Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
INDEKS Harga Saham Gabungan (IHSG) dan pasar obligasi pada akhirnya harus mengakui tekanan yang terjadi selama pekan kemarin. Tidak adanya katalis membuat IHSG yang tidak mampu bertahan di level 7.000, hingga imbal hasil obligasi yang kembali naik.
"Pekan ini pun, kami melihat tekanan yang sama akan kembali datang, dan bagaimana kita berusaha untuk menungganggi volatilitas yang ada adalah kunci," kata Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus, Senin (11/9).
Dari Amerika Serikat (AS), data CPI akan mencuri perhatian, karena secara bulanan diproyeksikan akan naik dengan estimasi 0,4%-0,6%. Begitupun CPI tahunan yang akan naik dari 3,2% menjadi 3,4%-3,6%.
Hal ini tentu akan semakin menekan tekanan pasar apabila ternyata inflasi tahunan AS meningkat. Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga minyak yang terjadi beberapa waktu yang lalu, yang mengkerek inflasi.
Baca juga: IHSG Berpotensi Sideways seiring Sentimen Domestik dan Global
"Namun inflasi inti tahunan AS diperkirakan akan melandai dari 4,7% menjadi 4,2% - 4,4%. Tentu hal ini memberikan sentimen positif tatkala inflasi secara keseluruhan akan naik," kata Nico.
Tidak hanya itu, data penjualan ritel diperkirakan akan turun, dari 0,7% hanya akan tumbuh di kisaran 0,1% - 0,3%. Sejauh ini kalau melihat data yang ada, besar kemungkinan The Fed akan menahan tingkat suku bunga acuan.
"Namun kalau dari sisi ketenagakerjaan, Continuing Claims dan Initial Jobless Claims diproyeksikan akan naik," kata Nico.
Inflasi yang masih belum bisa terkendali, ditambah dengan ketenagakerjaan yang masih berada di area menguat, kemungkinan akan menjadi tugas yang sulit bagi The Fed untuk memutuskan.
Pertemuan The Fed tentu akan mencuri perhatian, karena mereka berada di posisi yang cukup sulit di tengah munculnya data ekonomi yang akan terjadi pekan ini.
Secara probabilitas, kenaikan tingkat suku bunga The Fed kecil pada September, dan ada potensi November mendatang akan dinaikkan. Di satu sisi, imbal hasil obligasi US Treasury tenor 2 tahun juga sudah mengalami kenaikan dan bahkan menyentuh 5%, tertinggi sejak 2007. Hal ini mempengaruhi pasar obligasi untuk melakukan yang sama dengan mengalami kenaikan.
"Apabila kenaikan harga minyak terjadi terus menerus, tidak menutup kemungkinan The Fed akan menaikkan tingkat suku bunga sebelum The Fed terlambat membuat keputusannya seperti yang dialaminya dulu," kata Nico.
Dari Benua Biru, pertemuan Bank Sentral Eropa pekan ini pada Kamis (14/9) diharapkan belum akan menaikkan tingkat suku bunga.
"Kami melihat, Bank Sentral Eropa akan jauh lebih tenang sebelum memutuskan, karena tekanan ekonomi begitu besar akibat perekonomian Jerman yang turun. Oleh karena itu kami melihat peluang untuk tidak merubah tingkat suku bunga bulan September, sebelum mereka akan menaikkan kembali tingkat suku bunga," kata Nico.
Inflasi di Eropa pun masih berada di atas 5,3%, dengan inflasi inti melandai pada bulan Agustus 2023 dari 5,5% menjadi 5,3%.
Sementara itu, Tiongkok berusaha menemukan momentum untuk bangkit dengan memberikan stimulus terukur dan cepat, tengah menjadi perhatian.
Data industrial production Tiongkok secara tahunan diperkirakan akan naik dengan estimasi 0,2% - 0,4%. Begitupun juga dengan penjualan ritel secara tahunan (yoy) yang diproyeksi akan tumbuh 2,7% - 3%.
Hal ini akan membuat pasar bergembira di tengah tekanan Eropa dan AS bahwa Tiongkok mulai menemukan ritmenya kembali.
Baca juga: Harga Emas Antam Hari Ini Naik Rp1.000 per Gram
Jepang akan merilis data indeks harga produsen (PPI) secara bulanan yang diproyeksi tumbuh dengan positif dengan estimasi 0,2% - 0,4%. Data yang akan menjadi perhatian adalah Core Machine Orders dan Industrial Production.
Dari dalam negeri, data neraca perdagangan akan mencuri perhatian, yang diharapkan surplus Indonesia akan jauh lebih tinggi dari sebelumnya. (Z-6)
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), pada Kamis 10 Juli 2025, diperkirakan bergerak menguat Penguatan bisa terjadi karena didorong sentimen global.
BANK Indonesia memperkirakan Federal Reserve (The Fed) akan melonggarkan kebijakan moneternya secara bertahap dalam dua tahun mendatang.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin, 30 Juni 2025, dibuka menguat 34,91 poin atau 0,51% ke posisi 6.932,31.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI), pada perdagangan Kamis 26 Juni 2025, dibuka menguat 9,71 poin atau 0,14% ke posisi 6.841,85.
IHSG hari ini, Rabu 25 Juni 2025, berpeluang bergerak menguat. Sentimen utamanya tidak lain karena seiring meredanya konflik Iran vs Israel di kawasan Timur Tengah.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa, 24 Juni 2025, dibuka menguat 91,75 poin atau 1,35% ke posisi 6.878,89.
Obligasi ini dijamin sepenuhnya, tanpa syarat, dan tidak dapat dibatalkan oleh CGIF selaku lembaga penjamin kredit dengan kekuatan finansial tingkat tertinggi (idAAA/stabil).
Duta Besar Australia untuk Indonesia Rod Brazier menyoroti pencapaian IA-CEPA dalam memperkuat hubungan antara Australia dan Indonesia.
FEBRUARI 2008, tatkala krisis finansial global masih berkecamuk, Presiden Prancis Nicolas Sarkozy mengundang beberapa ekonom terkemuka.
SEGERA atasi tantangan struktural yang dihadapi perempuan agar mampu berperan aktif dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.
SULIT menjadi Indonesia. Bukan lantaran tak punya sumber daya, melainkan karena harapan selalu membuncah melebihi kapasitas institusi yang mengelola.
Kedua sistem ini, QRIS dan Project Nexus, sejatinya bersifat komplementer, bukan saling menggantikan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved