itu mau irit-irit, jadi akhirnya sering kali bayi atau balita anak setelah 10 hari belum diswab, harusnya bayi harus di swab, kasus di India, ketika Ibunya positif anaknya bisa terjangkit komplikasi MIS-C," tegasnya.

Untuk berjaga-jaga, Aman menyampaikan, ada sejumlah kebutuhan alat kesehatan dan obat-obatan yang perlu disiapkan selama perawatan di rumah antara lain, obat penurun panas, termometer, Oximetry dan tensimeter. Itu jika anak memang terbukti positif covid-19.

"Hal yang 3 ini harus ada untuk memonitor kita terutama ketika terinfeksi, jadi jangan menganggap bahwa anak tidak bisa sesak, dan jangan lupa nomor dokter yang dikenal atau melalui telemedicine, " tuturnya.

Untuk perlindungan, lanjut Aman, di masa pandemi saat ini orangtua juga disarankan untuk memberikan asupan vitamin D yang cukup guna menguatkan sistem imun. Sebab, dari penelitian yang dilakukannya, satu dari tiga anak Indonesia diketahui mengalami defisiensi vitamin D.

Pengobatan
MIS-C dianggap sebagai sindrom, yaitu sekelompok tanda dan gejala, bukan sebagai penyakit. Pasalnya masih banyak yang belum diketahui tentang kondisi tersebut, termasuk faktor risiko dan penyebabnya.

Dilansir dari mayoclinic.org, gejala dan tanda MIS-C pada anak-anak dan remaja di antaranya ialah nafas cepat, mata merah, demam lebih dari 24 jam, muntah diare, ruam kulit, sakit kepala, kelenjar getah bening membesar hingga pembengkakan di kaki dan tangan.

Pada 2020, The New England Journal of Medicine merilis hasil riset temuan sindrom MIS-C pada anak di kalangan pasien covid-19 di Prancis, Spanyol, dan Inggris. Salah satu peneliti, Profesor Pediatri dan Kesehatan Anak Internasional di Imperial College London, Michael Levin menyebutkan, riset menemukan keadaan konsisten yang muncul akibat sindrom tersebut, pada dua sampai empat minggu setelah terinfeksi virus korona.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat melaporkan bahwa 3.724 anak di negaranya telah didiagnosis MIS-C pada Mei 2021. Studi ini menemukan bahwa komplikasi jantung, termasuk disfungsi miokard sistolik dan regurgitasi katup, sering terjadi di anak-anak sakit kritis yang mengalami MIS-C.

Penelitian terbaru dari Rutgers University, New Jersey pada 2021 merilis bahwa MIS-C meningkatkan risiko penyakit jantung dan harus diobati secara medis.

Dari hasil penelitian yang dipublikasikan New England Journal of Medicine pada 1 Juli 2021, peneliti menyebutkan, dengan pengobatan yang efektif, kondisi anak-anak dan remaja dengan MIS-C cenderung membaik secara tepat waktu dan lebih cepat. Temuan tersebut sangat penting mengingat kondisi saat ini terkait pandemi covid-19, menurut peneliti seperti dilansir eurekalert.org.

Penelitian tersebut menganalisis pengobatan dari lebih dari 596 anak dan remaja. Mereka yang menjadi sampel penelitian itu telah dirawat dengan kondisi MIS-C di 58 rumah sakit Amerika Serikat antara 15 Maret dan 31 Oktober 2020.

Peneliti menemukan anak-anak dan remaja penderita MIS-C, yang awalnya diobati dengan menggabungkan globulin imun intravena (IVIG) dan glukokortikoid, dapat mengurangi risiko jangka pendek yang serius dibandingkan mereka yang menerima pengobatan awal IVIG saja. Risiko itu termasuk disfungsi kardiovaskular atau penyakit jantung. (H-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya