Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
INOVASI dalam teknologi satelit, teleskop, dan pesawat luar angkasa tidak hanya penting untuk eksplorasi ruang angkasa, tetapi juga membantu memantau dan mengurangi perubahan iklim di Bumi.
Tahun ini, Pekan Antariksa Dunia, yang dirayakan secara global dari 4 hingga 10 Oktober, berfokus pada bagaimana teknologi antariksa secara proaktif meningkatkan pemahaman dan pengelolaan iklim Bumi. Misalnya, banyak satelit pengamatan Bumi yang memantau emisi gas rumah kaca dan indikator iklim lainnya, seperti cuaca ekstrem, deforestasi, kekeringan, perubahan permukaan laut, dan degradasi pesisir.
Data ini memungkinkan para ilmuwan iklim untuk merespons lebih efektif terhadap krisis alam. Namun, ada banyak contoh yang kurang terlihat tentang bagaimana ilmu antariksa berkontribusi pada ilmu iklim.
Baca juga : Amerika Serikat Minta NASA Ciptakan Standar Waktu Bulan, Apa Tujuannya?
Mari kita lihat lebih dekat beberapa teknologi antariksa yang telah membantu memperkuat perlindungan lingkungan dan ketahanan iklim di Bumi.
Panel surya yang dibuat untuk mendukung pesawat luar angkasa di orbit atau misi jangka panjang telah mengarah pada banyak perbaikan dalam pembangkit listrik tenaga surya di Bumi. Energi surya adalah bagian penting dari upaya kita untuk memerangi perubahan iklim karena menawarkan alternatif yang lebih bersih dan berkelanjutan dibandingkan sumber energi tidak terbarukan yang secara langsung berkontribusi pada konsentrasi gas rumah kaca.
Aktivitas manusia, seperti pembakaran batu bara untuk energi murah, merupakan pendorong utama gas rumah kaca di atmosfer kita, yang memaksa pemanasan global. Di masa depan, para ilmuwan berharap dapat menciptakan stasiun tenaga antariksa orbital yang membangun ladang tenaga surya di luar angkasa yang kemudian mentransmisikan energi ke Bumi. Atmosfer planet kita memantulkan dan menyerap radiasi matahari, sehingga panel di darat tidak bekerja pada efisiensi 100% optimal.
Baca juga : Ini Teori Baru Soal Asal-usul Bulan
Produksi energi angin juga mendapat manfaat dari teknologi antariksa. Turbin angin yang dirancang untuk mendukung misi ke Mars di masa depan telah dikembangkan dan diuji di Kutub Selatan untuk meniru lingkungan keras di Planet Merah. Ini telah mengarah pada turbin angin yang lebih efisien dan tahan lama yang dapat digunakan untuk menghasilkan energi bersih di Bumi, menurut NASA.
Hal yang sama berlaku untuk efisiensi bahan bakar yang lebih baik pada pesawat modern, yang merupakan penyumbang utama gas rumah kaca buatan manusia di Bumi. Desain pesawat luar angkasa, bagaimanapun, telah menghasilkan perbaikan desain pesawat dengan efisiensi bahan bakar yang lebih baik yang mengurangi jumlah bahan bakar yang dibakar dan dilepaskan ke atmosfer.
Isolasi yang diciptakan untuk melindungi pesawat luar angkasa dari panas ekstrem dan untuk mengatur suhu secara umum juga telah diadaptasi dan digunakan di bangunan di Bumi. Isolasi yang baik membantu menghemat penggunaan energi dengan mengurangi kebutuhan untuk memanaskan atau mendinginkan bangunan. Pada gilirannya, penggunaan energi yang lebih sedikit menghasilkan lebih sedikit emisi berbahaya yang dilepaskan ke atmosfer.
Baca juga : Komet Sebesar Tiga Kali Gunung Everest Mengarah ke Bumi
Contoh lainnya adalah instrumen bernama MOXIE (Mars Oxygen In-Situ Resource Utilization Experiment), yang dikirim ke Mars bersama penjelajah Perseverance milik NASA. Sebagai bagian dari misi tersebut, MOXIE berhasil memproduksi total 122 gram (4,3 ons) oksigen Mars menggunakan karbon dioksida di atmosfer Planet Merah.
Perkembangan teknologi yang akhirnya menghasilkan MOXIE juga telah digunakan di Bumi untuk membangun sistem yang dapat membantu mengurangi jumlah karbon dioksida — penyebab utama perubahan iklim di Bumi — yang dilepaskan ke atmosfer planet kita. Teknologi ini memiliki berbagai aplikasi, mulai dari sumur minyak hingga pabrik bir, di mana karbon dioksida yang ditangkap bahkan dapat digunakan kembali untuk karbonisasi, menurut NASA.
Selain itu, sensor kuantum yang digunakan untuk mengukur gravitasi, percepatan, dan rotasi pesawat luar angkasa memiliki aplikasi untuk memantau variasi skala kecil dalam pencairan es gletser, pengurangan air tanah, sirkulasi laut, dan kenaikan permukaan laut di berbagai area di Bumi.
Misalnya, sensor-sensor ini, yang dirancang untuk misi luar angkasa, dapat mendeteksi perubahan medan gravitasi Bumi setelah perubahan atau pergerakan massa besar di permukaan planet. Kemampuan untuk mengukur peristiwa semacam ini sangat bermanfaat bagi respons kita terhadap perubahan iklim.
Ada banyak teknologi berbasis antariksa yang telah diadaptasi untuk digunakan di Bumi. Teknologi semacam ini memungkinkan ilmuwan untuk lebih memahami, mengukur, dan mengelola risiko iklim di seluruh dunia, sambil mendukung upaya manusia untuk menjelajahi ruang angkasa lebih dalam. (Space/Z-3)
Mengapa luar angkasa hampa udara? Temukan penjelasan ilmiah tentang kondisi vakum di luar angkasa, efek gravitasi, dan ekspansi alam semesta dalam artikel lengkap ini.
Sinyal radio tak biasa yang muncul dari bawah es Antartika tengah membingungkan para ilmuwan fisika partikel. Temuan ini berasal dari pengamatan Antarctic Impulsive Transient Antenna (ANITA)
Mengapa luar angkasa tampak gelap meskipun Matahari bersinar terang dan miliaran bintang menghuni jagat raya? Pertanyaan ini menjadi topik menarik yang sering dicari di Google.
Luar angkasa masih terlihat gelap, padahal ada miliaran bintang yang bersinar. Simak penjelasan ilmiahnya berikut.
LUAR angkasa menjadi salah satu simbol imajinasi yang tanpa batas sekaligus mengajak kita untuk bermimpi lebih tinggi.
Katy Perry mengungkapkan penerbangannya ke luar angkasa bersama Blue Origin pada 14 April 2025 telah menjadi pengalaman yang sangat emosional dan transformatif.
KOMUNITAS Bidara di Mbay, Kabupaten Nagekeo, Flores, NTT, melakukan kegiatan sosialisasi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim bagi para pemuda, pelajar, nelayan, petani, mahasiswa.
Pencairan gletser akibat perubahan iklim terbukti dapat memicu letusan gunung berapi yang lebih sering dan eksplosif di seluruh dunia.
Kemah pengkaderan ini juga mengangkat persoalan-persoalan lingkungan, seperti perubahan iklim yang mengakibatkan bencana alam.
"Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus menjadi vektor utama. Keberadaan dan penyebarannya yang meluas menjadikan arbovirus sebagai ancaman serius,”
Fenomena salju langka menyelimuti Gurun Atacama, wilayah terkering di dunia, menghentikan sementara aktivitas observatorium ALMA.
Dalam serangkaian lokakarya yang digelar selama lima hari tersebut, para musisi membahas akar penyebab krisis iklim, peran seni dan budaya dalam mendorong perubahan nyata.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved