Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
DUNIA seni rupa nasional kehilangan sesosok pematung legendaris Amrus Natalsya. Tokoh pendiri Sanggar Bumi Tarung itu berpulang pada usia 90 tahun di Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Rabu (31/1), pukul 19.30 WIB.
Kabar duka tersebut disampaikan seorang pengagum karya Amrus, Meike Uli Rahmadhany, dalam sebuah percakapan di media daring. “Telah berpulang ke Rahmatullah Bapak Amrus Natalsya, ayah dari Rinton, Rayin dan Raida. Terima kasih atas semua kebaikanmu."
Amrus adalah tokoh berpengaruh dalam perjalanan sejarah “seniman kiri” Indonesia. Ia lahir di Natal, Sumatra Utara, pada 21 Oktober 1933. Lelaki berdarah Minangkabau itu terkenal dengan patung-patung beraliran social realism (realisme sosial). Tema-tema tentang kaum papah menjadi daya imajinasi liarnya.
Baca juga : Abdul Hamid, Pengisi Suara Pak Ogah 'Si Unyil' Wafat
Perjalanan kesenimanan Amrus remaja bermula saat ia diterima masuk ke Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta pada 1954. Kampus yang kini bernama Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta) itu menjadi kota persinggahannya.
Ada sebuah kisah menarik di balik proses kreativitas Amrus yang saya dengar. Suatu hari di Solo, setahun sejak menjadi mahasiswa seni, ia mengerjakan sebuah pahatan dari kayu asam. Karya ini hendak ia pamerkan pada perayaan ulang tahun kelima ASRI di Gedung Sonobudoyo, Yogyakarta.
Karya seni tersebut berupa patung yang menampilkan sesosok lelaki yang sedang duduk, dengan leher yang panjang, dan mata yang buta. Amrus pun menjuduli karyanya Orang Buta yang Terlupakan. Karya itu dipuji oleh Hendra Gunawan (1918-1983) dan Widayat (1919-2002). Kedua seniornya itu menilai bahwa karya Amrus orisinal dan ekspresif.
Baca juga : Ajaran Toleransi dari Djaduk Ferianto
Petarung sejati
Saya pribadi mengenal Amrus di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, dalam sebuah acara diskusi kebudayaan pada 2010 silam. Amrus datang ditemani temannya, sastrawan Martin Aleida, 80. Karya-karya Amrus telah melambung dikoleksi hingga ke Eropa.
Perjalanan kesenimanan Amrus sangat berliku. Ia pernah tergabung bersama seniman Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Namun, setelah peristiwa 30 September 1965, ia ditangkap dan ditahan tanpa pengadilan.
Patung-patung karya Amrus dibakar saat pergantian pemerintahan Orde Lama. Barulah setelah dibebaskan dari penjara pada 1973, ia bekerja di bengkelnya yang berada di Pasar Seni Ancol. Kemudian hari, ia pun mendirikan galeri pribadinya bernama Amrus Art Gallery di Lido, Cigombong.
Baca juga : Pemusik yang Mbandel itu Telah Berpulang
Pameran terakhir Amrus bertajuk "Dua Petarung". Ia duet dengan pelukis Misbach Tamrin, 82. Pameran tersebut digelar di Bentara Budaya Yogyakarta, pada 14-19 Desember 2023 lalu. Itu menjadi pameran terakhir Sanggar Bumi Tarung. Selain seni patung, ia juga melukis dan menulis puisi di usia senjanya.
Kini, sang maestro telah berpulang dengan tenang ke pangkuan Sang Khalik. Mengikuti rekan seperjuangannya Djoko Pekik (1937-2023). Karya-karya Amrus laik menjadi bagian penting dalam perjalanan sejarah seni rupa di Tanah Air.
Amrus senantiasa memiliki keunikan tersendiri sebab ia berkarya dengan ketulusan, keuletan, dan kejujuran. Unsur realisme sosial yang menjadi tumpuan Amrus telah mendapatkan tempat tersendiri dalam gerakan seni “bawah tanah” di Tanah Air. Selamat jalan seniman rakyat. (SK-1)
FINNA Art of The Year 2025 hadir untuk mencari para seniman Indonesia dalam menghasilkan karya-karya seni lewat program kompetisi desain dan juga hibah seni.
Oorkaan Ensemble menggabungkan elemen-elemen eksperimental, kontemporer, dan lintas disiplin.
Pada 1976, Uut menikahi seorang perempuan asal Austria, Desa Maya Waltraud Maier dan menetap di Bali.
Erin Dwi A memiliki gaya lukisan sapuan kuas yang tegas geometris gigantis dan permainan warna warni yang menarik.
Kedutaan Besar Australia bekerja sama dengan ABC Australia resmi meluncurkan serial televisi terbaru yang menyoroti seni dan desain Indonesia di Salihara Arts Center
Jogya Police Watch (JPW) meminta para polisi tidak membungkam karya seniman. Hal itu merespons masalah yang dialami Band Sukatani dengan lagunya Bayar Bayar Bayar.
Keempat pelukis tersebut adalah Elsiwi Oratmangun, Emmy Go, Suharmanto dan Mas Hedi Suryatna.
GALERI Nasional Indonesia resmi membuka pameran bertajuk Jejak Perlawanan “Sang Presiden 2001”, sebuah tribut untuk seniman besar Indonesia, Hardi (1951-2023).
Pameran ini juga ajakan bagi masyarakat untuk merenungkan pentingnya kembali kemetode pertanian yang lebih berkelanjutan dan mandiri, guna mencapai kedaulatan pangan nasional.
Pameran lukisan Perempuan - Perempuan Tangguh yang diselenggarakan di Hadiprana Gallery, Jakarta, pada 6 Maret hingga 30 April 2024.
Ide cerita berasal dari teman pelukis yang kerap melakukan ritual sebelum beraktivitas lalu dikombinasikan dengan cerita fiktif
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved