Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

KPK Temukan Banyak Masalah dalam Pengelolaan Limbah Medis

Dhika Kusuma Winata
11/11/2020 18:31
KPK Temukan Banyak Masalah dalam Pengelolaan Limbah Medis
Petugas gabungan menunjukkan sampah medis yang dibuang di Sungai Cisadane, Banten.(Antara/Fauzan)

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan sejumlah masalah terkait tata kelola limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dari fasilitas kesehatan.

Sejumlah kasus pembuangan limbah medis di tempat publik ditengarai akibat masalah tata kelola. Berikut, terbatasnya jumlah dan kapasitas pengolahan, hingga lemahnya pengawasan.

"Kami mengawasi sejak awal tahun. Ada 22 fasilitas layanan kesehatan di DKI Jakarta dan sedang berjalan juga di Makassar. Kami melihat penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, hingga penguburannya. Dari setiap tahap, kami temukan masalah," tutur Kasatgas Pencegahan KPK Dian Patria dalam diskusi virtual, Rabu (11/11).

Baca juga: Limbah Medis Indonesia Tembus Lebih dari 1.000 Ton

Berdasarkan kajian sementara, ditemukan persoalan limbah medis dari hulu hingga hilir. Pada sektor hulu, penyimpanan limbah medis di fasilitas layanan kesehatan tidak dipilah dengan baik.

KPK juga menemukan banyak puskesmas yang tidak memiliki cold storage untuk menampung limbah sementara. Kemudian, banyak transportasi pengangkut limbah medis yang tidak memiliki izin.

Pada tahap pengolahan, KPK menemukan jumlah pengolah limbah medis yang terbatas. Hanya enam perusahaan pengolah limbah medis yang aktif. Rinciannya, lima di wilayah Jawa dan satu di wilayah Kalimantan.

Baca juga: Soal UU Cipta Kerja, KLHK Pastikan Izin Lingkungan tidak Dihapus

Selain itu, hanya terdapat 90 rumah sakit yang memiliki fasilitas insinerator untuk mengolah limbah medis. Itu dari total 2.800 rumah sakit di seluruh wilayah. Jumlah yang tidak sebanding dengan keberadaan fasilitas layanan kesehatan, serta limbah medis yang dihasilkan.

Mengutip data Kemnetrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) per 2018, lanjut Dian, jumlah limbah medis mencapai 102 ton per hari. Adapun limbah medis yang mampu diolah hanya 30 ton.

"Limbah medis ini situasinya darurat. Pemerintah tidak bisa melihat ini dengan pendekatan bussiness as usual. Kok bisa ada masalah di lapangan, tapi izinnya (pengolah limbah) terbatas. Belum lagi ada pandemi covid-19, pasti menambah limbah medis," jelas Dian.

Baca juga: Rekayasa Ekologi Perlu Dikembangkan untuk Urai Limbah Medis

Terkait terbatasnya perusahaan pengolah limbah medis, dia menyoroti adanya masalah keuangan. KPK menemukan rumah sakit milik pemerintah di Jakarta membayar biaya pengolahan lebih mahal dibandingkan rumah sakit swasta. Padahal limbah medis dikirim ke perusahaan pengolah yang sama.

Rumah sakit pemerintah bisa membayar biaya pengolahan limbah medis hingga Rp15 ribu per kilogram (kg). Sementara itu, rumah sakit swasta cukup membayar sekitar Rp8 ribu per kg.

"Kami sedang mengkaji ini ada masalah darurat, tapi penyelesaiannya tidak darurat. Terbatas sekali perusahaan pengelola limbah medis. Belum lagi di penguburan atau penimbunan," tandasnya.(OL-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya