Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Tes Acak Pemudik Tak Bisa Dijadikan Rujukan Data Kasus Covid-19

Atalya Puspa
12/5/2021 04:25
Tes Acak Pemudik Tak Bisa Dijadikan Rujukan Data Kasus Covid-19
Foto udara pemudik sepeda motor terjebak kemacetan saat melintasi posko penyekatan mudik di jalur Pantura Patokbeusi, Subang, Jawa Barat(ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar)

KETUA Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Airlangga Hartarto menyampaikan pemerintah melakukan tes acak terhadap 6.742 pemudik yang melalui pos penyekatan.

Dari tes acak tersebut didapatkan sekitar 4.123 pemudik yang terkonfirmasi positif Covid-19. Dari data tersebut diketahui bahwa lebih dari 60% pemudik terkonfirmasi positif.

Namun, menurut epidemiolog UGM, Bayu Satria Wiratama, data tersebut belum bisa menunjukkan gambaran angka sebenarnya karena tes tersebut dilakukan secara acak dan tidak disebutkan alat tes deteksi Covid-19 yang digunakan.

“Belum tentu (angka sebenarnya) karena untuk menggambarkan kondisi sebenarnya kita perlu kaidah yang benar dalam mengambil sampel secara acak,” kata Bayu Satria dalam keterangan resmi, Rabu (12/5).

Menurutnya, jika tes secara acak menggunakan tes rapid antigen, swab PCR atau Genose C-19 maka angka terkonfirmasi positif sebesar itu menunjukkan hal yang cukup mengkhawatirkan. Namun begitu, tidak bisa menjadi dasar untuk mengatakan secara keseluruhan kondisi gambaran pemudik yang terpapar covid-19.

Baca juga: Pemudik yang Jadi Provokator Jebol Penyekatan Ditangkap Polisi

“Untuk mencapai gambaran sebenarnya perlu sistematika pengambilan sampel acak yang sesuai kaidah,” katanya.

Meski demikian, Bayu sepakat bahwa kebijakan pelarangan mudik yang dilakukan oleh pemerintah mengantisipasi adanya gelombang kedua pandemi dan kekhawatiran naiknya kasus Covid-19 seperti yang terjadi di India. Meski sudah ada larangan mudik tetap ada saja warga yang memilih mudik jauh-jauh hari bahkan menerobos pos-pos penyekatan mudik.

“Pelarangan mudik susah dilakukan apalagi tanpa penjelasan dan komunikasi yang bagus dari pemerintah. Misalnya kenapa mudik dilarang tapi berwisata boleh?” katanya.

Bagi warga yang terlanjur mudik di kampung halamannya, Bayu menyarankan agar dilakukan pengetatan di wilayah tujuan mudik. Menurutnya, setiap yang mudik harus dilakukan tes covid-19 sebanyak dua kali di saat kedatangan dan dikarantina terlebih dahulu. Selanjutnya ada penguatan sistem surveilans dan monitoring kasus di masing-masing wilayah terutama sampai tingkat RT/RW. Apabila dilakukan sudah dilakukan deteksi dini dan diisolasi dengan cepat kasus yang muncul maka bisa ditekan penyebarannya.

“Intinya jika memungkinkan semua pemudik yang kembali pulang dikarantina dulu 5 hari dan dites dua kali,” paparnya.

Namun, yang tidak kalah lebih penting pelaporan di tingkat RT/RW juga harus bagus untuk mencatat siapa saja pemudik yg datang sampai dengan kontak dan alamat asal untuk dilaporkan ke satgas daerah.

“Tujuannya untuk mempermudah kontak tracing jika terjadi kasus,” katanya

Meski ada larangan mudik, sosialisasi penggunaan masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan hingga rajin mencuci tangan, tetap menjadi kunci utama penanggulangan penyebaran Covid-19 yang terletak di masing masing individu akan pentingnya mengenai pengetatan protokol kesehatan. Oleh karena itu, edukasi tetap menjadi bagian yang penting dalam pencegahan Covid-19 dan sebaiknya perlu dibuat seragam dari pusat sampai daerah karena sampai saat ini masih belum seragam. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya