Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
MANAJER Riset Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Badiul Hadi menilai ada anomali dalam pengelolaan kebijakan fiskal Indonesia. Itu karena defisit anggaran yang kerap disebut terkendali besar kemungkinan ditopang oleh utang.
"Itu anomali, dan menegaskan pemerintah memang sedang mengalami problem sangat serius dalam pengelolaan fiskal. Pengelolaan fiskal masih sangat bergantung pada utang." ujarnya saat dihubungi, Kamis (26/12).
Posisi utang pemerintah hingga November 2024 tercatat sebesar Rp8.680,13 triliun. Nilai tersebut meningkat 1,40%, sekitar Rp119,77 triliun dari bulan sebelumnya yang tercatat Rp8.560,36 triliun. Jumlah tersebut, kata Badiul, baru menggambarkan besaran utang pokok, belum termasuk beban bunga yang mesti dibayar.
Kondisi tersebut membuat ruang fiskal negara menyempit. Padahal program-program prioritas pemerintah yang akan dieksekusi memerlukan anggaran besar. Upaya ekstra diperlukan untuk memperbaiki kondisi APBN.
Namun itu tak serta merta pemerintah mengambil jalan pintas, atau jalan termudah untuk meningkatkan penerimaan negara. Optimalisasi perusahaan-perusahaan BUMN, misalnya, kata Badiul, merupakan salah satu cara yang bisa ditempuh untuk mendongkrak pendapatan negara.
Ia juga menyoroti perihal pengaburan fakta yang dilakukan pemerintah. Sebab, acap kali pembuat keputusan membandingkan kondisi utang dengan negara-negara yang memiliki kapasitas ekonominya jauh lebih baik dan maju dari Indonesia.
"Membandingkan Indonesia dengan negara yang secara ekonomi lebih baik, apalagi membandingkan dengan negara maju, itu sangat tidak relevan. Pemerintah justru lebih baik terbuka saja atas kondisi sesungguhnya pada masyarakat dan minta maaf kepada masyarakat," terang Badiul.
Perihal utang sebelumnya juga dikritisi oleh Ekonom Senior sekaligus pendiri Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J. Rachbini. "Ini mencerminkan politik anggaran yang tidak sehat. Pemerintah terlalu gemar berutang, mengikuti teori ‘budget maximizer’ tanpa kontrol dan mekanisme checks and balances yang memadai," ungkap Didik.
Tingginya suku bunga obligasi utang Indonesia juga menjadi sorotan tajam. Tingkat bunga yang ditawarkan Indonesia di kisaran 7,2%, menjadi yang tertinggi di ASEAN.
Bunga tersebut jauh di atas Thailand (2,7%), Vietnam (2,8%), dan Malaysia (3,9%). “Ini jelas menguras pajak rakyat. Setiap tahun, kita harus membayar bunga utang sebesar Rp441 triliun, hanya untuk memenuhi nafsu utang pemerintah,” ujar Didik.
Lebih jauh, Didik menyoroti alokasi belanja negara yang semakin tidak produktif. Porsi belanja nonproduktif seperti belanja pegawai dan barang meningkat dari 34% pada 2014 menjadi 36% di 2024, sementara belanja produktif terus menyusut.
"Dampaknya tidak hanya terasa sekarang, tetapi juga akan membebani pemerintahan mendatang. Struktur anggaran kita semakin tidak sehat," terangnya. (Z-9)
Hingga April 2025, penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp100 triliun atau 33,1% dari target, tumbuh 4,4% (yoy), utamanya didorong oleh lonjakan penerimaan bea keluar.
Jose juga menyoroti pentingnya peran UMKM dalam menjaga ketahanan ekonomi nasional. Ia menilai bahwa dalam setiap krisis, UMKM selalu menjadi penyelamat ekonomi.
(APBN) hanya mampu memenuhi sekitar 12,3% dari total kebutuhan pendanaan aksi iklim yang diperkirakan mencapai Rp4.000 triliun hingga 2030.
PEMERINTAH dipandang perlu untuk segera memperbaiki kebijakan fiskal dan kebijakan lainnya yang dinilai mengkhawatirkan oleh pelaku pasar dan investor.
Pengamat perbankan Arianto Muditomo memperkirakan utang luar negeri (ULN) pada pemerintah Presiden Prabowo Subianto akan terus melonjak.
Tekanan terhadap anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) akan semakin terasa apabila porsi pembayaran pokok dan bunga utang meningkat secara signifikan.
PADA 2024, utang publik global diperkirakan mencapai US$102 triliun. Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok berkontribusi besar terhadap meningkatnya jumlah utang. Indonesia?
EKONOM Senior Indef Didik J. Rachbini menilai pengelolaan ekonomi Indonesia dianggap gagal mengatasi deindustrialisasi dini dan membiarkan utang membengkak tanpa kendali.
Kemenkeu mencatat posisi utang pemerintah per Agustus 2024 mencapai Rp8.461,93 triliun. Rasio utang pemerintah pada periode tersebut sebesar 38,49%, masih di bawah batas aman 60%.
Ekonom senior Faisal Basri mempertanyakan alokasi belanja lain-lain yang cukup besar pada RAPBN 2025 yang mencapai Rp631,8 triliun, atau 23,5% dari total belanja APBN.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved