Headline

Pemerintah tidak cabut IUP PT Gag Nikel.

Fokus

Pemanfaatan digitalisasi dilakukan untuk mempromosikan destinasi wisata dan meningkatkan pengalaman wisatawan.

ICW: Ada Banyak Kejanggalan dalam Pengadaan Laptop di Kemendikbud era Nadiem

Devi Harahap
10/6/2025 10:27
ICW: Ada Banyak Kejanggalan dalam Pengadaan Laptop di Kemendikbud era Nadiem
Mendikbudristek 2019-2024 Nadiem Makarim dalam konferensi pers terkait dugaan korupsi pengadaan laptop di Jakarta, Selasa (10/6).(MI/SUSANTO)

INDONESIA Corruption Watch (ICW) dan Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia sejak 2021 telah mengendus adanya kejanggalan dan pemufakatan jahat dalam pengadaan laptop Kementerian Pendidikan tahun 2020-2022 yang anggarannya mencapai 9,9 T. 

Peneliti ICW, Almas Sjafrina mengatakan pihaknya mendukung Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengusut dan membeberkan hal-hal janggal terkait modus, tersangka, ataupun kerugian negara dalam pengadaan laptop tersebut.

“Untuk itu kami mendesak agar kejaksaan Agung melakukan pemeriksaan dalam rangka menelusuri dugaan keterlibatan berbagai pihak yang berwenang dalam pengadaan, seperti PPK, kuasa pengguna anggaran, dan pengguna anggaran atau Menteri Nadiem Makarim,” katanya dalam keterangan yang diterima Media Indonesia pada Selasa (10/6). 

Almas Sjafrina juga mengungkapkan sejumlah kejanggalan terkait pengadaan laptop ini sejak 2021. ICW saat itu meminta Kemdikbud menghentikan dan mengkaji ulang rencana belanja laptop di tengah pandemi Covid-19 tersebut.

Kejanggalan pertama yakni pengadaan laptop dan sejumlah perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) lainnya bukan kebutuhan prioritas pelayanan pendidikan di tengah pandemi Covid-19. Kemudian, penggunaan anggaran yang salah satunya bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik menyalahi Perpres No. 123 tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis DAK Fisik.

“Penggunaan DAK seharusnya diusulkan dari bawah (bottom-up), bukan tiba-tiba diusulkan dan menjadi program kementerian. Pencairan DAK juga harus melampirkan daftar sekolah penerima bantuan, sedangkan saat itu tak jelas bagaimana dan kepada sekolah mana laptop akan didistribusikan,” jelasnya.

Selain itu, ICW juga menemukan bahwa rencana pengadaan laptop tidak tersedia dalam aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP). Alhasil, informasi pengadaan yang direncanakan dilakukan dengan metode pemilihan penyedia e-purchasing tidak banyak publik ketahui.

Lebih lanjut, dasar penentuan spesifikasi laptop harus memiliki OS chromebook juga tidak sesuai dengan kondisi Indonesia, khususnya daerah 3 T (tertinggal, terdepan, terluar) yang menjadi salah satu target distribusi laptop.

“Pasalnya, laptop chromebook akan berfungsi optimal jika tersambung dengan internet. Sedangkan infrastruktur jaringan internet di Indonesia belum merata,” tukas Almas. 

ICW juga menemukan kejanggalan lainnya terkait uji coba penggunaan laptop chromebook pada 2019 yang menghasilkan kesimpulan bahwa laptop chromebook tidak efisien. 

“Sehingga menjadi pertanyaan, mengapa Menteri Nadiem Makarim memutuskan spesifikasi chromebook dalam lampiran Permendikbud No. 5 Tahun 2021,” tukas Almas.

Almas menegaskan kejanggalan demi kejanggalan pada tahap perencanaan dan penentuan spesifikasi justru menimbulkan pertanyaan publik mengenai alasan dibalik Kemendikbudristek yang saat itu dipimpin oleh Nadiem Makarim seolah memaksakan pengadaan chromebook tetap dilakukan dan rentan terjadinya korupsi.

“Pengadaan yang tidak sesuai kebutuhan dan terkesan dipaksakan kerap berangkat dari adanya permufakatan jahat dan berujung pada korupsi berbagai modus, seperti mark up harga, penerimaan kick back dari penyedia, hingga pungutan liar dalam proses distribusi barang,” jelasnya. 

Selain itu, Almas mengatakan permufakatan jahat terindikasi dari diabaikannya kajian tim teknis Kementerian Pendidikan yang menyebut OS Chrome tak cocok dengan program digitalisasi pendidikan yang menarget daerah lemah internet.

“Berangkat dari kajian yang kami lakukan dan tidak transparannya pengadaan laptop Kemendikbud, kami mendukung dilakukannya penyelidikan oleh Kejaksaan Agung. Namun, kami meragukan bahwa pihak yang potensial terlibat dalam kasus ini hanya berpusat pada staf khusus menteri,” katanya. 

Almas menilai, korupsi pengadaan, laptop tidak hanya berhenti di pusat stafsus, namun ada pihak lain dari pelaku pengadaan yang perlu diperiksa oleh penyidik Kejagung diantaranya yaitu PPK, kuasa pengguna anggaran, dan Nadiem Makarim selaku menteri atau pengguna anggaran.

Menurut Almas, staf khusus tidak mempunyai kewenangan langsung dalam proses perencanaan hingga pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. Dikatakan bahwa pengadaan dengan metode e-purchasing dengan nilai di atas Rp200 juta, harus melibatkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sebagai pihak sentral, termasuk yang berwenang melakukan rencana pengadaan dan melaksanakan pengadaan. 

“PPK bertanggung jawab melakukan pelaporan kepada pengguna anggaran (menteri) atau kuasa pengguna anggaran yang ditunjuk oleh menteri. Sehingga, peran stafsus dalam pengadaan ini perlu diusut telusuri siapa pemberi perintah/ pesan dan bagaimana stafsus melakukan perannya tersebut,” tukasnya.  (H-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya