Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Perlu Konsistensi untuk Rasakan Manfaat Energi Hijau

M Ilham Ramadhan Avisena
19/11/2024 08:13
Perlu Konsistensi untuk Rasakan Manfaat Energi Hijau
Ilustrasi(Antara)

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengungkapkan pasar karbon dunia berpotensi menghasilkan pendapatan Rp8.000 triliun bagi Indonesia. Indonesia yang memiliki kekayaan alam berlimpah dinilai dapat mengambil kesempatan dan mengoptimalisasi potensi tersebut.

"Indonesia memiliki posisi yang unik untuk memanfaatkan peluang dari pengembangan pasar karbon. Pasar karbon dunia itu potensinya Rp8.000 triliun," ujar Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Investasi, Hilirisasi, dan Lingkungan Hidup Kadin Indonesia Bobby Gafur Umar dalam Executive Forum bertajuk Menggali Sektor Kunci Investasi Berkelanjutan di Indonesia yang diselenggarakan Media Indonesia, Jakarta, Senin (18/11).

Hal pertama yang mesti dilakukan pemerintah untuk mengoptimalisasi potensi tersebut ialah mengembangkan peta jalan yang komprehensif dan inklusif. Lalu meningkatkan pengakuan kredit karbon melalui instrumen seperti Sistem Registri Nasional Perubahan Iklim (SRN-PPI) dan Taksonomi untuk Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI).

Kemudian pemerintah juga perlu untuk memiliki standarisasi kredit karbon yang digunakan untuk Voluntary Carbon Market (VCM). "Kita harus bisa mendorong swasta berperan dalam menghasilkan karbon untuk dijual ke market," tutur Bobby. 

Sejatinya Indonesia telah memperkenalkan Sistem Perdagangan Emisi dan Pajak Karbon. Hanya, aturan yang mestinya berlaku di 2022 diundur menjadi 2025. Padahal peluang Indonesia cukup besar dari pemajakan karbon. Tanpa aturan, maka tak ada daya tekan untuk mengurangi emisi maupun transisi energi. 

Itu juga tercermin dari kebiasaan Indonesia yang sampai saat ini terbilang santai menyiakan karbon. Sampah, misalnya, menghasilkan gas metan yang 20 kali lebih destruktif dari karbondioksida. Pengolahan sampah di dalam negeri juga relatif minim. Jika pajak karbon berlaku, imbuh Bobby, akan ada beban finansial yang muncul dari sampah. 

Indonesia juga sebetulnya telah meluncurkan bursa karbon, yaitu platform perdagangan karbon berbasis kepatuhan (compliance) di bawah Bursa Efek Indonesia (BEI). Per Juli 2024, terdapat 3 proyek dan 69 peserta dengan nilai transaksi karbon sebesar Rp5,9 miliar. Nilai itu dinilai masih terlalu kecil. 

"Satu tahun lalu kita me-launching bursa karbon. Bursa karbon di-launching, tidak ada yang jualan karbon. Jadi kita seperti buka warung, tetapi barang dagangannya tidak ada. Itu karena peraturannya tidak lengkap," kata Bobby. 

"Jadi kalau legislatif bisa menggolkan tahun depan UU EBT, kita banyak sekali potensi untuk mengejar ke sana," tambahnya. 

Lebih lanjut, dalam Rencana Umum Pembangkit Tenaga Listrik (RUPTL), Indonesia akan membangun 100 Giga watt energi terbarukan hingga 15 tahun ke depan. 75% dari target itu merupakan energi baru terbarukan. Untuk mencapai itu, diperlukan investasi senilai US$100 miliar. 

Dari pertemuan COP29 di Baku, Azerbaijan, kata Bobby, Indonesia mendapatkan kesepakatan pendanaan hijau sebesar €1,2 miliar, setara Rp20,18 triliun untuk pengembangan energi bersih. Dana tersebut diperoleh Indonesia dari Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW) untuk sektor ketenagalistrikan. 

Di kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi XII Dewan Perwakilan Rakyat Sugeng Suparwoto mengungkapkan, sedianya wakil rakyat telah berinisiatif membuat dan mendorong UU EBT. Naskah akademis dari produk hukum itu bahkan telah diperkenalkan ke akademisi dan disepakati untuk segera diberlakukan. 

Hanya, kata Sugeng, pengesahan UU itu terhalang oleh pemerintah. Pemerintahan sebelumnya enggan menyetujui UU EBT lantaran tak sepakat mengenai power wheeling. "Saya komitkan Agustus lalu selesai UU EBT, naskah akademisi sudah diputar ke seluruh Indonesia dan semua sepakat, hanyha ada satu pasal yang mengganjal, power wheeling. Padahal tanpa power wheeling hampir muskil EBT bisa jalan," terangnya. 

Adapun power wheeling merupakan mekanisme yang memungkinkan pihak swasta atau Independent Power Producer (IPP) untuk menjual listrik secara langsung kepada masyarakat melalui jaringan transmisi PLN. Sugeng berharap UU EBT itu dapat disetujui dan disepakati untuk berlaku sebagai alas hukum yang mengikat. 

Dia juga menambahkan, komitmen parlemen terhadap peralihan energi cukup kuat. Itu dibuktikan dengan rencana pembuatan UU mengenai minyak dan gas yang di dalamnya bakal mengamanatkan pembentukan oil and gas fund. 

"Di UU itu nanti akan ada oil and gas fund, karena tanpa itu tidak mungkin bisa melakukan eksplorasi. Ini nanti sebagaimana BLU di kelapa sawit yang awalnya dibentuk untuk mendorong replanting," terang Sugeng. 

Sementara itu, Demikian disampaikan Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal Edy Junaedi mengungkapkan, upaya untuk mendorong optimalisasi energi hijau di dalam negeri mesti melibatkan banyak pihak. 

"Komitmen investasi hilirisasi itu harus bersama dengan Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan, juga Kementerian Perindustrian. Supaya jangan sampai nanti kebijakan-kebijakan terkait hanya menguntungkan beberapa negara tertentu, karena harus dilihatnya holistik," jelas Edy. (Z-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika
Berita Lainnya