Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

LKPP Diminta Transparan soal Negosiasi E-Katalog Obat ARV HIV

Atalya Puspa
18/11/2020 08:05
LKPP Diminta Transparan soal Negosiasi E-Katalog Obat ARV HIV
Ilustrasi(AFP)

INDONESIA AIDS Coalition meminta agar pemilihan penyedia obat ARV melalui jalur e-katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) berjalan secara transparan dan akuntabel. Hal itu menjadi fokus perhatian IAC karena saat ini sedang berlangsung negosiasi obat ARV jenis TLD.

"Agar obat ARV jenis kombinasi dosis tetap TLE (Tenofovir, Lamivudine, Efavirenz) dan TLD (Tenofovir, Lamivudine, Dolutegravir) bisa terdaftar di e-katalog terbaru ini dengan harga yang paling rasional,” ujar Direktur Eksekutif Indonesia AIDS Coalition (IAC) Aditya Wardhana, dalam keterangan resminya.

Pasalnya, dua jenis obat ARV kombinasi dosis tetap tersebut menjadi tulang punggung keberhasilan program penanggulangan AIDS di Indonesia. “Saat ini ada lebih dari 80 ribu orang dengan HIV-AIDS (ODHA) yang mengonsumsi obat ARV dengan jenis kombinasi ini,” jelasnya.

IAC merupakan LSM yang bekerja untuk pemantauan akses obat esensial. Aditya juga mendorong agar proses pengadaan obat-obatan tahun 2021-2022 dengan menggunakan dana pemerintah dapat menghasilkan harga obat yang paling rasional.

Seperti diketahui, sejak 2016, obat ARV jenis TLE yang dibeli menggunakan dana APBN harganya mencapai Rp405 ribu per botol. Pada pengadaan tahun anggaran 2020, harganya turun menjadi Rp204 ribu. Dengan harga yang turun, maka alokasi anggaran yang tersedia dapat mencakup lebih banyak ODHA untuk diberikan pengobatan.

Namun demikian, di sisi lain ia mengakui informasi tersebut menimbulkan pertanyaan lain. “Mengapa selama ini harga yang digunakan begitu mahal, bahkan setelah harganya turun pun tetap berbeda jauh dari harga di pasaran internasional? Per Oktober 2020 harganya di pasaran internasional hanya US$6 perbotol atau setara dengan Rp84.966” lanjutnya.

Oleh karena itu, pihaknya meminta seluruh negosiasi yang berhubungan dengan pengadaan obat ARV lebih transparan sehingga masyarakat dapat memantau dan turut memastikan kelancaran prosesnya. Dengan demikian, tidak terjadi lagi negosiasi harga obat ARV yang terlalu tinggi seperti yang terjadi selama ini.

Obat ini memiliki tingkat toksisitas rendah dan tingkat keampuhan yang lebih tinggi. Selain itu, TLD juga lebih murah dengan harga internasional US$ 5,55 atau Rp77.885 (kurs Rp.14.161), sehingga diharapkan harga yang dinegosiasikan tetap berada pada batasan yang rasional.

ARV kombinasi dosis tetap berjenis TLE dan TLD tersebut merupakan tulang punggung pengobatan bagi lebih dari 80 ribu pasien HIV. Sudah seharusnya pemerintah memperhatikan efektivitas, efikasi pengobatan, dan harga yang terjangkau sehingga dapat mencakup lebih banyak pasien.

Laporan Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI pada Triwulan II Tahun 2020 menunjukkan dari perkiraan jumlah ODHA di Indonesia yang mencapai 543 ribu orang, baru ditemukan 398.784 orang.

Dari jumlah itu, baru 135.403 orang yang mendapatkan pengobatan atau baru mencakup sekitar 34% dari target 90% yang seharusnya sudah tercapai pada akhir tahun 2020.

Pengobatan ARV dibutuhkan bukan hanya untuk menyelamatkan nyawa pasien tapi juga dapat membantu mencegah angka penularan baru. Dengan rutin mengonsumsi ARV, jumlah virus dalam tubuh ODHA menjadi tidak terdeteksi dan tidak lagi berpotensi menularkan pada orang lainnya. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya