Naiknya Gibran Dinilai Kental dengan Nuansa Nepotisme

Naviandri
20/11/2023 18:50
Naiknya Gibran Dinilai Kental dengan Nuansa Nepotisme
Diskusi Klab Akademos dengan tema "Nepotisme dan Tatangan Demokrasi Bangsa", di Bandung(MI/NAVIANDRI)

KEPUTUSAN Mahkamah Konstitusi yang membuat Gibran Rakabuming Raka melenggang menjadi calon wakil presiden dinilai menandakan kentalnya nuansa nepotisme pada Pemilihan Presiden 2024.

"Banyak anak muda yang masih berjuang di berbagai kampus untuk menjemput masa depannya. Kondisi ini jelas menguntungkan salah satu calon wakil presiden yakni Gibran Rakabuming," ujar Co Founder Lingkar Wawasan, Christian Viery, dalam Diskusi Klab Akademos dengan tema "Nepotisme dan Tatangan Demokrasi Bangsa, di Bandung.

Menurut Christian sosok ideal cawapres yang berasal dari kalangan anak
muda yakni muda dari awal, artinya mengambil langkah-langkah yang tidak
menyalahi aturan hukum. Pasalnya, sebagai negara hukum maka tidak boleh
ada aturan hukum yang dilanggar ketika ingin bermain atau ikut dalam
konstelasi Pemilu.

"Saya belum pernah melihat ada calon presiden maupun calon wakil
presiden dari Indonesia bagian timur, non muslim dan di luar suku Jawa.  Ditambah hari ini ada syarat di bawah 40 tahun atau pernah menjadi kepala daerah," jelasnya.

Dia menegaskan, dengan politik electoral, sudah seharusnya memiliki modal finansial bukan hanya sebatas kapabilitas saja. Tentu kondisi ini tidak menguntungkan pihak yang saat ini sedang berjuang di berbagai kampus dan ingin membangun negaranya.

"Mengapa tidak memilih beberapa menteri yang berasal dari kalangan anak muda lainnya untuk dijadikan calon wakil presiden seperti Menpora yang berusia 32 tahun dan bupati termuda dari Partai Golkar yang berumur 27 tahun. Lalu kenapa harus Gibran? Dia baru menjabat dua tahun
jadi Wali Kota Solo," ungkapnya.

Sebagai mahasiswa Jurusan Hukum, ia menyebutkan jika ada tahapan-tahapan Pemilu yang melibatkan instrumen negara dan lembaga Yudikatif, yang berperan penting dalam menjaga demokrasi, tentu kalangan mahasiswa akan mengkritik hal tersebut.

"Diharapkan ada gelombang besar dari kalangan muda bahwa ini tidak
menguntungkan mayoritas anak muda. Tapi hanya untuk segelintir orang,
yang memiliki kekuasaan dan akses modal dan jaringan politik," tandasnya.

Sementara itu, Ketua GMNI Cabang Bandung, Ariel Anggrawan, menilai perjuangan seorang anak muda  di seluruh Indonesia ternyata tidak sama. Dalam konstelasi demokrasi saat ini terlihat adanya dukungan lain saat seorang anak dari kalangan tertentu ingin mewujudkan cita-citanya.

"Jika kita terlahir dari seorang anak tukang becak dan profesi lainnya,
memang perjuangan awalnya harus benar-benar dari nol, dibanding mereka
terlahir dari anak pejabat. Artinya tidak semua anak mempunya garis
start perjuangan yang sama," terangnya. (SG)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Sugeng
Berita Lainnya

Bisnis

Wisata
Kuliner