Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Kenaikan Gaji Bukan Jawaban Fenomena Hakim Korupsi

Tri Subarkah
12/6/2025 18:04
Kenaikan Gaji Bukan Jawaban Fenomena Hakim Korupsi
Presiden Prabowo Subianto (kiri) didampingi Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto (tengah) dan Wakil Ketua Mahkamah Agung bidang non Yudisial Suharto (kanan)(ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

LANGKAH Presiden Prabowo Subianto menaikkan gaji hakim hingga 280% dinilai bukan jawaban untuk mengikis fenomena korupsi pada lembaga peradilan. Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur, Herdiansyah Hamzah mengatakan, butuh pembenahan serius dari hulu sampai hilir untuk menjawab persoalan tersebut.

Herdiansyah berpendapat, kebijakan yang diambil Prabowo tersebut tidak liner, tidak relevan, dan keliru. Menurutnya, gaji hakim di Tanah Air relatif sudah besar, terutama gaji hakim di Mahkamah Agung maupun Mahkamah Konstitusi.

"Jadi sebenarnya ini (menaikan gaji hakim) bukan jawaban utama menyelesaikan korupsi. Bukan dengan cara menaikkan gaji, menurut saya, tapi harus ada pembenahan serius dari hulu ke hilir," terangnya kepada Media Indonesia, Kamis (12/6).

Degan menaikkan gaji, Herdiansyah mengatakan publik bakal menghubungkan hal tersebut dengan kinerja para hakim, termasuk komitmen mereka terhadap korupsi. Padahal, belum tentu kenaikan gaji tersebutmenjadi penghalang para hakim melakukan korupsi, misalnya menolak suap atau gratifikasi atas pengurusan sebuah perkara.

Pembehanan pertama, sambung Heridansyah, harus dimulai dari proses rekrutmen calon hakim yang betul-betul mempertimbangkan rekam jejak dan integritas. Lalu, ia juga menggarisbawahi pentingnya proses pengawasan yang tak hanya mendandalkan mekanisme internal, tapi juga perlu melibatkan publik. 

"Dan di hilirnya, penting untuk menjatuhkan sanksi yang betul-betul berat kepada hakim-hakim yang melakukan tindak pidana korupsi, supaya itu bisa menimbulkan efek jera," jelas Herdiansyah.

"Jadi problem dari hulu ke hilir mesti kita seriusin kalau kita berharap sistem peradilan bisa dibenahi dengan baik," imbuhnya. (Tri/M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya