Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Puisi-puisi Agniya Barto

Sajak Kofe
16/7/2023 07:00
Puisi-puisi Agniya Barto
(Ilustrasi: Agus Siswanto)

Ilustrasi: Agus Siswanto

Tikus Tanah yang Malang 

Ada hujan, lumpur, dan dahak 
tiba-tiba seorang pemandu menemukan
seekor tikus tanah di dekat pintu gerbang. 

Dia sedikit buta,
tapi itu bukan salahnya.

Semua orang melihat tikus tanah itu:
— tidak apa-apa berada 
di sekitar gerbang kamp 
biarkan dia tinggal di situ!

Di sudut ruang tamu, 
dia adalah harta nyata:
belum ada penghuni, 
namun sebuah poster 
tergantung di dinding dekat pintu: 
"Jangan lupa beri makan binatang buas!"

Anak laki-laki memelihara tikus tanah 
mengambil cacing dari lubang.
Dia membuka mulutnya —
tikus tanah itu sangat pintar. 

Di pagi hari, gadis-gadis bertugas, 
membawa sarapan berupa ulat hijau. 
Dia membuka mulutnya —
tikus tanah itu sangat pandai. 

Namun, suatu hari berita itu menyebar luas — 
tikus tanah tidak mau memakan apa pun!
Termasuk, kumbang yang lezat sekalipun 
kini dia tak mau minum, tak mau makan.

Konselor mengisi buku harian
memeriksa semua urusan regu 
dia menulis bahwa tikus tanah 
mengalami kesulitan makan. 
 
Ada empat puluh Octobrist dalam pasukan, 
mereka semua ingin memberi makan,
tetapi dia hanya satu tubuh 
bagaimana merasakannya? 

Tikus tua yang malang! Dia masih bernyawa,
tetapi sudah di penghujung hidup 
kita harus segera mencari 
hewan pengganti. 


Kumbang 

Kita tidak memperhatikan kumbang 
dan menutup bingkai jendela, 
tetapi kumbang itu hidup, masih hidup, 
berdengung di jendela, 
melebarkan sayapnya...

Lalu aku menelepon ibuku untuk meminta bantuan.
"Ada kumbang hidup. 
Bukalah bingkainya!" 


Sebanyak apa kau ingin untuk bersukacita, lompatlah dengan berbagai cara agar bahagia. 


Tali 

Musim semi, musim semi di jalan,
hari-hari musim semi! 
Lonceng trem berbunyi seperti burung. 

Moskwa bising dan ceria,
musim Semi. 
Dedaunan menghijau belum berdebu.

Banteng mengaum di pohon,
truk berderak.
Musim semi, musim semi di jalan,
hari-hari musim semi! 

Di sini orang yang melintas tidak bisa lewat:
ada tali di jalan.Dalam paduan suara, 
gadis-gadis itu menghitung
sepuluh kali sepuluh. 

Mereka terpilih dari lingkungan kita, 
Tuan. Membawa jumper 
di saku masing-masing,
melompat sejak pagi. 

Di halaman, bulevar,
gang, taman, dan setiap trotoar 
terlihat padat orang-orang 
terus berlalu-lalang

Berlari-lari di tempat, 
kedua kaki saling menyatu.
Lidochka melangkah maju
sementara Lida mengambil tali.

Gadis-gadis itu melompat-lompat
dengan riang dan cekatan
lalu tali Lidochka terlepas 
dari tangannya.

"Lida, Lida, kamu terlalu kecil! 
Seharusnya jangan ikut bermain lompat tali!" — 
Lida tidak bisa melompat, 
dia tidak akan mencapai tikungan!

Pagi-pagi sekali, tiba-tiba terdengar 
derap langkah kaki di ujung koridor. 
Tetangga Ivan Petrovich bangkit, 
tidak bisa mengerti apa-apa.

Dia sangat marah 
dan berkata sinis:
"Mengapa ada seseorang menghentak 
seperti gajah di aula sepanjang malam?" 

Nenek bangkit dari tempat tidur 
sudah waktunya untuk bangun.
Lida di koridor sedang belajar 
melompat-lompat di pagi buta. 

Lida melompat-lompat di sekitar apartemen
sambil menghitung sendiri dengan lantang.
Tapi sejauh ini, dia hanya berhasil 
menghitung sampai angka dua. 

Lida menyampaikan pada neneknya — 
Sedikit membelot! 
"Aku sudah melompat 
hampir sepuluh kali." 

"Bagus," kata Nenek. 
"Bukankah sudah cukup saat ini?"
Di lantai bawah, kapur pasti 
jatuh dari langit-langit.

Musim semi, musim semi di jalan,
hari-hari dihiasi musim semi!
Benteng mengaum di pohon,
truk berderak. 

Moskwa bising, namun ceria 
di sepanjang musim semi. 
Dedaunan hijau belum berdebu.
Lidochka maju ke depan,
dan Lida mengambil talinya. 

"Lida, Lida! Begitulah Lida!" 
Suara-suara terdengar. 
"Lihat, Lida berkuda 
selama setengah jam!" 

— Aku berdiri tegap lurus,
bergerak ke samping, 
berbelok, 
berlompat,
berlari-lari di tempat, 
dan dua kaki menyatu…

Aku berlari ke sudut
— "Aku tidak sanggup melakukan hal ini!"

Musim semi, musim semi di jalan,
hari-hari dihiasi musim semi!
Para siswa datang dengan buku dan catatan.

Orang-orang padat ramai; 
berisik di taman dan jalan raya 
sebanyak apa kau ingin untuk bersukacita,
lompatlah dengan berbagai cara agar bahagia. 

 

Baca juga: Puisi-puisi Anna Akhmatova
Baca juga: Puisi-puisi Ira Prihapsari
Baca juga: Puisi-puisi Valentina Senduk


 

 

 


Agniya Lvovna Barto, penyair, lahir di Kaunas, Lithuania (Kekaisaran Rusia), 17 Februari 1906 dan wafat di Moskwa, Uni Soviet, 1 April 1981. Karir dalam dunia perpuisian melambungkan namanya saat menjadi pemenang Stalin Prize (1950), Lenin Prize (1972), dan Hans Christian Andersen Award (1976). Dia terkenal karena puisi-puisinya bertema anak-anak yang sederhana. Kumpulan puisi pertamanya Wang Li Cina dan Pencuri Beruang (1925). Kemudian dia menerbitkan antologi Puisi untuk Anak-anak (1949) dan Untuk Bunga di Hutan Musim Dingin (1970). Pada 1964-1973, dia menjadi pembawa acara program Mencari Orang Hilang di stasiun radio Mayak, mengangkat tentang pencarian keluarga anak-anak yang hilang selama peperangan. Puisi-puisi di sini diterjemahkan oleh Iwan Jaconiah, penyair, kulturolog, dan editor puisi Media Indonesia. (SK-1) 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iwan Jaconiah
Berita Lainnya