Di Sini Aku Bertemu Denganmu Lagi...
Di sini aku bertemu denganmu lagi,
bersama-sama kita susuri pusat kota.
Trem melaju di sepanjang trotoar
seperti jalur bunga-bunga jagung.
Ah, sungguh berkah kehadiranmu
satu langkah rasa ini bangkit sudah!
Sayang, kau harus pergi – bau rumput
membuat trotoar-trotoar ikut berdenyut.
Tanpamu sepi menguap kembali
setiap langkah menyisakan kenangan manis...
Kau menghilang, sedang aku merana
menengok hampa dari lantai gedung bertingkat.
1924
Laut
Inilah dia, sebuah puisi gelombang,
lembaran kemuliaan yang gelisah!
Seolah berlari-lari, menguap,
dan ingin bertemu denganku.
Namun hidup di Moskwa terpisahkan jembatan
dia menarikku ke dalam amarahnya,
bahwasanya kereta besi berdering dari laut
akan segera tiba bersama lipatan ombak.
Laut, laut! Kencan pertama
tentu saja, aku denganmu!
Oh, sungguh ombak yang besar!
Mengaliri semua mata air sebagai peneguhan.
Sehingga berdetak dengan aliran wewangian
dan musik dari lautan yang asin
berkumandang lembut
di setiap sudut kota.
Di kejauhan sana, gelombang demi gelombang
mengalir deras dengan tarian bulat biru
matahari menumpahkan percikan api,
begitu silau saat acara karnaval di sana.
Yah, tapi untuk memecahkannya
barangkali perlu kekuatan baja pula,–
Oh, bukankah kau poros kesembilan?
Laut, laut! Ombakmu tertawa...
kau tidak mencium bau bebatuan,
hampir menangis kau buatku kini:
aku hanyalah semburan sumur,
tak pernah bersua tetangga sejak dahulu.
1926
Pemain Akordeon
Petugas kebersihan melihat ketenangan
bagaimana angin bertiup di bawah pagar
dan menguap... Tiba-tiba, seorang musisi
memasuki pekarangan dengan akordeon.
Dia mengaitkan tali ke bahunya,
menebarkan cinta di deretan tuts,
membunyikan nada di bawah jendela
bunga-bunga pun melayang, melintasi padang rerumputan.
Bangunan bata bergoyang-goyang,
jauh, jauh, iramanya terdengar kian jauh,
sedang buah stroberi perlahan-lahan
mengeluarkan serat yang manis.
Orang-orang berduyun-duyun ke jendela
bergegas datang dengan penuh keceriaan
bertelanjang kaki mendengar denting akordeon
di hamparan es yang sedang tumbuh.
Seorang tukang pos tiba, terpesona
mengarahkan pandangannya ke alamat
namun, ia mendapati bahwa surat-surat itu
hanya ditujukan ke ladang jagung dan hutan.
1922
Kau menghilang, sedang aku merana dan menengok hampa dari lantai gedung bertingkat.
Buruh Mei
Aku mengetuk, mengetuk dengan palu,
memutar, memutar pipa dengan linggis
suara guntur mulai terbujuk rayuan
baik di udara maupun di setiap rumah.
Aku menggigit, menggigit ujung besi
yang keras dengan guntingku,
dan alirannya menuju ke
serpihan lain di bawahku.
Di halaman, usai cuaca dingin,
kulakukan perbaikan yang sama.
Oh, berapa banyak, berapa banyak genangan air
mengaliri potongan logam biru!
Betapa kerasnya pipa baja ini
tak sanggup kuketuk dengan palu kecil.
Betapa deringnya derik mengental
di lengkung ember dan tong!
1919
Zaman
Hari-hari kita, begitu canggung,
lebih berat daripada seabad silam.
Bapak dan saudara mengerang
anak-anak memandang tetua sebagai panutan.
Pertikaian jadi suguhan makan malam bagi kami,
bahkan dalam kegembiraan, kami mengerutkan kening,
merawat gadis-gadis kecil, namun tiba-tiba saja
tangan tergores dan terluka sendiri.
Lingkaran berhala yang tercengang telah hilang.
Siapa akan tunduk terhadap kebaikan sang idola,
ketika kita memiliki semacam ruang bawah tanah
untuk mendidihkan rencana rekonstruksi
dunia ini?
Ruang angkasa diperban, sedang waktu dijagal
menyelidiki pengetahuan yang rumit, tetapi akurat.
Mereka enggan menyebut hidup sebagai takdir,
namun percaya pada keberanian dalam diri sendiri.
Tanda-tanda kekerabatan renggang:
"Hoi, untuk siapa luka itu menganga -
atas nama perayaan predator
atau perayaan di pabrik?!"
Kini giliran tetua-tetua meneriaki
anak-anak sedarah, yang tampak seperti ayah mereka.
Hari-hari kita ialah bubuk fajar,
diselimuti kemegahan yang canggung,
terasa lebih berat daripada seabad silam.
1923
Bacaan rujukan
Kazin, V. Kumpulan Puisi Favorit. Moskwa: Khudozhestvennaya Literatura Publ., 1972.
Kazin, V. Rusia Tanah Airku (Puisi). Moskwa: Khudozhestvennaya Literatura Publ., 1967.
Yevtushenko, E (penyunting). Puisi Abad Ini, Antologi Puisi Rusia. Minsk: Polifakt Publ., 1995.
Vasily Vasilyevich Kazin, penyair Rusia, lahir di Moskwa, Kekaisaran Rusia, 6 Agustus 1898 dan wafat di Moskwa, Soviet-Rusia, 1 Oktober 1981. Tokoh pertama yang memasukkan tema buruh ke dalam puisi lirik Soviet. Dia adalah pendiri The Smithy, sebuah kelompok sastra penulis proletar. Pertama kali menerbitkan karyanya pada 1914. Buku kumpulan puisi lirisnya Buruh Mei (Petrograd: 1922) dan puisi naratif terkenalnya Mantel Rubah dan Cinta (1926), di mana dia mencela moralitas borjuis lewat dua puisinya; Laut Putih (1937) dan Permulaan Yang Hebat (1954). Kazin dianugerahi tiga penghargaan dan medali dari pemerintah setempat. Puisi-puisi di sini diterjemahkan oleh Iwan Jaconiah. Ilustrasi header: Benny Chandra, Gedung-gedung Tinggi, 30 x 30 cm, 2023, akrilik pada kanvas. (SK-1)