Pameran Tunggal Yos Suprapto: Mengangkat Isu Kerusakan Tanah dan Kedaulatan Pangan

Siti Haerani
18/12/2024 07:52
Pameran Tunggal Yos Suprapto: Mengangkat Isu Kerusakan Tanah dan Kedaulatan Pangan
Pelukis Yos Suprapto memamerkan karta lukisannya(MI/Siti Haerani)

GALERI Nasional Indonesia kembali menjadi saksi sejarah seni rupa Indonesia dengan pameran tunggal Yos Suprapto yang bertajuk "Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan". 

Pameran ini akan berlangsung mulai 20 Desember 2024 hingga 19 Januari 2025 di Gedung A Galeri Nasional Indonesia, menghadirkan karya lukisan yang menceritakan kisah tentang kerusakan tanah dan pentingnya menghidupkan kembali budaya agraris di Indonesia.

Yos Suprapto, pelukis yang dikenal dengan karya-karya bertema sosial, politik, dan lingkungan, menggunakan seni lukis sebagai media untuk menyuarakan kritik terhadap kebijakan pertanian yang mengandalkan pupuk sintetis dan revolusi hijau yang merusak kesuburan tanah. 

"Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan" bukan sekadar pameran seni, tetapi juga ajakan bagi masyarakat untuk merenungkan pentingnya kembali kemetode pertanian yang lebih berkelanjutan dan mandiri, guna mencapai kedaulatan pangan nasional.

Pameran Seni yang Menjadi Ajakan untuk Bertindak

Pameran "Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan" adalah lebih dari sekadar apresiasi terhadap seni lukis. Pameran ini menjadi seruan untuk bertindak, untuk membangkitkan kesadaran kolektif mengenai pentingnya merawat tanah sebagai fondasi kehidupan. 

Bagi Yos, seni adalah alat untuk menciptakan perubahan sosial dan mendorong masyarakat untuk berpikir tentang bagaimana kita bisa membangun masa depan yang lebih baik.

"Tanah adalah nyawa bangsa. Tanpa tanah yang subur, kita tidak akan mampu bertahan," ujar Yos pada acara Konferensi Pers Pameran Tunggal “Kebangkitan : Tanah dan Kedaulatan Pangan” di Galeri Nasional, Selasa (17/12).

Membangun Narasi Melalui Sapuan Kuas

Karya-karya Yos mengusung gaya realisme sosial yang kuat, terinspirasi oleh tradisi seni Diego Rivera dan Taring Padi, namun dengan sentuhan simbolisme surealis khas perupa Yogyakarta pada era 1980-an. 

Lukisan-lukisannya menampilkan penggunaan warna yang berani, seperti merah, hitam, biru, dan hijau, yang menciptakan ketegangan visual yang memikat.

Suwarno Wisetrotomo, dosen FSRD ISI Yogyakarta, menilai lukisan-lukisan Yos memiliki keunikan yang tidak hanya mencerminkan kegalauan sosial dan budaya, tetapi juga menawarkan pemikiran mendalam yang mendorong penonton untuk berpikir kritis. 

"Lukisan Yos mengandung ledakan pemikiran yang lantang sekaligus simbolik. Setiap goresannya berbicara tentang kehidupan yang penuh tantangan," ungkapnya.

Revitalisasi Budaya Agraris: Sebuah Solusi

Penelitian selama 10 tahun lebih yang dilakukan Yos menunjukkan bahwa banyak tanah produktif di Indonesia telah mengalami kerusakan parah akibat ketergantungan pada pupuk sintetis. 

Dalam karyanya, ia menampilkan simbol-simbol pemulihan ekosistem tanah melalui pemanfaatan mikroorganisme untuk mengembalikan kesuburannya. 

"Kedaulatan pangan kita terancam jika kita terus mengabaikan kerusakan tanah. Namun, masih ada harapan jika kita kembali pada cara-cara alami dalam bertani," ujar Yos.

Lebih dari sekadar kritik, pameran ini menawarkan solusi konkret bagi masa depan pertanian Indonesia yang berkelanjutan. Yos tidak hanya berbicara tentang kerusakan, tetapi juga memberikan gambaran tentang bagaimana kita bisa mengembalikan tanah kita ke keadaan yang lebih baik, dengan pendekatan yang lebih alami dan lebih ramah lingkungan.

Melalui pameran ini, Yos mengajak kita untuk tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga bagian dari gerakan perubahan, dengan meyakini bahwa kesuburan tanah adalah kunci utama bagi kelangsungan hidup bangsa Indonesia. 

Di Galeri Nasional Indonesia, Yos Suprapto mengajak kita untuk menggali lebih dalam tentang pentingnya mempertahankan budaya agraris yang mandiri, demi masa depan yang lebih berkelanjutan. (Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya