Aktivis Mahasiswa Bandung Kritisi Nepotisme Kekuasaan dalam Pilpres 2024

Sugeng Sumariyadi
25/11/2023 11:33
Aktivis Mahasiswa Bandung Kritisi Nepotisme Kekuasaan dalam Pilpres 2024
Diskusi Arah Konsolidasi Demokrasi dalam Pemilu 2024 yang digelar, Jumat(24/11) malam di Bandung.(DOK/AKTIVIS 1998)

SEJUMLAH aktivis mahasiswa lintas generasi 1998 dan 2000-an menilai sanksi pemberhentian Anwar Usman sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi belum cukup. Reformasi telah dikorupsi karena ada tindakan mengacak-acak konstitusi.

Hal itu terungkap dalam bincang politik : Arah Konsolidasi Demokrasi dalam Pemilu 2024 yang digelar, Jumat(24/11) malam di Bandung.

Eko Arief Nugroho, mantan aktivis mahasiswa dari Universitas Padjadjaran, salah satu pembicara dalam pertemuan itu mengungkapkan
keputusan MK yang membuat Gibran bisa maju sebagai cawapres telah menodai semangat dan cita-cita reformasi 1998. "Perjuangan kita ialah memberantas nepotisme, yang mengacak-acak konstitusi."

Dia menambahkan keresahan yang dirasakan para aktivis pada dasarnya sama. Situasi ini meresahkan masa depan demokrasi, yang membuat negeri ini tidak baik-baik saja.

Beberapa keresahan yang timbul atas perkembangan ini sudah mulai diresponse oleh berbagai kalangan masyarakat sipil, akademisi di beberapa kampus seperti UI,  Unpar dan mahasiswa di beberapa kota, seperti Surabaya dan Yogyakarta.

Acara diskusi yang dipandu oleh Lukman Nurhakim, aktifis 1998, itu, diikuti oleh puluhan mantan aktifis mahasiswa 1998. Di antaranya ialah Yodisman Sorata, Febrianto, Budi Hermansyah (Unpad), Opik (KM-ITB), Nicko Pardede, Ricky (Universitas Widyatama/STIEB), Anton Shulton (STHB), Irzal Yanuardi (Unisba), dan Sugeng (Unpas). Selain itu ada juga aktivis Mahasiswa era 2023-an, yakni beberapa perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa dari UNIKOM, UIN, Presma ITB, Presma UBK, Presma STIMIK dan STT Bandung.

Lebih jauh Eko menambahkan, sekalipun kondisi sekarang berbeda, tapi tidak menutup kemungkinan aksi-aksi akan menjadi semakin besar. "Kita berkumpul untuk terus mengkonsolidasikan gerakan menolak hegemoni kekuasaan," tandasnya.

Aktivis lainnya, Nicko Pardede, mengemukakan hal senada. "Gerakan aksi mahasiswa bisa saling mengisi ruang-ruang gerakan di tengah sempitnya waktu mahasiswa."

Sementara Arief Tegar Prawiro, aktivis mahasiswa dari Unikom, pemilihan Gibran tidak mencerminkan suara dan keinginan generasi Z, saat ini. "Untuk apa memaksakan anak muda menjadi pemimpin dengan cara yang tidak meritokrasi seperti itu." (SG)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Sugeng
Berita Lainnya

Bisnis

Wisata
Kuliner