Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
PEMERINTAH berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam agar selaras dengan pertumbuhan ekspor dengan cadangan devisa.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, hal itu akan dilakukan untuk menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Tadi arahan Bapak Presiden bahwa ekspor yang selama ini terus positif perlu diikuti dengan peningkatan cadangan devisa. Oleh karena itu Bapak Presiden meminta agar PP 1/2019 tentang devisa hasil ekspor itu untuk diperbaiki," kata Ketum Golkar itu.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia Yusuf Wibisono mendukung langkah pemerintah untuk merevisi peraturan Devisa Hasil Ekspor (DHE). Namun dukungan ini dengan catatan sebagai berikut.
“Menambahkan sektor yang wajib membawa pulang DHE tidak hanya SDA namun juga sektor lain termasuk manufaktur, menurut saya sah-sah saja namun tidak akan menyelesaikan masalah selama kebijakan DHE hanya sekedar pencatatan DHE sudah ditempatkan di dalam negeri dengan sanksi yang cenderung ringan, umumnya hanya sanksi administratif,” ujar Yusuf saat berbincang hari ini (13/1).
Menurut dia, banyak DHE yang tidak kembali ke Indonesia karena pengusaha menahan dollar mereka untuk berbagai hal. “Pengusaha membutuhkan devisa untuk kebutuhan impor mereka, untuk membayar utang valas dan juga untuk antisipasi karena kekhawatiran atas ketidakpastian pasar valas, bahkan posisi hold Dollar menjadi pilihan menguntungkan untuk spekulasi,“ jelas Yusuf.
Dan faktor yang paling jelas adalah bunga deposito dollar yang jauh lebih tinggi di bank luar negeri dibandingkan bank di Indonesia. “Hal ini ironis dan terlihat amoral krn DHE dr hasil kekayaan alam negara digunakan untuk keuntungan pribadi semata bahkan dengan kerugian rakyat dr instabilitas Rupiah,” tegas Yusuf yang juga menjabat sebagai Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS).
Baca juga: Harga Emas Menguat Tajam
Untuk itu perlu reformasi secara struktural yang bisa dilakukan pemerintah. “Yaitu mereformasi sistem devisa bebas kita. Kita seharusnya mulai menerapkan kewajiban repatriasi DHE dan kewajiban konversi DHE ke Rupiah, tidak perlu secara penuh, katakan misalnya 50% saja. Jadi di satu sisi ketidakpastian pasar valas bisa ditekan dengan pasokan Dollar yg memadai namun di sisi lain pengusaha pemegang DHE juga masih tetap memiliki DHE dalam jumlah signifikan,” ungkap Yusuf.
Kepentingan Nasional
Sementara itu, Pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai peraturan DHE lebih banyak menguntungkan pengusaha dibanding menambah cadangan devisa negara.
"Selain proyeksi pelambatan ekspor-impor tadi, saya menilai bahwa peraturan yang ada selama ini lebih menguntungkan pengusaha dari pada untuk menambah cadangan devisa," terbangnya.
Oleh sebab itu, Fahmy menilai langkah untuk merevisi aturan tersebut memang sesuai dengan keperluan nasional. "Sehingga aturan tadi perlu direvisi agar ekspor nanti memberikan tambahan yang signifikan bagi cadangan devisa," tegasnya.
Berkaca pada tahun sebelumnya, ketika harga dan permintaan komoditas melonjak justru cadangan devisa tidak mengalami hal serupa.
"Karena selama setahun sebelumnya, ekspor minerba dan hasil tambang itu kan cukup besar semuanya. Kenaikan baru bara juga cukup besar, tapi ini tidak memberikan tambahan yang signifikan bagi cadangan devisa. Makanya itu (aturan) perlu direvisi," terusnya.
Selain persoalan aturan, Fahmy juga mendorong pemerintah untu bisa memaksimalkan aktivitas ekspor-impor untuk menambah devisa.
"Selain aturan tadi, yang memang harus diupayakan adalah peningkatan ekspor dan penekanan impor, sehingga ada tambahan devisa yang cukup signifikan," pungkasnya.(RO/OL-4)
Langkah tersebut bertujuan mendongkrak cadangan devisa negara. Kementerian/lembaga terkait masih melakukan pembahasan secara detil, agar aturan bisa dijalankan secara maksimal.
Bank Indonesia telah mengeluarkan instrumen operasi valuta asing terbaru, yakni Pass On. Tujuannya, agar devisa hasil ekspor bisa bertahan lama di perbankan Indonesia.
Pinjaman dari bank luar negeri menjadi salah satu jawaban untuk menjalankan usaha karena biayanya jauh lebih murah dibandingkan bank di dalam negeri.
"Instrumen dolar di dalam negeri itu kurang menarik. Kalau kita menyimpan dolar atau deposito di bank di Indonesia, itu tidak lebih dari 1% (bunga) setahun," ujar Benny
Dalam 1/2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam pemerintah telah memberikan insentif pajak.
PRESIDEN Maladewa Mohamed Muizzu merampingkan pemerintahannya sebagai langkah pemotongan biaya langsung untuk meringankan beban ekonomi nasional di tengah merosotnya cadangan devisa.
EKONOM LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan penurunan cadangan devisa dipengaruhi oleh faktor bahwa Bank Indonesia perlu terus mengintervensi pasar agar nilai tukar rupiah relatif stabil.
Sesuai prediksi, Riset Valbury Sekuritas mengatakan bahwa pergerakan IHSG pada akhir pekan ini memang berpeluang besar menguat didukung oleh berbagai katalis positif yang memengaruhi.
Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Peningkatan posisi cadangan devisa pada April 2021 terutama dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah.
Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved