Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Meningkatnya Risiko Sampah Antariksa: Ancaman Kessler Syndrome dan Dampaknya pada Kehidupan di Bumi

Thalatie K Yani
29/12/2024 06:15
Meningkatnya Risiko Sampah Antariksa: Ancaman Kessler Syndrome dan Dampaknya pada Kehidupan di Bumi
Pada November, sebuah potongan sampah antariksa hampir saja menabrak ISS, memicu kekhawatiran atas semakin padatnya lalu lintas di orbit bumi. (ESA)

PADA November lalu, sebuah potongan sampah antariksa mendekati Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), memaksa tujuh astronaut yang ada di dalamnya untuk bersiap menghadapi kemungkinan terburuk. Sebuah pesawat luar angkasa Rusia yang terhubung dengan stasiun tersebut menyalakan mesinnya selama lima menit untuk sedikit mengubah jalur orbit stasiun dan menghindari ancaman bahaya. NASA melaporkan tanpa perubahan jalur tersebut, sampah antariksa itu bisa lewat hanya sekitar 4 kilometer dari jalur orbit ISS.

Tabrakan sampah antariksa dengan ISS bisa berakibat bencana, menyebabkan tekanan rendah di segmen-segmen stasiun dan memaksa para astronaut untuk segera kembali ke Bumi. Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah kenyataan insiden seperti ini bukanlah hal yang langka. ISS telah melakukan manuver serupa puluhan kali sejak pertama kali dihuni pada November 2000, dan risiko tabrakan terus meningkat setiap tahun seiring dengan semakin banyaknya objek di orbit Bumi.

Para ahli lalu lintas antariksa telah lama mengingatkan tentang meningkatnya kepadatan di orbit. Kolisi, ledakan, dan uji coba senjata dari beberapa negara telah menghasilkan puluhan ribu potongan sampah yang terus dilacak oleh para ahli, dengan kemungkinan jutaan potongan lain yang tidak terlihat oleh teknologi saat ini.

Namun, selain risiko terhadap keselamatan astronaut, kepadatan di orbit juga mengancam satelit dan teknologi berbasis luar angkasa yang mendukung kehidupan kita sehari-hari, seperti GPS dan layanan internet berkecepatan tinggi.

Fenomena Kessler Syndrome

Dr. Vishnu Reddy, seorang profesor ilmu planet di Universitas Arizona, menyebutkan jumlah objek di luar angkasa yang diluncurkan dalam empat tahun terakhir telah meningkat secara eksponensial. Hal ini mengarah pada situasi yang sangat dikhawatirkan oleh para ilmuwan: Kessler Syndrome.

Kessler Syndrome, yang dinamakan menurut astrofisikawan Amerika Donald Kessler, menggambarkan sebuah fenomena hipotetis di mana sampah antariksa memicu reaksi berantai. Satu ledakan menghasilkan pecahan yang menghantam objek luar angkasa lainnya, menciptakan lebih banyak sampah. Efek berantai ini dapat berlanjut hingga orbit Bumi dipenuhi sampah, membuat satelit tidak berfungsi dan menghentikan eksplorasi luar angkasa.

Meskipun ada ketidakpastian tentang tingkat risiko dan kapan kepadatan di orbit bisa mencapai titik tidak bisa kembali, ada konsensus bahwa masalah ini sangat serius dan mendesak untuk diatasi. Sebagai contoh, sejak dimulainya penerbangan luar angkasa pada 1957, telah terjadi lebih dari 650 peristiwa tabrakan, ledakan, atau insiden lain yang menghasilkan fragmentasi, menurut Badan Antariksa Eropa.

Kepadatan di Orbit Bumi

Area orbit rendah Bumi (LEO), yang mencakup sekitar 2.000 kilometer di atas permukaan Bumi, adalah wilayah yang paling padat. Di sini terdapat stasiun luar angkasa berawak dan konstelasi besar satelit yang menyediakan layanan internet, pengamatan cuaca, serta analisis iklim. Jika ledakan berantai terjadi di LEO, risiko terhadap kehidupan astronaut, penghentian peluncuran roket, dan kehancuran satelit bisa terjadi.

Namun, ada kabar baik bahwa kondisi bencana mungkin tidak berlangsung lama. Di orbit rendah Bumi, sebagian objek sampah akan jatuh kembali ke Bumi atau terbakar di atmosfer dalam waktu sekitar 25 tahun. Sebaliknya, di orbit lebih tinggi, seperti geosynchronous orbit (GEO), sampah antariksa akan bertahan lebih lama, bahkan bisa mencapai ribuan tahun.

Tantangan Teknologi dan Regulasi

Untuk mencegah semakin bertambahnya sampah antariksa, ada dua hal utama yang perlu diperhatikan: teknologi pembersihan dan regulasi. Beberapa perusahaan dan inisiatif pemerintah sedang mengembangkan teknologi untuk menarik sampah keluar dari orbit, seperti sistem deorbiting menggunakan layar yang dapat mempercepat penurunan satelit mati. Namun, teknologi ini masih dalam tahap eksperimen dan sangat mahal.

Di sisi lain, regulasi yang lebih ketat juga diperlukan. Upaya untuk mengadopsi pedoman internasional atau hukum nasional untuk mencegah perusahaan luar angkasa bertindak sembarangan telah dimulai. Misalnya, pada September lalu, PBB mengadopsi "Pact for the Future", yang berisi niat untuk membahas kerangka kerja baru terkait lalu lintas ruang angkasa, sampah antariksa, dan sumber daya ruang angkasa.

Namun, meskipun ada usaha-usaha ini, para ahli sepakat bahwa tanpa adanya regulasi yang jelas dan tindakan cepat, masalah sampah antariksa ini akan terus berkembang dan dapat menyebabkan kerusakan ekonomi yang signifikan. Sebagai Dr. Nilton Renno dari Universitas Michigan mengatakan, "Kondisi ini mengingatkan saya pada masalah sampah plastik di lautan."

Kepadatan di ruang angkasa menjadi masalah yang semakin mendesak. Jika tidak segera diatasi, sampah antariksa bisa menyebabkan dampak yang merugikan tidak hanya bagi astronaut, tetapi juga untuk teknologi satelit yang mendukung berbagai layanan penting dalam kehidupan kita sehari-hari. Oleh karena itu, solusi untuk membersihkan ruang angkasa dan menerapkan regulasi yang lebih ketat sangat dibutuhkan untuk mencegah kecelakaan lebih lanjut dan memastikan kelangsungan eksplorasi luar angkasa. (CNN/Z-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya