Headline
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
Banyaknya campur tangan dalam peremajaan sawit rakyat (PSR) menjadi sebab program itu berjalan lambat. Regulasi yang dilahirkan menjadi tak sejalan dengan tujuan program tersebut dan menimbulkan kendala dalam implementasi di lapangan.
Hal itu diungkapkan Anggota Dewan Pengawas Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS) Joko Supriyono dalam taklimat media bertajuk Kontribusi Sawit untuk APBN dan Perekonomian, di Belitung, Kepulauan Bangka Belitung, Selasa (27/8) malam.
"Ini urusannya banyak kementerian. Jadi hambatannya itu di banyak kementerian. Jadi perlu diperbaiki regulasi, prosedur. Jadi itu kenapa PSR lambat, karena kita masih terus perbaiki prosedur regulasi," ujarnya.
Baca juga : Komisi IV DPR Dorong Pemerintah Gencarkan Sosialisasi PSR
Dalam beberapa tahun terakhir, kinerja program PSR melambat. Data BPDPKS menunjukkan realisasi program PSR dari awal tahun hingga Juli 2024 baru mencapai 18.484 hektare (Ha) dengan dana yang tersalur Rp544 miliar untuk 22 provinsi. Itu sangat jauh dari target tahun ini yang mencapai 120 ribu Ha.
Alokasi dana untuk PSR juga direncanakan ditambah dari Rp30 juta per Ha menjadi Rp60 juta per Ha mulai 1 September 2024. Namun Joko ragu penambahan dana itu akan berpengaruh signifikan pada perbaikan implementasi PSR jika permasalahan regulasi masih belum dibenahi.
"Tahun ini dinaikan jadi Rp60 juta. Namun, dengan Rp60 juta ini kalau nanti regulasi belum mendukung, mungkin juga tidak akan signifikan," kata Joko.
Baca juga : BPDPKS Diubah Jadi BPDP, Urusi Sawit, Kelapa, Karet dan Kakao
Hal senada diamini Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono. Dia menilai regulasi yang ada saat ini untuk program PSR belum sepenuhnya mendukung.
"Jadi itu bukan salah PBDPKS. Sekarang ini kementerian dan lembaga yang terlibat dalam sawit itu ada lebih dari 30. Kalau tidak salah sekarang 37. Jadi kebijakan ini justru saling tumpeng tindih yang terjadi. Yang paling banyak masalah di plasma (kemitraan)," terangnya.
Menurut Eddy, perbaikan regulasi menjadi penting. Sebab, Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar. Peremajaan perlu dipercepat untuk bisa mendongkrak produksi komoditas tersebut. Apalagi Indonesia juga menjadi konsumen kelapa sawit terbesar.
Baca juga : Pengelolaan Dana Kakao dan Kelapa ke BPDPKS Dinilai akan Ganggu Program Strategis Nasional Kelapa Sawit
Jika perbaikan tak segera dilakukan, dikhawatirkan industri kelapa sawit dalam negeri tak bisa memenuhi kebutuhan domestik. "Jangan sampai nanti terulang sejarah kita pernah menjadi eksportir terbesar kedua di dunia gula. Sekarang kita menjadi importir yang sangat besar," tutur Eddy.
"Kita sekarang konsumen minyak sawit terbesar di dunia walaupun kita juga produsen minyak sawi terbesar di dunia. Kalau ini tidak segera dibenahi, bisa terjadi sejarah akan berulang," tambahnya.
Dalam beberapa waktu terakhir, terjadi penurunan produktivitas minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) di dalam negeri. Produktivitas CPO tercatat 3,26 metrik ton per Ha per tahun di 2019, kemudian menurun menjadi sebesar 2,87 metrik ton per hektar per tahun pada 2023.
Baca juga : Subsidi Silang, Pemerintah Putuskan Pengelolaan Dana untuk Kakao dan Kelapa Digabungkan ke BPDPKS
Sedangkan produktivitas CPO dari perkebunan sawit rakyat lebih rendah lagi, yakni 2,58 metrik ton per hektar per tahun pada 2023. Direktur Perencanaan dan Pengelolaan Dana sekaligus Plt. Direktur Kemitraan BPDPKS Kabul Wijayanto mengatakan, BPDPKS terus berupaya untuk meningkatkan produktivitas melalui pelaksanaan program PSR.
Sejak 2016 hingga Juli 2024, kata dia, realisasi PSR baru mencapai 345 ribu Ha. Adapun pemerintah menargetkan PSR dapat mencapai 180 ribu Ha per tahunnya. "Program peremajaan dan program sarana dan prasarana merupakan bagian yang dikontribusikan BPDPKS untuk meningkatkan produktivitas, yang menjadi isu tantangan utama saat ini," jelas Kabul.
"Apabila capaian-capaian program ini tidak dilakukan dengan baik dengan capaian target yang ada, tentu akan berimbas kepada produktivitas yang diharapkan," pungkasnya. (Z-11)
DALAM beberapa pemberitaan, pemerintah menyatakan bahwa produksi minyak kelapa sawit nasional ditargetkan mencapai 100 juta ton pada tahun Indonesia emas 2045.
Pasar properti di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan menunjukkan tren pertumbuhan positif. Faktor utama yang mendorong perkembangan ini adalah stabilnya harga komoditas lokal.
Pemerintah terus memperkuat komitmennya terhadap pengelolaan kelapa sawit yang berkelanjutan melalui berbagai langkah strategis, salah satunya dengan Perpres Nomor 16 Tahun 2025.
Dewan Negara-Negara Penghasil Minyak Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/CPOPC) secara resmi mengumumkan transisi kepemimpinan eksekutifnya.
Tiga varietas bibit unggul sawit terbaru dirilis PT Astra Agro Lestari. Semua varietas itu memiliki ketahanan terhadap penyakit ganoderma.
Sistem tracing itu akan memuat data penting seperti sertifikasi lahan, titik koordinat kebun, status legalitas, serta aspek lingkungan dan sosial yang terkait.
Luas perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat mencapai 125.000 hektar dengan luasan sekitar 30.000 hektar kebun sawit swadaya masyarakat.
Hasil panen yang terus meningkat dan koperasi desa yang semakin berkembang mencerminkan betapa besar dampak positif dari program SMILE.
INDUSTRI kelapa sawit, baik sawit mentah sampai jadi minyak goreng, di Indonesia saat ini dikuasai oleh segelintir orang saja.
WAKIL Presiden Jusuf Kalla memberi lampu hijau kepada Komjen Budi Gunawan untuk menjadi Wakil Kapolri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved