Rabu 01 Februari 2023, 05:00 WIB

Pembusukan Mahkamah Konstitusi

Administrator | Editorial
Pembusukan Mahkamah Konstitusi

MI/Seno
I;ustrasi MI.

KITA harus marah dengan rentetan prahara yang menimpa Mahkamah Konstitusi (MK). Skandal terbaru, pengubahan redaksional putusan MK, menunjukkan bahwa upaya penghancuran independensi kehakiman bukan hanya dari pihak luar. Oknum MK pun diduga mendukung, bahkan memuluskan upaya itu. Ironis dan sangat memalukan.

Pengubahan susbtansi terjadi pada redaksional putusan MK pada perkara Nomor 103/PUU-XX/2022 soal uji materiel Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK. Uji materiel ini sangat memengaruhi keabsahan pencopotan hakim konstitusi Aswanto oleh DPR pada 29 September lalu.

Aswanto dianggap DPR kerap menganulir UU produk mereka. Aswanto kemudian digantikan Guntur Hamzah berdasarkan Keputusan Presiden No 114/P Tahun 2022 tanggal 3 November 2022 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Hakim Konstitusi yang Diajukan oleh DPR.

Pada 23 November 2022 , MK telah membuat putusan atas uji materiel tersebut. Putusan dibacakan hakim konstitusi Saldi Isra yang pada halaman 51 di antaranya berbunyi, "Dengan demikian, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK, dan seterusnya."

Namun, salinan putusan yang kemudian dimuat pada situs MK tidak sesuai dengan yang dibacakan. Frasa ‘dengan demikian’ berubah menjadi ‘ke depan’. Meski kecil, perubahan itu berdampak besar. Putusan asli dengan frasa ‘dengan demikian’ membawa implikasi bahwa pencopotan Aswanto oleh DPR tidak sah dan harus batal demi hukum.

Frasa ‘ke depan’ memiliki dampak berbeda. Putusan itu tidak membatalkan pencopotan Aswanto karena hanya dapat diterapkan di masa mendatang. Bahkan, jika kita menilik lebih jauh, petakanya lebih besar. Pengubahan frasa itu membuat putusan MK menjadi semacam ‘stempel’ yang melegitimasi pencopotan Aswanto. Dengan begitu, pencopotan itu semakin dikuatkan.

Hal itulah yang membuat kita harus sadar bahwa penghancuran independensi kehakiman sangat nyata. Pihak-pihak yang ingin menyetir konstitusi berani berbuat sangat jauh dan memiliki banyak kaki tangan.

Sebab itu, perbaikan redaksional putusan sama sekali tidak cukup.

Memang, MK kemudian membentuk lembaga baru untuk menindaklanjuti skandal ini. Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang dibentuk Senin (30/1) itu berisi 3 orang, yakni hakim konstitusi Enny Nurbaningsih, mantan hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna sebagai tokoh masyarakat, dan Profesor Sudjito yang merupakan Dewan Etik MK dianggap sebagai wakil akademisi.

Di satu sisi, pembentukan MKMK sebenarnya memang keharusan agar fungsi Dewan Etik berjalan. Mati surinya Dewan Etik selama setahun ini sebenarnya sudah dikritik banyak pihak. Lagi-lagi ini ialah bukti lemahnya MK menjaga integritas.

Namun, terkait kasus ini, pembentukan MKMK juga tidak cukup menjawab kesangsian publik. MKMK, sebagaimana Dewan Etik, hanya bertugas menindak dugaan pelanggaran yang dilakukan hakim. Target kerja 30 hari juga hanya memberi kesan mengulur waktu dan penyelesaian yang tidak transparan.

Tambahan lagi, skandal pengubahan putusan ini kental aroma persekongkolan yang sistematis. Karena itu, kepaniteraan hingga kesekjenan semestinya segera diinvestigasi oleh MK. Bahkan, jika Hakim MK terlibat, yang bersangkutan harus segera mengundurkan diri dari jabatan.

Dengan segala kelambanan ini, kita mendukung langkah semua pihak untuk menyelamatkan MK. Langkah itulah yang akan ditempuh pengacara bernama Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, yang juga pengaju uji materiel tersebut. Pada Kamis (26/1), ia juga sudah mengajukan gugatan baru ke MK atas redaksional putusan yang berubah.

Skandal pengubahan putusan bukan perkara etika semata, melainkan upaya memalsukan putusan sehingga pelakunya bisa dijerat pidana. Kasus pengubahan putusan ini harus dilaporkan ke aparat penegak hukum untuk membongkar komplotan berikut otak dari pengubahan redaksional tersebut.

Pasalnya, pengungkapan inilah yang akan menjadi salah satu langkah penting untuk menyelamatkan MK. Tanpa itu integritas MK yang sudah diujung tanduk bisa jadi benar-benar hancur. Pembusukan di penjaga gawang konstitusi ini harus dibikin terang seterang-terangnya dan diungkapkan ke publik secepatnya.

Baca Juga

MI/Seno

Menumpas Impor Pakaian Bekas

👤Administrator 🕔Selasa 21 Maret 2023, 05:00 WIB
IMPORTASI pakaian bekas kembali menjadi sorotan. Itu masalah lama yang belum juga teratasi hingga sekarang, bahkan ada kesan pembiaran demi...
MI/Seno

Antiklimaks Rp300 Triliun

👤Administrator 🕔Senin 20 Maret 2023, 05:00 WIB
IDAK aneh bila Skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia merosot empat poin, dari 38 pada 2021 menjadi 34 di...
MI/Duta

Vonis Loyo Kanjuruhan

👤Administrator 🕔Sabtu 18 Maret 2023, 05:00 WIB
SUSAH betul mendapatkan keadilan di...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

Berita Terkini

Selengkapnya

Top Tags

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya