Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Pengamat Nilai Fadli Zon Main Solo di Penulisan Buku Sejarah

Cahya Mulyana
26/6/2025 11:41
Pengamat Nilai Fadli Zon Main Solo di Penulisan Buku Sejarah
Ilustrasi.(MI)

DIREKTUR Eksekutif Skala Data Indonesia, Arif Nurul Imam, menilai boleh jadi  Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang memiliki inisiatif dalam proyek penulisan sejarah yang akhirnya mengganggu stabilitas politik dalam negeri. Hal ini disampaikan Arif membaca pernyataan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang menyampaikan proyek penulisan buku sejarah Fadli Zon agar tidak dikaitkan dengan perintah penguasa.

Arif menyampaikan inisiatif penulisan ulang sejarah nasional yang dipimpin Menteri Fadli Zon sebagai langkah yang tergolong blunder politik. Ia menyebut proyek ini menimbulkan resistensi publik karena minim pelibatan pakar dan tidak melalui koordinasi matang dengan Presiden Prabowo Subianto.

“Bisa jadi ini inisiatif Fadli Zon. Harusnya karena ini kebijakan strategis, semestinya tetap dilaporkan dan dikonsultasikan secara utuh kepada Presiden,” kata Arif saat diwawancarai, Rabu (26/6).

Garis Besar?

Menurut Arif, kendati Presiden Prabowo mungkin sudah mendapat laporan garis besar, isi atau substansi sejarah yang akan ditulis ulang belum tentu dipahami secara penuh.

Ia menilai pendekatan ini rawan memicu kontroversi dan ketegangan politik. “Ini seperti kasus kelangkaan gas waktu itu, muncul kebijakan strategis tanpa koordinasi. Sangat berisiko bila tidak dievaluasi lebih dulu,” ujarnya.

Minim Transparansi?

Arif juga menyayangkan minimnya transparansi ke publik dan parlemen. Ia menyoroti temuan bahwa sebelumnya sejumlah anggota Komisi X DPR RI bahkan tidak mengetahui adanya proyek ini.

“Adanya kabar bahwa sebelumnya Komisi X DPR RI tidak mengetahui proyek ini, tentu menjadi catatan serius soal koordinasi antarlembaga,” ujar Arif.

Kepentingan Politik?

Ia menegaskan bahwa penulisan ulang sejarah harus dilakukan secara komprehensif dan bebas dari bias kepentingan politik.  Proyek ini, menurutnya, perlu melibatkan akademisi, sejarawan, dan masyarakat sipil melalui diskusi publik terbuka.

“Sebelum diluncurkan, ini harus dievaluasi secara menyeluruh. Jangan sampai sejarah dipakai sebagai alat legitimasi kekuasaan,” tutup Arif. (Cah/P-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Cahya Mulyana
Berita Lainnya