Ilustrasi: MI/Gugun Permana
Izinkan Aku Berangkat
Izinkan aku berangkat,
minta restu ibu, saudara, kerabat,
menerobos langit, meloncati buana,
menapak tanah manca penuh tanya.
Izinkan aku berangkat,
meninggalkan sanak kenangan
gunung megah, langit biru dipeluk awan
dihias percikan kuncup embun pagi mengkilat.
Izinkan aku berangkat
menggali ilmu menambah bijak
menguatkan cita, gairah, semangat
agar tak ragu kaki kelak memasang jejak.
Izinkan aku berangkat
untuk kembali di suatu pekat
menyembah, menyapu air mata rindu
bernapas segar menikmati malam syahdu.
Aku pasti kembali, ibu
ke pangkuan tercinta di pinggir pagar
diterangi bulan berpayung, lengkung bambu
ayam jago menyambut kehadiran fajar.
Aku segera pulang
menanam bakti bagi negeri
melepas haus bercanda, bertukar kata
menyembah cinta, merapal doa untuk pertiwi.
2021
Sampai Berjumpa Lagi
Desember enam empat
pesawat lepas landas, raung keras
siap meluncur mengarungi rimba raya jagat
sampai bertemu lagi sungai, laut, samudra luas
reranting gunung gunung megah nan indah berparas.
Jauh di bawah, awan lincah bertarian
mengantar harapan, menggali ilmu, meraih cita
jantung berdebar, dada bergolak, penuh harapan
kami terbang ke ujung bumi di balik tabir incognita.
Pramugari sabar bagi minum, makan
aku ingat; nasi goreng, gado gado, kakap
menu desa; sederhana namun penuh kesan
kian mendalam dan meresapi seluruh tubuh, hidup.
Memijak kaki pertama kali di bumi manca
gumpalan suara tak kumengerti, penuhi ruang
huruf jungkir balik di depan mata tak bisa terbaca
aku seakan tuli, buta, bisu, kegelapan disinari terang.
Bus meluncur di jalan suram berpeluk kabut
teman teman gembira ria, bercanda basa basi
rekan Rusia sambil bergurau, ia membagi selimut
udara dingin bertubi-tubi memepet tubuh ke sudut kursi.
Tiba jua di asrama pinggiran kota
kamar bersegi empat, berjendela tunggal
di sudut kiri kanan, penghuni tak saling kenal
kusapa penuh senyum; Salut Fidel, Jambo Afrika!
Lampu jalanan bergoyang dirayu angin
tidur bersama angan, pasti esok cemerlang
berselimut tebal dicekam alegi keramat dingin
kuawali musim baru, merapal asa di tanah orang
mendung kelabu, mata memicing, memancing ilmu.
2021
Renungan Akhir 80
Dasawarsa bersusulan
bersama angin tanpa kata
pintu terkunci, tirai tutupi jendela
jembatan diputus, terganjal langkah
sedih bergema, jurang terjal beruap duka.
Kangen mendera dada,
jeritan jeritan bisu berdebar
hati merinding penuh dahaga
sekeliling udara bermuka pudar
angin puyuh meresap ke tulang,
buah pikiran kisruh, nasib pun oleng.
Kudengar kasak-kusuk di layar
tatanan hidup lama sudah ambyar
musim baru, aturan anyar bukan tuk aku
sekeliling kepak sayap putih bersuara sengau
angin genit resap sum sum, getar gigi dan dagu.
Kurindu sinar fajar dini hari
embun pagi memeluk bibir bumi
batu batu berjoget ria di riak air kali
sungai sungai berdansa mengulas batu
bertatap muka bersua asing, tak kudengar lagi
nyanyian burung gereja seperti masa kecil di desa.
2021
Y P Sudaryanto, penikmat puisi, seorang profesor di bidang ekonomi, dan senior diaspora Indonesia di Rusia. Dia lahir di Kota Blitar, pada 4 Februari 1942. Adalah salah satu mahasiswa teladan yang dikirim Presiden Sukarno untuk belajar di Uni Soviet, pada 1964. Dalam dunia pendidikan tinggi, dia pernah menjabat sebagai dekan (2004-2006) dan merangkap ketua jurusan Ekonomi Internasional (1998-2012) di Russian University of Cooperation - Moscow Consumer Cooperative University. Salah satu bukunya berjudul International Market of Consulting Services in Russia menjadi bacaan wajib mahasiswa Asia di Negeri Rusia. Sajak-sajak ini menjadi bagian dalam antologi Doa Tanah Air: suara pelajar dari negeri Pushkin yang sedang dalam proses penerbitan. Kini, Sudaryanto tinggal dan beraktivitas di Moskwa. (SK-1)