Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Upaya Pendampingan Fokus BKKBN Cegah Stunting

Mediaindonesia.com
29/6/2021 08:18
Upaya Pendampingan Fokus BKKBN Cegah Stunting
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengunjungi daerah yang rawan stunting.(Ist/BKKBN)

PENURUNAN angka stunting merupakan salah satu pekerjaan rumah (PR) besar pemerintah Indonesia. Berdasarkan Laporan Global Nutrition Report 2016, prevalensi stunting di Indonesia berada pada peringkat 108 dari 132 negara.

Presiden Joko Widodo me­nargetkan agar angka stunting di Indonesia diturunkan menjadi 14% pada 2024. Dalam hal ini, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mendapat mandat dari Presiden untuk menjadi Ketua Pelaksana percepatan penurunan stunting pada Rapat Kabinet Terbatas 25 Januari 2021 lalu.

“Selain tugas utama kita untuk meningkatkan implementasi Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana), kita juga mendapat mandat yang sangat strategis untuk berkontribusi terhadap upaya percepatan penurunan stunting,” ungkap Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, belum lama ini.

Hasto menyebut bahwa masalah stunting sesungguhnya dapat dicegah. Dalam upaya pencegahan stunting, katanya, sasaran prioritas masih fokus pada kelompok ibu hamil dan ibu menyusui serta pada anak usia kurang dari dua tahun (baduta). Sasaran ini dimaksud sebagai sasaran yang tepat bagi program percepatan perbaikan gizi pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)

Di samping itu, Program Keluarga Berencana (KB) penting sekali untuk mencegah stunting karena jarak kehamilan yang dekat menjadi salah satu faktor risiko terjadinya stunting. “Jadi spacing, birth to birth interval, birth to birth pregnancy, sangat berkolerasi positif terhadap stunting,” jelas Hasto dalam sebuah rangkaian webinar bertajuk Keluarga Berencana Keren untuk Cegah Kematian Ibu dan Stunting, Jumat (25/6).

BKKBN menyadari bahwa sosialisasi KB juga harus menyasar generasi muda terutama remaja. Untuk itu, kampanyenya pun harus menyesuaikan dengan pemahaman anak muda sekarang. “Remaja-remaja cenderung menyingkat Keluarga Berencana dengan ‘Keren’. Itulah animo dari anak-anak muda sehingga kita mengikuti,” tutur Kepala BKKBN.

Kondisi stunting yang masih tinggi, lanjut Hasto, membuat pihaknya harus berbenah dan melakukan usaha-usaha yang tidak business as usual. “Butuh pendekatan khusus di mana selama ini faktor sensitif (sanitasi, kemiskinan, pendidikan, air bersih) yang sudah cukup banyak dilakukan intervensi, perjalanannya lambat,” katanya.

“Pendidikan, partisipasi sekolah naiknya lambat, kemiskinan juga dengan ada pandemi melambat, sanitasi tidak bisa cepat dalam waktu singkat membersihkan kekumuhan, dan air bersih juga bertahap,” imbuhnya.

Di sisi lain, stunting juga bukan hanya persoalan kemiskinan. Tidak sedikit keluarga mampu yang anaknya stunting karena kurangnya kesadaran dan pengetahuan tentang bahaya stunting.

Untuk itu, BKKBN kemudian melirik pada pendekatan faktor spesifik, yakni pendampingan mulai dari calon pengantin, sebelum hamil, selama hamil, dan pasca­persalinan. Termasuk 1.000 HPK. Hal ini bertujuan untuk mencegah stunting sekaligus menurunkan kematian ibu.

“Kalau kita melakukan intervensi terhadap faktor yang dekat terhadap kematian ibu/bayi mulai dari sebelum nikah, sebelum hamil, saat hamil, kemudian masa nifas, maka insya Allah ini bisa dipercepat untuk penurunan kematian ibu/bayi dan juga stunting,” ungkapnya.

Dalam fokusnya terhadap pascapersalinan, BKKBN sudah menyiapkan progesterone only pill untuk mendampingi ibu pascapersalinan dan menyediakan intrauterine device (IUD) untuk pascapersalinan.

“Lima juta (ibu) yang pascapersalinan, kalau kita tanya hampir semua mengatakan tahun pertama (pascapersalinan) tidak akan hamil lagi, tetapi pada umumnya dia belum KB. Karena itu, kita harus fokus di sana,” ungkap Hasto.

“Insya Allah dengan refocusing ini, kita bertekad meskipun agak miskin, pendidikannya rendah, tapi bisa tidak mati saat melahirkan. Meskipun pendidikannya masih rendah, lingkungannya masih kumuh, insya Allah bisa anaknya tidak stunting,” tegasnya.

Delapan aksi integrasi

Untuk mencapai penurunan stunting hingga 14% di 2024 yang ditargetkan Presiden Jokowi, BKKBN juga melakukan delapan aksi integrasi intervensi penurunan stunting.

Pertama, indentifikasi sebaran stunting, ketersediaan program, dan kendala dalam pelaksanaan integrasi intervensi gizi. Kedua, menyusun rencana kegiatan untuk meningkatkan pelaksanaan integrasi intervensi gizi. Ketiga, menyelenggarakan Rembuk Stunting tingkat kabupaten/kota.

Keempat, memberikan kepastian hukum bagi desa untuk menjalankan peran dan kewenangan desa dalam intervensi gizi terintergrasi. Kelima, memastikan tersedia­nya dan berfungsinya kader yang membantu pemerintah desa dalam pelaksanaan intervensi gizi terintergrasi di tingkat desa.

Keenam, meningkatkan sistem pengelolaan data stunting dan cakupan intervensi di tingkat kabupaten/kota. Ketujuh, melakukan pengukuran pertumbuhan dan perkembangan anak balita dan publikasi angka stunting kabupaten/kota. Kedelapan, mengkaji ulang (review) kinerja pelaksanaan program dan kegiatan terkait penurunan stunting selama satu tahun terkahir.

Dalam menangani persoalan stunting, BKKBN tentu tidak bisa bekerja sendiri sehingga membutuhkan keterlibatan semua sektor untuk menyukseskan penurunan angka stunting ini. Salah satunya peran serta tiga pilar yakni kader, bidan, dan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).

BKKBN mengerahkan se­banyak 1,2 juta kader di lapang­an untuk melakukan pendampingan kepada ke­luarga akseptor keluarga. (RO/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik