Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Kematian burung secara besar-besaran di pantai Meksiko, mengikuti fenomena serupa di Peru dan Cile yang terjadi baru-baru ini, kemungkinan besar disebabkan oleh pemanasan perairan Samudra Pasifik.
Kementerian pertanian dan kementerian lingkungan Meksiko menepis kemungkinan virus AH5N1 (yang menjadi penyebab flu burung) dan menetapkan bahwa hewan-hewan itu mati lantaran kelaparan.
"Penyebab yang paling mungkin dari peristiwa epidemiologis ini adalah menghangatnya perairan Samudera Pasifik, akibat pengaruh fenomena iklim El Nino," kata mereka dalam pernyataan bersama, Jumat (16/6). Menurut kedua kementerian itu, pemanasan permukaan peraiaran Pasifik menyebabkan ikan menyelam lebih dalam, sehingga membuat burung kesulitan memburu mereka.
Baca juga : Pemanasan Global Jadi Tantangan Baru Pariwisata Dunia
“Fenomena cuaca El Nino, umumnya terkait dengan kenaikan suhu global, terjadi rata-rata setiap dua hingga tujuh tahun dan pengaruhnya sudah terasa,” demikian Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (NOAA) mengumumkan minggu lalu.
Di Meksiko, unggas yang mati, terutama di antaranya Buller's Shearwater, spesies yang rentan, yang hidup di lepas pantai dan berkembang biak di pulau-pulau, serta di antara burung camar dan pelikan.
Burung liar ini biasanya mati di lepas pantai dan terdampar oleh arus laut, menurut pernyataan yang sama, yang mengatakan penelitian sedang berlangsung.(AFP/M-3)
Penelitian terbaru mencatat lebih dari 5.000 mamalia laut terdampar di pesisir Skotlandia sejak 1992.
Studi terbaru di jurnal One Earth mengungkap 60% wilayah daratan Bumi kini berisiko, dengan 38% menghadapi risiko tinggi.
Banjir monsun telah menyapu bersih seluruh desa, memicu tanah longsor, dan menyebabkan banyak orang hilang.
Studi terbaru mengungkap populasi burung tropis turun hingga 38% sejak 1950 akibat panas ekstrem dan pemanasan global.
Dengan cara mengurangi emisi gas rumah kaca, beradaptasi perubahan iklim, dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Perubahan iklim ditandai dengan naiknya suhu rata-rata, pola hujan tidak menentu, serta kelembaban tinggi memicu ledakan populasi hama seperti Helopeltis spp (serangga penghisap/kepik)
Banjir monsun telah menyapu bersih seluruh desa, memicu tanah longsor, dan menyebabkan banyak orang hilang.
Sejumlah wilayah diprediksi mengalami kondisi berawan, hujan ringan, hujan sedang, hingga hujan disertai petir, pada Rabu, 20 Agustus 2025.
BADAN Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kepulauan Riau mengeluarkan peringatan dini cuaca ekstrem pada Selasa (19/8).
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis prakiraan cuaca terbaru untuk Selasa, 19 Agustus 2025. Sejumlah wilayah Indonesia diprediksi mengalami cuaca ekstrem.
BADAN Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat beberapa kejadian bencana di pekan kedua bulan Agustus 2025. Data tersebut dihimpun pada periode 11 hingga 12 Agustus 2025
CUACA ekstrem berpotensi di sejumlah daerah di Jawa Tengah, Senin (12/8), hujan ringan hingga lebat mengguyur sebagian besar daerah sehingga diminta warga untuk waspada
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved