Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
DUA kemenangan beruntun Indonesia atas Vietnam di babak kedua Kualifikasi Piala Dunia 2026 Grup Asia wajar disambut dengan euforia. Sebab, inilah pertama kali dalam 20 tahun, tim nasional (timnas) Indonesia menang atas tuan rumah Vietnam di Stadion Nasional My Dinh, Hanoi. Kesuksesan itu juga membuka jalan bagi Indonesia untuk melaju ke babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 sebagai runner-up grup.
Namanya euforia, tidak peduli lagi proses untuk meraih kemenangan. Kita menutup mata terhadap sindiran para pemain Vietnam yang merasa tidak sedang bertanding melawan Indonesia. Mereka menganggap sedang berhadapan dengan ‘Belandanesia’.
Pilar timnas Indonesia saat ini memang pemain naturalisasi dengan darah Indonesia, baik dari orangtua maupun leluhur. Para head hunter yang bergerilya mencari para pemain di Eropa dan menyodorkan mereka kepada Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) untuk dinaturalisasi.
Baca juga : Timnas Indonesia Diminta Jaga Fokus
Prosesnya berjalan ekspres tanpa mengikuti Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. Kementerian Pemuda dan Olahraga diminta mengeluarkan surat kepada Kementerian Hukum dan HAM agar mengesahkan mereka menjadi WNI. Tanpa tinggal di Indonesia selama lima tahun, mereka bisa langsung bergabung dengan timnas.
Anggota DPR pun tidak pernah mempertanyakan proses naturalisasi ini. Termasuk, soal berapa dan dari mana anggaran untuk membawa pemain-pemain itu. Apalagi, mereka sudah memberikan penghiburan bagi bangsa, yakni kemenangan.
Pembenaran yang disampaikan, Jerman dan Prancis berkali-kali mengangkat Piala Dunia, juga bertumpu kepada para pemain naturalisasi. Jerman pernah mengandalkan Mesut Oezil yang berdarah Turki. Adapun Prancis mengandalkan Kylian Mbappe yang berdarah campuran Kamerun dan Aljazair.
Baca juga : Shin Tae-yong: Pemain Naturalisasi Membuat Timnas Indonesia Makin Kuat
Mereka lupa, Oezil dan Mbappe bukan dinaturalisasi setelah menjadi pemain di negara leluhurnya. Orangtua Oezil dan Mbappe beremigrasi ke Jerman dan Prancis. Keduanya lahir di negara baru orangtua mereka. Bakat sepak bola muncul ketika tumbuh besar dan diasah oleh klub di negara baru mereka. Oezil yang lahir di Gelsenkirchen berlatih di Schalke 04. Adapun Mbappe yang lahir di pinggiran Paris, bakat sepak bolanya mencuat setelah masuk Akademi Sepak Bola Clairefontaine milik Federasi Sepak Bola Prancis.
Kemenangan atas Vietnam tidak boleh melupakan esensi proses pembinaan yang harus dilakukan PSSI. Apalagi, pemain-pemain naturalisasi ini rata-rata berusia 22 tahun sehingga masih bisa diandalkan untuk 10 tahun lagi dan pembinaan dalam negeri bisa dilakukan kemudian.
Yang parah kalau melanggengkan jalan pintas. Cukup menugasi head hunter untuk mencari lebih banyak pemain berdarah Indonesia di Eropa, dibayar untuk pindah kewarganegaraan, dan meraih hasil cepat. Tanpa memikirkan pembinaan di dalam negeri.
Baca juga : Presiden Jokowi Apresiasi Kemenangan Timnas Indonesia atas Vietnam
Sepak bola bukanlah sirkus untuk menghibur dan membuai semata. Pembangunan sepak bola dan olahraga adalah alat untuk rekayasa sosial. Di Inggris, the Football Beyond Borders
merupakan program untuk menjawab kesenjangan dan memberikan kesempatan bagi anak-anak yang kurang beruntung agar bisa menggapai kehidupan lebih baik. Di Amerika Serikat, gerakan the Common Goal
mengajak para pemain untuk mendonasikan uang mereka untuk proyek sosial. Sementara itu, di Afrika Selatan, Nelson Mandela menjadikan sepak bola untuk menciptakan perdamaian dan rekonsiliasi.
Baca juga : Philippe Troussier Dipecat Usai Vietnam Kalah dari Indonesia
Belajar dari Argentina
Kita harus belajar dari pengalaman Argentina. Sepak bola jangan sekadar pelarian dari persoalan besar yang sedang dihadapi. Keberhasilan mengangkat Piala Dunia hanya membius sesaat masyarakat dari kesulitan.
Baca juga : Menang di Laga Vietnam vs Indonesia, STY: Berkat Kerja Keras dan Keberuntungan
Sudah sejak 1980-an Argentina dihadapkan pada krisis ekonomi yang tidak pernah bisa diselesaikan. Bahkan pada 1989, pernah angka inflasi di negara itu di atas 2.000%. Mata uangnya pun terus silih berganti dari peso ke dolar dan sebaliknya.
Kesuksesan Diego Maradona untuk membawa Argentina kedua kalinya menjadi juara dunia pada 1986 membuat rakyat lupa akan kesulitan yang sedang dihadapi. Mereka larut dalam kegembiraan sesaat. Termasuk ketika empat tahun kemudian, Maradona membawa tim ‘Tango’ kembali tampil di final Piala Dunia 1990.
Lebih dari dua dekade prestasi sepak bola Argentina terbenam, sampai Lionel Messi membawa Argentina mengangkat kembali Piala Dunia di Qatar, dua tahun lalu. Seluruh rakyat Argentina menangis haru menyambut kemenangan itu. Jutaan orang di Buenos Aires menari dan bernyanyi bersama dengan orang yang mereka temui di sepanjang jalan. Mereka lupa, inflasi Argentina masih pada tingkat 245% saat ini. Pertumbuhan ekonomi pun terus mengalami kontraksi selama empat kuartal berturut-turut.
Baca juga : Timnas Indonesia Vs Vietnam, Pelatih Shin Tae-yong Percaya Diri
Pada saat yang bersamaan kasus korupsi tidak kunjung berhenti di negara itu. Terakhir mantan Presiden yang sekarang menjadi Wakil Presiden, Cristina Kirchner, tersandung kasus korupsi. “Kami sungguh sangat menderita, tetapi beruntung akhirnya bisa menjadi juara dunia,” kata Messi setelah memenangi Piala Dunia 2022. “Kami memang dilahirkan untuk menderita,” tambah gelandang Rodrigo de Paul.
Butuh komedi
Baca juga : Timnas Indonesia Vs Vietnam, Thom Haye dan Ragnar Oratmangoen Berlaga
Memang seperti kata pepatah latin, panem et circenses. Manusia tidak hanya butuh roti, tetapi juga komedi. Meski, itu adalah satire bagi para penguasa yang suka membius rakyat agar lupa kepada persoalan yang sebenarnya.
Namun, yang namanya sepak bola memang merupakan panasea dan berlaku di banyak negara. Pada perayaan Paskah tahun ini, banyak pertandingan menarik yang disuguhkan. Di Bundesliga, ada der klassiker antara Bayern Muenchen dan Borussia Dortmund. Di Liga Premier ada salah satu partai penentuan juara saat Manchester City menjamu Arsenal di Stadion Etihad.
Bayern Muenchen yang terancam kehilangan gelar setelah berjaya selama 11 tahun terakhir, tidak boleh kehilangan gengsi dari Dortmund. Bagi dua musuh bebuyutan itu, lebih memalukan kalah dari mereka daripada tidak mendapatkan gelar.
Baca juga : Timnas Indonesia Vs Vietnam, Ragnar Oratmangoen Harap Dapat Bermain
Itulah yang membuat partai di Allianz-Arena tersebut akan berlangsung menarik. Pelatih Thomas Tuechel mempersiapkan tim terbaik meski mesin gol Harry Kane mungkin tidak bisa tampil karena cedera. Namun, Leroy Sane yang absen membela Jerman dalam dua uji coba terakhir akan kembali tampil.
Sementara itu, pelatih Manchester City Josep Guardiola dipusingkan oleh cedera dua pemain belakang andalannya menjelang pertandingan penting melawan Arsenal. Kyle Walker dan John Stones ditarik keluar karena cedera dalam dua laga uji coba yang dilakukan Inggris pekan ini. Padahal, Pep Guardiola sudah dibuat pening oleh cederanya kembali kapten kesebelasan Kevin de Bruyne. Pemain asal Belgia itu tidak tampil saat negaranya melakukan uji coba melawan Inggris.
Dengan tiga klub, Arsenal, Liverpool, dan Manchester City yang hanya berselisih satu poin, pertandingan yang tersisa sangatlah menentukan. Siapa yang lebih banyak kehilangan angka, maka mereka akan otomatis tersingkir dari persaingan menuju juara.
Arsenal, yang tidak ingin gagal dua kali di ujung kompetisi, sangat serius mempersiapkan diri. Penyerang sayap Bukayo Saka langsung dibawa pulang pelatih Mikel Arteta begitu cedera saat latihan menjelang membela Inggris. Arteta sangat mengharapkan Saka bisa tampil pada pertandingan Minggu malam besok karena ini merupakan penentuan bagi mereka untuk bisa menjadi juara.
KALAU saja tidak ada aksi Ricky Kambuaya untuk berani menembus kotak penalti Tiongkok, tidak pernah akan ada penalti yang didapatkan Indonesia.
SEPULUH tahun kebersamaan dengan Manchester City merupakan perjalanan panjang bagi Kevin de Bruyne.
Tantangan terberat yang harus dihadapi PSG ialah memenangi pertarungan di lapangan tengah.
BAGI Manchester United dan Tottenham Hotspur, final Liga Europa 2025 ibarat fatamorgana.
KESEBELASAN yang paling ditakuti dalam sepak bola ialah tim yang mampu menerapkan kolektivisme.
PUJIAN itu tidak tanggung-tanggung datang dari pelatih Internazionale Milan, Simone Inzaghi.
Penggunaan wasit asing sebagai sarana pembelajaran demi peningkatan kualitas SDM perwasitan dalam negeri.
Ketua Umum PSSI Erick Thohir menyebut agenda uji coba internasional pun telah disusun untuk menghadapi lawan-lawan yang setara dengan calon lawan di fase selanjutnya.
PSSI menggelar Kongres Biasa yang berlangsung pada Rabu (4/6) di Jakarta. Salah satu keputusan di kongres PSSI adalah menetapkan Presiden Prabowo Subianto menjadi Dewan Kehormatan PSSI.
KONGRES Biasa PSSI yang berlangsung di Jakarta pada Rabu (4/6) menghasilkan beberapa keputusan. Salah satunya perubahan Statuta PSSI yang akan memberikan peran besar kepada daerah.
Erick mengungkapkan diperpanjangnya larangan ini adalah karena ulah suporter Persib Bandung yang 'bereaksi berlebihan' saat merayakan juara back-to-back Liga 1, 24 Mei lalu.
Eric Thohir menyebut kehadiran Presiden Prabowo Subianto di SUGBK saat laga timnas Indonesia melawan Bahrain membawa hoki sehingga tim Garuda menang 1-0.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved